Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan, Pengusaha: Tambah Beban Baru
Setiap Ibu berhak mendapat cuti selama 3 bulan pertama dan ditambah 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus.
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani mengatakan pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan, Pengusaha: Tambah Beban Baru
Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan, Pengusaha: Tambah Beban Baru
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) buka suara terkait Rancangan UndangUndang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang telah disetujui baru-baru ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani mengatakan pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Hal ini juga sesuai dengan program Apiindo dalam berpatisipasi dalam menurunkan prevalensi stunting.
Shinta menyebut, terdapat dua ketentuan dalam UU tersebut. Pertama bahwa setiap Ibu berhak mendapat cuti selama 3 bulan pertama dan ditambah 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
"Kedua, kewajiban suami untuk mendampingi istri selama masa persalinan dengan pemberian hak cuti selama 2 hari dan dapat diberikan tambahan 3 hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja," ucap Shinta dalam keterangannya, Kamis (6/6).
Oleh karena itu, dia menyampaikan dunia usaha perlu kejelasan mengenai indikator kondisi khusus yang dimaksud agar tidak multitafsir dalam penerapannya.
Termasuk pengaturan tentang dokter spesialis yang menjadi rujukan bagi Ibu hamil atau melahirkan.
Menurut Shinta, sampai saat ini Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas. Berdasarkan Human Capital Index tahun 2022, secara global Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara belum lagi competitiveness index Indonesia juga masih rendah.
"Demikian pula kita menghadapi permasalahan rendahnya Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK), Data BPS tahun 2023 menyatakan bahwa TPAK Perempuan 60,18 persen jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 86,97 persen," jelasnya.
Dia menilai ketentuan baru yang diatur dalam UU KIA FHKP berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha.
Oleh karena itu, dibutuhkan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha serta kebijakan mengenai cuti hamil/ melahirkan yang sudah disepakati di dalam PP/ PKB di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum di ubah.
"Hal ini diperlukan agar ketentuan baru tersebut dapat mencapai tujuan terciptanya perlindungan pekerja perempuan dan keberlangsungan dunia usaha," terang dia.
Tak hanya itu, menurutnya dibutuhkan juga peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui fasilitas Puskesmas dan peningkatan pelayanan pemerintah terhadap Pelayanan Poliklinik Swasta, yang didukung dengan fasilitas pelayanan lanjut Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta.