Penerapan Pajak Karbon di Indonesia Terganjal Restu Eropa
Pemerintah sudah berulang kali membatalkan penerapan pajak karbon di Tanah Air.
Pemerintah sudah berulang kali membatalkan penerapan pajak karbon di Tanah Air.
Penerapan Pajak Karbon di Indonesia Terganjal Restu Eropa
Penerapan Pajak Karbon di Indonesia Terganjal Restu Eropa
Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan mitigasi peningkatan emisi karbon, salah satunya melalui instrumen pajak karbon.
Sayangnya kebijakan itu baru bisa diterapkan per 2025 mendatang, sesuai permintaan Eropa.
"Eropa minta 2025," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Shangri La Hotel Jakarta, Kamis (24/8).
Airlangga menjelaskan penerapan pajak karbon perlu disesuaikan dengan mekanisme perdagangan karbon (carbon trading). Sehingga dibutuhkan langkah insentif dan disinsentif.
"Jadi dua-duanya harus kita laksanakan, karena pajak karbon diperlukan juga untuk mengantisipasi carbon border adjusted mechanism (CBAM) yang akan diberlakukan di Eropa di tahun 2025," kata Airlangga.
Dalam konteks ini, Airlangga berharap tiap perusahaan yang ikut perdagangan karbon sudah memiliki karbon kredit lewat bursa karbon.
Baru kemudian mekanisme pajak karbon bisa diimplementasikan.
"Jadi untuk produk-produk, kita harapkan bahwa mereka sudah punya karbon kreditnya melalui bursa karbon. Kedua, baru pajak karbon. Jadi itu dua hal yang saling melengkapi," kata Airlangga.
Mundurnya penerapan pajak karbon ini merupakan penundaan yang kesekian kali.
Sebelumnya pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan pada 1 April 2022.
Kala itu, pemerintah beralasan implementasinya diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengutarakan, emisi karbon belum bernilai di mata masyarakat Indonesia.
Banyak pihak tidak peduli untuk memutuskan penerapannya.
Sehingga, pemerintah memutuskan mekanisme pasar jadi salah satu syarat penting bagi setiap orang untuk menyadari bahwa kualitas lingkungan sudah semakin memburuk.
"Itu sebabnya ada nilai polusi, prinsip pembayaran polusi perlu diperkenalkan. Itu sebabnya Indonesia memperkenalkan pasar karbon," ujar Sri Mulyani.
Sumber: Liputan6.com Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana