Kemenkes soal Rokok Kemasan Polos: Bukan Polos, tapi Kita Samakan Warnanya
Dia menyebutkan, bahwa RPMK tersebut akan fokus pada standardisasi warna kemasan rokok konvensional dan rokok elektronik.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi menerangkan soal Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) mengenai pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik tidak mengatur kemasan rokok polos tanpa merek.
Dia menyebutkan, bahwa RPMK tersebut akan fokus pada standardisasi warna kemasan rokok konvensional dan rokok elektronik.
"Bukan polos yah tapi standarisasi. Jadi, kita samakan warnanya, kan standadisasinya informasi kemudian peringatan, kemudian besarnya gambar, kemudian penempatan pita cukai dan warnanya. Itu untuk semau rokok elektronik dan rokok konvensional," kata Nadia saat ditemui di acara peresmian Ngoerah Sun, di RSUP Prof Ngoerah, Kota Denpasar, Kamis (3/10).
Dia menyebutkan, penerapan aturan ini bertujuan untuk menyeragamkan warna semua kemasan rokok dan tidak melarang pencantuman logo atau merek pada kemasan produk.
"Jadi merek logo itu kita nggak atur, hanya warnanya. Jadi standarisasi kemasan warna jadi bukan polos, kalau polos itu nggak ada semua, beda kalau polos itu nggak ada merek, nggak ada logo, nggak ada warnanya," imbuhnya.
Kemudian, aturan tersebut mulai ditargetkan berlaku pada tahun 2025 dan saat ini lagi berproses.
"Ini lagi proses, ini lagi public hearing kita penyusunan rancangan peraturan Kemenkes. Mungkin tahun depan (diberlakukan) karena tahun ini udah enggak. ini masih menyusun aturan masih ada proses selanjutnya," ujarnya.
Diterapkan di Australia, Malasysia dan Singapura
Dia menyampaikan, bahwa peragaman warna kemasan rokok ini telah diterapkan di beberapa negara, seperti Australia, Malaysia, dan Singapura, dan dampaknya akan menurunkan perokok aktif di Indonesia.
"Banyak, Australia, Singapore, Malaysia. (Dampaknya) menurunkan. Kita tidak menghentikan perokok dewasa yah karena perokok dewasa udah susah yah itu kesadaran diri sendiri. Tapi yang perlu kita jaga anak-anak kita," ujarnya.
Sebelumnya, rencana aturan rokok kemasan polos tanpa merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan menimbulkan berbagai polemik. Kebijakan ini dinilai minim kajian, terutama dampak dari sisi sosial dan ekonomi.
Pakar Kebijakan Publik Gitadi Tegas Supramudyo, melihat RPMK hanya memakai pendekatan sesuai tugas fungsi kesehatan yang memunculkan banyak resistensi dari sisi lain. Padahal, suatu perumusan kebijakan idealnya perlu memakai pendekatan multidisiplin yang mencakup banyak hal di dalamnya.
"Prediksi saya kebijakan (kemasan rokok polos tanpa merek) ini akan menimbulkan masalah atau polemik karena hanya menggunakan satu perspektif, yaitu kesehatan," ucapnya, di Jakarta, Kamis (3/10).