Serikat Buruh Korea Usul Jam Kerja Hanya 4 Hari Seminggu
Jam kerja di Korea 149 jam lebih banyak dari OECD, organisasi internasional yang menekankan kehidupan seimbang dalam bekerja.
Jam kerja di Korea 149 jam lebih banyak dari OECD, organisasi internasional yang menekankan kehidupan seimbang dalam bekerja.
Serikat Buruh Korea Usul Jam Kerja Hanya 4 Hari Seminggu
Korea Selatan tengah berunding untuk menemukan jalan tengah terkait jam kerja.
Langkah ini dilakukan mengingat jam kerja bagi para pekerja di negara ginseng ini melampaui dari standar Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), sebuah organisasi internasional yang fokus merumuskan kebijakan untuk kehidupan lebih baik.
Melansir The Korea Times, Dewan Ekonomi, Sosial dan Perburuhan Kepresidenan akan meluncurkan komite khusus keseimbangan kehidupan kerja untuk membahas rencana pengurangan hingga fleksibilitas jam kerja.
Dewan ini merupakan panel kepresidenan yang mengusung dialog trilateral yang terdiri dari Federasi Serikat Buruh Korea (FKTU) mewakili pekerja, sedangkan Federasi Perusahaan Korea (KEF) dan kelompok lobi bisnis lainnya mewakili pengusaha.
Panel ini merupakan satu-satunya saluran komunikasi resmi antara ketiga pihak.
Disebutkan bahwa komite ini siap untuk mengatasi jam kerja yang sangat panjang di Korea. Sebagaimana diketahui, warga Korea bekerja rata-rata 1.901 jam pada tahun 2022, atau 149 jam lebih banyak dari rata-rata OECD.
Terkait fleksibilitas jam kerja, pengusaha maupun pekerja sepakat bahwa jam kerja harus dikurangi, namun mereka mempunyai pendekatan yang berbeda dalam merombak jam kerja saat ini, yang dibatasi pada 52 jam – 40 jam reguler dan 12 jam untuk lembur.
Pengusaha percaya bahwa peraturan ini harus direformasi agar perusahaan dapat mengelola pekerjanya dengan lebih fleksibel, memungkinkan karyawan untuk bekerja secara intensif selama periode sibuk dan bekerja dengan jam kerja yang lebih pendek selama periode sepi.
Ketua KEF, perwakilan dari pengusaha, Sohn Kyung-shik menekankan perlunya fleksibilitas yang lebih besar dalam sistem minggu kerja.
Mengutip industri game, di mana jam kerja biasanya diperpanjang hingga semalaman selama masa krisis.
Sohn mengatakan sistem jam kerja seharusnya mampu mencerminkan sifat berbeda dari berbagai industri.
"Setelah pekerja menyelesaikan seluruh pekerjaan, mereka dapat libur selama seminggu atau dua minggu. Fleksibilitas ini, menurut saya, adalah hal yang paling penting dalam pasar tenaga kerja. Korea harus mengejarnya,” kata Sohn.
Sejatinya, pemerintahan Yoon Suk Yeol telah berusaha merombak sistem kerja pada bulan Maret tahun lalu, namun akhirnya mempertahankan sistem yang ada saat ini setelah menghadapi reaksi keras dari penentang yang mengklaim bahwa rencana yang diusulkan dapat memperpanjang jam kerja maksimum menjadi 69 jam.
Di sisi lain, pihak pekerja sangat menentang penerapan fleksibilitas yang lebih besar pada sistem yang ada saat ini, dengan alasan bahwa sistem tersebut akan memperpanjang jam kerja secara keseluruhan.
Sebaliknya, dua serikat pekerja terbesar di Korea Selatan – FKTU dan Konfederasi Serikat Buruh Korea – keduanya berupaya menerapkan empat hari kerja dalam seminggu.
Pada konferensi pers tanggal 4 Juni, Presiden FKTU Kim Dong-myung mengusulkan tujuh tugas legislatif utama untuk Majelis Nasional, termasuk memperkenalkan empat hari kerja dalam seminggu.
Selama masa kampanye pemilihan umum tanggal 10 April, oposisi utama, Partai Demokrat Korea, berjanji untuk menerapkan jam kerja 4,5 hari dalam seminggu, dan berjanji untuk menyusun langkah-langkah dukungan bagi perusahaan yang menerapkan sistem tersebut.
Dengan latar belakang ini, serikat pekerja Hyundai Motor Company, yang telah lama menjadi barometer perundingan bersama di negara tersebut, memulai negosiasi dengan produsen mobil tersebut, menuntut setengah hari kerja setiap hari Jumat.