Peneliti Ungkap Energi Misterius Akibatkan Perluasan Alam Semesta, Muncul Usai Big Bang 13,8 Miliar Tahun Lalu
Sekitar 70 persen dari alam semesta terdiri dari energi gelap.
Sejumlah peneliti baru-baru ini mengemukakan sebuah teori yang menyatakan bahwa lubang hitam atau black hole dapat menjadi faktor penyebab di balik perluasan alam semesta yang terus berlangsung. Teori ini dipimpin oleh Gregory Tarl, seorang profesor fisika dari University of Michigan, dan telah dipublikasikan dalam Journal of Cosmology and Astroparticle Physics pada 28 Oktober 2024.
Menurut laporan dari Live Science pada Senin, 4 November 2024, para astronom berhasil menemukan bukti yang menunjukkan hubungan antara energi gelap, yang merupakan energi misterius yang mempercepat ekspansi alam semesta, dengan keberadaan lubang hitam.
-
Siapa yang menemukan teori baru tentang usia alam semesta? Rajendra Gupta, seorang profesor fisika di Fakultas Sains, Universitas Ottawa, mengatakan, 'Temuan penelitian ini mengkonfirmasi bahwa penelitian kami sebelumnya tentang usia alam semesta adalah 26,7 miliar tahun telah memungkinkan kami untuk menemukan bahwa alam semesta tidak memerlukan kegelapan penting untuk ada.'
-
Bagaimana alam semesta berkembang? Menggambarkannya seperti balon yang sedang menggembung, sehingga segala sesuatunya semakin menjauh dari yang lainnya, bisa berguna sebagai perkenalan, namun juga menyesatkan.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan mengenai usia alam semesta? Usia alam semesta mungkin hampir dua kali lipat lebih tua dari usia yang kita yakini selama ini, yaitu 26,7 miliar tahun, bukan 13,7 miliar tahun.
-
Dimana gerakan alam semesta dimulai? Menurut Edward Gomez, astrofisikawan dan direktur pendidikan di Las Cumbres Observatory, semua ini dimulai dari peristiwa Big Bang, sebuah ekspansi cepat dari titik yang sangat padat yang kemudian membentuk segala sesuatu yang kita lihat hari ini.
Energi gelap diperkirakan membentuk sekitar 70 persen dari total alam semesta dan muncul setelah peristiwa Dentuman Besar atau Big Bang yang terjadi 13,8 miliar tahun lalu, yang turut mendorong perkembangan alam semesta.
Namun, asal usul energi misterius ini masih menjadi misteri. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah astronom telah mengajukan teori bahwa energi gelap tidak hanya menyebar di seluruh ruang angkasa, melainkan bisa berasal dari pusat lubang hitam raksasa.
Meski demikian, beberapa astronom lainnya berpendapat bahwa teori ini kurang dapat diterima. Kini, sebuah penelitian terbaru mengklaim telah menemukan bukti awal yang menunjukkan adanya hubungan antara kedua fenomena tersebut.
Penelitian ini mencatat adanya kesesuaian antara peningkatan kepadatan energi gelap dan pertumbuhan massa lubang hitam seiring berjalannya waktu. Dengan membandingkan data proksi energi gelap dan perkembangan lubang hitam pada berbagai fase kehidupan alam semesta, para peneliti menemukan bahwa kedua fenomena ini saling berhubungan.
Ketika lubang hitam baru terbentuk dari kematian bintang-bintang masif, jumlah energi gelap di alam semesta juga mengalami peningkatan.
Selama bertahun-tahun, para astronom telah mengamati bahwa laju ekspansi alam semesta tampak bervariasi tergantung pada lokasi pengamatan, yang dikenal dengan istilah tegangan Hubble. Beberapa pengukuran berupaya untuk mengonfirmasi pemahaman yang ada tentang alam semesta, sementara yang lain berusaha untuk menantangnya.
Meskipun ada hubungan menarik antara lubang hitam dan energi gelap, para astronom menegaskan bahwa lebih banyak penelitian dan pengamatan, baik melalui Instrumen Spektroskopi Energi Gelap (DESI) maupun eksperimen lainnya, diperlukan sebelum dapat ditarik kesimpulan yang definitif.
Seberapa Luas Sebenarnya Alam Semesta?
Melansir laman Space pada Senin (04/11/2024), para ahli kosmologi masih mempertanyakan apakah alam semesta itu sangat besar atau hanya besar. Saat ini, astronom tengah melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap kelengkungan alam semesta, yang menunjukkan bahwa luar angkasa hampir rata secara sempurna.
Berdasarkan informasi dari Swinburne University of Technology pada hari yang sama, terdapat beragam jawaban dari para ilmuwan mengenai pertanyaan ini.
Sara Webb meyakini bahwa luar angkasa tercipta dari Teori Big Bang. Ia berpendapat bahwa luar angkasa selalu bergerak dan meluas ke segala arah, dengan ukuran mencapai 46 miliar tahun cahaya. Dengan semakin meluasnya luar angkasa, maka ruang tersebut menjadi tidak terbatas.
Di sisi lain, Tanya Hill, seorang ilmuwan dari University of Melbourne, berpendapat bahwa luar angkasa memiliki batas karena alam semesta yang kita amati bersifat terbatas dan tidak abadi. Ia menegaskan bahwa luar angkasa terus meluas hingga 46 miliar tahun cahaya dan bahwa luar angkasa yang dapat kita amati berpusat pada posisi kita saat ini.
Namun, luar angkasa yang diamati oleh makhluk asing dari galaksi yang jauh juga memiliki versi mereka sendiri. Tanya menambahkan bahwa ada berbagai cara untuk melengkungkan luar angkasa, tetapi kita tinggal di area yang datar.
Sebaliknya, Kevin Orman berpendapat bahwa luar angkasa tidak memiliki batas dan bahwa ruang angkasa itu tidak ada akhirnya. Meski begitu, Kevin menyatakan bahwa jawaban ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Menurutnya, dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk memastikan bahwa luar angkasa benar-benar tidak memiliki batas, dan penelitian semacam itu akan sangat sulit untuk dilakukan. (Tifani)