Ternyata ini Sosok Wanita Pertama yang Masuk Surga Selain Ummul Mukminin
Selain Ummul Mukminin, wanita ini adalah orang pertama yang memasuki surga.
Surga merupakan tempat terbaik di akhirat yang dipenuhi dengan berbagai kenikmatan. Surga disediakan untuk hamba-hamba Allah SWT yang senantiasa taat kepada-Nya. Ada sebuah kisah menarik mengenai wanita pertama yang masuk surga yang diceritakan oleh Rasulullah SAW. Dalam kisah tersebut, Rasulullah SAW menjelaskan tentang para wanita menjadi yang pertama memasuki surga, di luar ummul mukminin. Yang menarik, wanita ini adalah sosok biasa yang mungkin tidak dikenal luas. Namun, ia berhasil meraih kedudukan yang mulia di hari kiamat, bahkan setara dengan ummul mukminin.
Wanita tersebut menjadi orang pertama yang memasuki surga, sama halnya dengan Ummul Mukminin. Pertanyaannya, siapakah wanita yang beruntung ini? Mari kita simak penjelasannya lebih lanjut di bawah ini.
Wanita Pertama yang Masuk Surga Setelah Ummul Mukminin
Mengutip fimela.com, Rasulullah SAW menjelaskan tentang wanita yang akan menjadi yang pertama kali masuk surga setelah Ummul Mukminin. "Ya Rasulullah, beritahu padaku siapa wanita yang beruntung masuk surga untuk pertama kali selain Ummul Mukminin?" Sebagai informasi, Ummul Mukminin adalah wanita-wanita yang telah dijamin untuk masuk surga. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah, "Pemuka wanita ahli surga ada empat. Ia adalah Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulullah SAW, Khadijah binti Khawailid dan Asiyah." (HR. Hakim dan Muslim).
Dalam menjawab pertanyaan putrinya, Rasulullah menyebutkan bahwa wanita pertama yang masuk surga adalah seorang wanita terhormat yang tinggal di pinggiran kota Madinah pada zamannya, yang bernama Mutiah. Rasulullah berkata kepada Fatimah, "Wahai Fatimah, jika engkau ingin mengetahui wanita pertama yang masuk surga selain Ummul Mukminin, ia adalah Ummu Mutiah."
Setelah mendengar jawaban ayahnya, Fatimah, yang merupakan istri dari Khulafa'ur Rasyidin keempat, Ali bin Abi Thalib, merasa penasaran dengan sosok Mutiah. Rasa ingin tahunya muncul karena selama ini ia tidak mengenal Mutiah dan juga menyadari bahwa ia bukanlah orang yang pertama kali masuk surga. Padahal Fatimah telah menjalankan ibadah dengan baik dan taat kepada suami, serta merupakan putri dari Rasulullah Muhammad SAW. Untuk mengatasi rasa penasarannya, Fatimah berusaha mencari tahu alamat rumah Mutiah dan berencana untuk mengunjunginya. Setelah melakukan pencarian yang cukup lama, ia akhirnya menemukan rumah Mutiah dan mengetuk pintunya sambil mengucapkan salam. Dari dalam rumah, terdengar suara yang menanyakan, "Siapakah yang ada di luar tersebut?" Fatimah menjawab, "Aku Fatimah, putri Rasulullah."
Namun, Mutiah tidak langsung membuka pintu.
Ia kemudian bertanya, "Ada keperluan apa?"
Fatimah menjawab, "Hendak bersilaturahim saja."
Mutiah kembali bertanya dari dalam, "Kamu datang seorang diri atau bersama orang lain?"
Fatimah menjawab, "Aku bersama putraku Hasan."
Mendengar bahwa Fatimah datang bersama Hasan, Mutiah menyatakan, "Maaf, aku tidak bisa membukakan pintu untukmu. Aku belum meminta izin pada suamiku mengenai kedatangan tamu laki-laki di rumahku. Sebaiknya kamu pulang dan kembali esok hari. Aku akan meminta izin untukmu dan Hasan saat kamu datang kembali."
Menanggapi pernyataan Mutiah, Fatimah berkata dengan sabar, "Tapi Hasan adalah anakku. Ia juga masih kecil."
Mutiah menjawab, "Walau anak-anak, Hasan tetaplah lelaki. Kembalilah esok hari saat aku sudah meminta izin dari suamiku untuknya."
Menghormati dan Taat Kepada Suami
Masih ingin mengetahui lebih dalam tentang Mutiah dan perilaku baik yang dilakukannya, Fatimah memutuskan untuk mengunjungi rumah Mutiah keesokan harinya. Ia mengetuk pintu rumah wanita tersebut dan memberikan salam, namun sayangnya, Fatimah kembali ditolak untuk bertamu. Penolakan ini bukan tanpa alasan, karena Fatimah datang bersama kedua anaknya, Hasan dan Husein. Mendengar kehadiran seorang laki-laki yang belum mendapatkan izin dari suami, Mutiah pun menolak kedatangan Fatimah dan menyarankan agar ia datang kembali di hari berikutnya.
Pada hari ketiga, Fatimah kembali berkunjung ke rumah Mutiah di sore hari. Kali ini, ia diterima dengan baik dan diizinkan untuk masuk. Fatimah sangat terkejut melihat betapa sopan dan patuhnya Mutiah kepada suaminya. Pada saat itu, Mutiah mengenakan pakaian terbaiknya dan memiliki aroma tubuh yang harum. Ia memberitahukan bahwa ia sedang menunggu suaminya yang sebentar lagi pulang dari kerja. Meskipun rumahnya sederhana, tetapi terlihat sangat bersih dan nyaman.
Kekaguman Fatimah tidak berhenti di situ saja. Di hari keempat, ia kembali berkunjung ke rumah Mutiah setelah suaminya pulang kerja. Fatimah melihat betapa besar perhatian Mutiah terhadap suaminya. Ia telah menyiapkan air mandi, pakaian ganti, dan makanan yang dimasak sendiri untuk suaminya di meja makan. Ketika suaminya tiba di rumah, Mutiah dengan sigap menemaninya ke kamar mandi dan membantu membersihkan tubuhnya.
Setelah selesai mandi, Mutiah menemani suaminya untuk makan. Saat momen makan tersebut, Fatimah kembali terkesan dengan sikap Mutiah. Di samping suaminya yang sedang menikmati hidangan, Mutiah mengeluarkan sebuah cambuk dan memberitahu suaminya untuk menggunakannya jika ia tidak menyukai masakan yang disajikannya. Melihat tindakan Mutiah tersebut, Fatimah tidak dapat menahan air mata harunya, sekaligus merasa bahagia. Ia menyadari bahwa ia belajar banyak tentang bagaimana seharusnya menjadi istri yang shalihah.
Dari sosok Mutiah, Fatimah memahami bahwa seorang istri yang shalihah, taat, dan selalu mengharapkan ridho suami adalah wanita yang layak untuk memasuki pintu surga terlebih dahulu.
Para wanita, tentu ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah ini. Hal terpenting adalah bagaimana seharusnya istri yang baik bersikap terhadap suaminya. Jika kita menginginkan surga-Nya, sangat disarankan bagi kita semua untuk menjadi istri yang taat dan selalu mengharapkan ridho suami dalam segala kebaikan. Semoga kisah ini menginspirasi dan kita semua dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang melaksanakannya. Semoga di hari raya yang fitri nanti, kita semua bisa kembali ke fitrah masing-masing.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul