Kemenperin Tuding Aturan Ini Jadi Biang Kerok Barang Impor Banjiri Pasar Domestik
Keluhan ini disampaikan ke publik karena Kemenperin melihat ini adalah kepentingan publik.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, isu penumpukan 26.415 kontainer menjadi dasar terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2024. Kebijakan itu dinilai telah membuat pasar domestik kebanjiran produk impor dan membunuh industri dalam negeri.
Febri lantas buka alasan mengapa Kemenperin buka-bukaan hal ini kepada publik. Sebab menurutnya, isu ini sudah menjadi kepentingan publik, terutama kepentingan industri dalam negeri.
"Apalagi Kemenperin telah dituduh sebagai penyebab tertahannya 26 ribu kontainer keluar dari pelabuhan. Pejabat kementerian menyebut Kemenperin lambat menerbitkan Pertek (pertimbangan teknis), sehingga kontainer berisi bahan baku industri tertahan di pelabuhan," bebernya di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (7/8).
Merespon hal itu, Kemenperin coba membandingkan data muatan 26.415 kontainer yang tertahan milik Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dengan relaksasi aturan impor melalui Permendag 8/2024, yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Kami sudah melakukan pengecekan jumlah HS yang direlaksasi dari Permendag 36 ke Permendag 8, kami menemukan ada 518 HS kelompok komoditas industri yang direlaksasi, tidak ada rekomendasinya sejak Permendag 8 terbit. Dari 518 kode HS yang direlaksasi lartasnya tersebut, 458 HS atau 88,42 persen merupakan kode HS untuk barang konsumsi," bebernya.
Isi surat Ditjen Bea Cukai
Adapun dalam surat resmi Ditjen Bea Cukai kepada Kemenperin, penumpukan terbesar terjadi pada muatan kontainer untuk bahan baku dan bahan penolong. Sehingga, Febri bingung kenapa Permendag 8/2024 justru merelaksasi kode HS untuk barang konsumsi atau hilir.
"Nah, harusnya yang direlaksasi adalah lartasnya bahan baku dan bukan lartas barang konsumsi. Ini kan sakitnya apa, kalau ibarat ya yang sakit otaknya, yang diobati dengkulnya. Kalau misal bahan baku dan penolong numpuk, ya itu yang direlaksasi lartasnya, bukan barang-barang hilir atau barang konsumsi," keluhnya.
"Menurut kami itulah yang memicu importir berbondong-bondong mebawa barang ke Indonesia. Setelah sampai di pelabuhan baru kemudian mengurus dan memperbaiki dokumen impornya, dan itu seharusnya tergambar dari data yang disampaikan oleh Ditjen Bea Cukai," pungkasnya.