Peneliti Ungkap Penyebab Kecoa Semakin Banyak Ditemukan, Ternyata Akibat Ulah Manusia
Kecoa bagi banyak orang dianggap hama dan menjadi hewan kotor sumber penyakit. Namun mengapa populasinya kini semakin banyak?
Kecoa bagi banyak orang dianggap hama dan menjadi hewan kotor sumber penyakit. Namun mengapa populasinya kini semakin banyak?
Peneliti Ungkap Penyebab Kecoa Semakin Banyak Ditemukan, Ternyata Akibat Ulah Manusia
Pesatnya penyebaran kecoa hingga seluruh dunia diduga karena campur tangan manusia di masa lalu.
Kecoa memang hewan yang hidup di beberapa negara Asia, Afrika hingga Eropa. Namun penyebarannya hingga ke banyak negara dipengaruhi dari para saudagar yang datang untuk berdagang.
Pertanyaan itu yang coba dicari tahu oleh para peneliti apakah benar kecoa yang populasinya tak terhitung saat ini memang berasal dari ulah manusia?
Melansir dari laman Sciencealert, Jumat (31/5) berikut informasi selengkapnya.
Kecoa Jerman Paling Banyak Hidup di Dunia
Jenis Kecoa Jerman banyak tumbuh di gedung-gedung di seluruh dunia.Mereka merupakan spesies kecoa yang paling umum dan menyebabkan masalah bagi masyarakat. Namun menariknya, di alam mereka tidak dapat ditemukan.
Meski penelitian sudah dilakukan, belum dapat dipastikan alasan kecoa tersebut bisa berevolusi dan tinggal di kawasan perkotaan.
Para peneliti pun telah melakukan uji terhadap Kecoa Jerman (Blattella germanica) dan menelusuri asal-usulnya hingga ke India timur dan Bangladesh.
Asal Mula Kecoa Jerman
Pada tahun 1767, ahli biologi Swedia Carl Linnaeus mengklasifikasikan dan memberi nama spesies tersebut (Blatta germanica).Blatta adalah bahasa Latin untuk "menghindari cahaya" dan germanica karena spesimen yang diperiksanya dikumpulkan di Jerman (Genus ini kemudian diubah menjadi Blattella untuk mengelompokkan varietas kecoa yang lebih kecil menjadi satu.)
Para ilmuwan menemukan spesies terkait, dengan anatomi serupa seperti di Afrika dan Asia.
Mereka berpendapat bahwa Kecoa Jerman pertama kali berevolusi di Afrika atau Asia, sebelum kemudian mendominasi dunia. Namun penelitian mereka belum dapat diambil kesimpulan.
Dari Teluk Benggala hingga dunia
Dalam penelitian terbaru, Kecoa Asia (Blattella asahinai) beradaptasi untuk hidup berdampingan dengan manusia setelah para petani membuka habitat aslinya, seperti yang dilakukan spesies lain.
Hasil dari pembandingkan kecoa Jerman dengan spesies serupa dari Asia, ternyata ditemukan banyak kecocokan. Urutan kecoa Jerman hampir identik dengan Blattella asahinai dari Teluk Benggala.
Lebih dari 80 persen sampel kecoa Jerman sangat cocok dan 20 persen sisanya hampir tidak berbeda.
Hal ini berarti kedua spesies tersebut menyimpang satu sama lain hanya 2.100 tahun yang lalu atau sebuah titik balik dalam istilah evolusi.
Sehingga nenek moyang Kecoa Asia berpindah dari ladang India ke bangunan dan menjadi bergantung pada manusia.
Penyebaran Kecoa Melalui Pedagang Dunia
Lantas mengapa kecoa tersebut bisa menyebar begitu cepat dan besar ke seluruh dunia? Peneliti pun melakukan penelitian DA dari genom kecoa.
Dengan menggunakan sampel yang diambil dari 17 negara di enam benua, ditemukan jawaban bagaimana kecoa Jerman menyebar dari tanah kelahirannya dan ke seluruh dunia. Gelombang migrasi pertama muncul dari Teluk Benggala sekitar 1.200 tahun yang lalu dan bergerak ke arah barat.
Kemungkinan besar kecoa sengaja terbawa menumpang bersama para pedagang dan tentara Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah yang sedang berkembang.
Gelombang berikutnya mengarah ke timur sekitar 390 tahun yang lalu menuju Indonesia.
Mereka mungkin terbawa oleh perusahaan dagang Eropa, seperti British East India Company atau Dutch East India Company.
Beberapa perusahaan semacam itu melakukan perdagangan di Asia Tenggara dan kembali ke Eropa sejak awal abad ke-17.
Menurut perkiraan peneliti, kecoa Jerman tiba di Eropa sekitar 270 tahun yang lalu, yang cocok dengan catatan sejarah Perang Tujuh Tahun.
Kecoa Jerman kemudian menyebar dari Eropa ke seluruh dunia sekitar 120 tahun lalu. Ekspansi global ini sejalan dengan catatan sejarah spesies baru ini di berbagai negara.
Sejalan dengan hal ini, ditemukan pula satu perluasan lainnya di Asia utara dan timur hingga Tiongkok dan Korea sekitar 170 tahun yang lalu.
Ketika kapal bertenaga uap menggantikan kapal layar, para penumpang diangkut lebih cepat.
Sehingga waktu perjalanan yang lebih singkat membuat mereka lebih mungkin untuk tiba dalam keadaan hidup dan bermigrasi ke negara-negara baru.
Kecoa Jerman berevolusi menjadi nokturnal dan menghindari ruang terbuka. Ia berhenti terbang, namun tetap mempertahankan sayapnya.
Kecoak ini terkenal karena kemampuannya mengembangkan resistensi dengan cepat terhadap banyak insektisida yang digunakan dalam semprotan permukaan.
Resistensi bisa muncul dalam beberapa tahun. Hal ini membuat tantangan untuk menemukan bahan aktif baru menjadi sulit, mengingat tingginya biaya penemuan, uji keamanan dan registrasi.
Racun kecoa bisa dibilang murah dan efektif ketika diperkenalkan pada tahun 1980an. Namun obat ini segera menjadi kurang efektif melawan Kecoa Jerman.
Itu karena umpannya menggunakan gula untuk menggoda kecoa. Kecoa yang menyukai makanan manis bisa saja mati, namun kecoa yang menyukai rasa lain bertahan dan berkembang biak.
Saat mengembangkan strategi baru untuk mengendalikan Kecoa Jerman, kita perlu mempertimbangkan bagaimana mereka berevolusi untuk menghindari serangan.
Jika kita memahami bagaimana perlawanan muncul, kita dapat menemukan cara yang lebih baik untuk melakukan serangan balik. Kita dapat mengidentifikasi titik lemah untuk dieksploitasi.
Kecoa Jerman akan terus berevolusi dan beradaptasi agar tetap hidup, sehingga perlombaan senjata antara manusia dan kecoa akan terus berlangsung selama bertahun-tahun yang akan datang.