Cara BKPM 'manjakan' investor China di Indonesia
Merdeka.com - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meluncurkan desk khusus memfasilitasi investor China. Ini bertujuan mengejar komitmen investasi sebesar USD 30 miliar atau Rp 390 triliun (asumsi kurs: Rp 13 ribu per USD) dari Negeri Tirai Bambu tahun ini.
Dalam layanan ini, BKPM akan menampung semua keluhan investor China yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan, keluhan tersebut akan ditampung melalui media sosial seperti Whatsapp dan WeChat.
"Nantinya juga kita ada akses juga WeChat dan Whatsapp, nantinya nomor ini akan kita infokan ke Kedutaan China di Jakarta, dan Juga Kadin China, untuk bisa disosialisasikan kepada pengusaha China, sehingga ada komunikasi, keluhan-keluhan yang bisa disampaikan," kata Kepala BKPM, Franky Sibarani kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (2/4).
-
Mengapa BKPM belum menerima pertanyaan dari investor? Dia juga menyampaikan sejak pengunduran diri Kepala dan Wakil OIKN hingga hari ini, BKPM juga belum menerima pertanyaan dari investor.
-
Siapa yang dapat memberikan feedback? Feedback dapat berupa informasi, saran, atau evaluasi yang diberikan oleh individu atau kelompok terhadap suatu aktivitas atau situasi tertentu.
-
Siapa yang bisa membuat pertanyaan? Pertanyaan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling umum dalam kehidupan sehari-hari kita.
-
Siapa yang bisa kamu ajak bicara? Terdapat ucapan maaf dan kata-kata yang dapat kamu ucapkan.
-
Siapa yang bisa melakukan komunikasi terbuka? Komunikasi terbuka bisa dimulai dari anak ataupun orangtua, dan perlunya keterbukaan bersama untuk mencari solusi
-
Siapa yang bisa dilapor? KDRT dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau ekonomi yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
Franky menjelaskan, keluhan tersebut nantinya bakal disalurkan kepada seluruh jajarannya di cabang-cabang Indonesia. Apalagi keluhannya bakal dilanjutkan pada instansi-instansi pemerintah lainnya.
"Kita tampung, nanti kita distribusikan ke sektor apa masalahnya, misalnya pertanian yang nanti kita akan langsung hubungkan dengan lincense officer Kementerian Pertanian, yang ada di BKPM," tuturnya.
Franky mengakui, selama ini pihaknya kesulitan dalam kendala bahasa pada investor China. Selain itu, para pengusaha asal China lebih memilih komunikasi melalui selular terutama layanan pesan weChat dan whatsApp.
"Kita sangat sulit bisa mengetahui keluhan-keluhan para investor (China), jadi ketika kita datang ke Kedutaannya baru kita tahu di sana banyak keluhan, seperti lahan dan macam-macam," ujar Franky.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kata ketua umum PKB ini, di Cina telah memberikan pelayanan yang memadai.
Baca SelengkapnyaSelama ini ada sejumlah kesulitan yang dialami investor baru maupun investor lama, yang mana sebagian investor baru sukar membuat keputusan investasi.
Baca SelengkapnyaDia mengaku siap membantu langsung para investor asal China yang ingin berinvestasi di ibu kota baru.
Baca SelengkapnyaLayanan online yang diberi nama Contact Center OSS tersebut memudahkan para pelaku usaha untuk menyampaikan masukan maupun keluhan
Baca SelengkapnyaJokowi menyampaikan hal ini saat bertemu sejumlah pengusaha China.
Baca SelengkapnyaJokowi juga memerintahkan agar status lahan bagi investor segera ditetapkan dan diperjelas. Basuki menuturkan Jokowi akan memonitor arahan-arahan tersebut.
Baca SelengkapnyaJokowi berharap investor China tidak ragu melapor.
Baca SelengkapnyaTerbaru, surat pernyataan minat tersebut telah mencapai 328 LoI.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, dia menekankan komitmen Indonesia memperkuat persahabatan dan kerja sama dengan China.
Baca SelengkapnyaPerusahaan raksasa dunia yang lain bisa melihat ini menjadi celah atau dipandang sebagai buruknya tata kelola birokrasi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaLayanan Contact Center OSS berhasil membawa Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyabet Merdeka Award.
Baca SelengkapnyaPada 2023, Singapura menjadi sumber investasi terbesar bagi Indonesia, diikuti China, Hong Kong, Jepang, Malaysia, dan Amerika Serikat.
Baca Selengkapnya