Survei: Generasi milenial lebih cepat bosan di kantor
Merdeka.com - Sebuah laporan baru Gallup bertajuk "How Millennials Want to Work and Live" menunjukkan bahwa generasi milenial lebih cepat merasa bosan dibandingkan dengan generasi lainnya.
Di mana sebesar 55 persen generasi milenial tidak benar-benar berkontribusi di kantor, sementara itu 16 persen generasi milenial tidak akan bekerja di kantoran. Artinya, mereka ingin ngeluyur keluar dari kantor, ke jalanan dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Angka tersebut tidak terlalu jauh berbeda dengan generasi lain, lebih banyak Gen X dan baby boomer secara aktif tidak semangat bekerja, namun milenial memang nomor satu dalam hal ketidakaktifan dalam dunia kerja. Bagi para milenial, pekerjaan harus bermakna. Mereka ingin bekerja untuk organisasi yang memiliki misi dan tujuan.
-
Mengapa milenial sering mengalami burnout? Burnout tidak hanya disebabkan oleh pekerjaan yang melelahkan, tetapi juga oleh pola pikir dan gaya hidup yang khas pada generasi milenial.
-
Apa saja gejala burnout pada milenial? Burnout sering kali berkembang secara perlahan dan sulit dikenali. Namun, ada beberapa tanda yang perlu diwaspadai: 1. Kelelahan yang BerkepanjanganRasa lelah tidak hanya secara fisik tetapi juga emosional, meskipun telah beristirahat. 2. Sinisme terhadap PekerjaanPekerjaan yang dulunya menyenangkan kini terasa membosankan atau tidak berarti. 3. Penurunan ProduktivitasSulit fokus, sering menunda-nunda pekerjaan, atau merasa tidak mampu menyelesaikan tugas dengan baik. 4. Gangguan KesehatanBurnout dapat menyebabkan masalah fisik seperti sakit kepala, gangguan tidur, hingga penyakit kronis.
-
Kenapa milenial sulit mengatur keuangan? Salah satu faktor utama yang membuat milenial sering menghadapi masalah keuangan adalah perubahan prioritas yang disebabkan oleh perkembangan zaman. Mereka lebih memprioritaskan pengalaman hidup, seperti berlibur, bersantai di kafe, atau membeli barang-barang untuk menunjang penampilan di media sosial, sehingga mengabaikan pentingnya menabung atau berinvestasi.
-
Apa saja kebiasaan keuangan yang membuat milenial sulit? Berikut ini adalah empat kebiasaan yang sering membuat milenial mengalami kesulitan finansial, seperti yang dilansir oleh Merdeka.com dari laman yourtango.com pada Kamis (28/11/2024). 1. Kebiasaan untuk Menghindari Masalah Keuangan Menghindari masalah keuangan merupakan kebiasaan yang umum di kalangan milenial.
-
Kenapa Gen Z bingung dengan jargon di kantor? Pada akhirnya, pembicaraan tentang menghemat waktu sebenarnya dapat mengakibatkan bisnis membuang-buang waktu.'Jargon atau singkatan mungkin mempercepat komunikasi, tetapi juga dapat membuka peluang terjadinya kesalahpahaman, terutama di kalangan karyawan tingkat pemula yang mungkin sedang berjuang menyesuaikan diri dengan peran baru mereka,' kata juru bicara Wix kepada Metro .
-
Bagaimana cara milenial mengatasi burnout? Burnout bukanlah sesuatu yang bisa hilang dengan sendirinya. Dibutuhkan perubahan pola pikir, kebiasaan, dan lingkungan untuk mengatasi kondisi ini.
Laporan ini dimaksudkan sebagai pemandu bagi manajer yang berusaha menarik dan mempertahankan karyawan milenial, yang sepertinya didambakan karena mereka melek teknologi dan otaknya penuh dengan ide segar.
Rekomendasi Gallup adalah bahwa lingkungan kerja harus mengadopsi kultur mereka agar sesuai dengan milenial dan nilai-nilai mereka. Artinya, para bos harus berfokus mengklarifikasi tujuan pekerjaan karyawan, memberikan karyawan feedback secara rutin, dan berhenti memberikan fasilitas-fasilitas seperti meja pingpong dengan harapan karyawan senang dengan pekerjaan mereka.
Namun dilihat dari sudut pandang generasi milenial yang tidak aktif di tempat kerjanya, gambarannya tidak seperti ini. Mungkin rasanya menenangkan bahwa bukan hanya Anda satu-satunya yang berpindah-pindah dari halaman Facebook ke situs pencari pekerjaan selama berjam-jam, orang-orang yang merasa masa mudanya habis mendengarkan bunyi dengungan AC di kantor.
Mungkin kurang menyenangkan bahwa sekitar 50 persen dari Gen X dan Baby Boomer juga sama tidak pedulinya dengan pekerjaan, bahwa rasa bosan ini bukanlah penyakit masa muda yang nantinya akan hilang. Mungkin memang dunia seperti ini. Pekerjaan itu dari dulu menyebalkan, membosankan, absurd dan memang selalu seperti ini.
Gallup menemukan bahwa sebagian besar milenial mencari, atau paling tidak tertarik dengan peluang pekerjaan baru. Apabila Anda masih muda dan tidak bahagia, Anda mungkin membayangkan pekerjaan Anda berikutnya akan membuat Anda menjadi individu yang baru, segar, puas dan memiliki banyak teman yang keren.
Alih-alih mengubah diri, banyak orang mengira mereka bisa menyelesaikan masalah dengan cara mengubah pekerjaan. "Bagi milenial, sebuah pekerjaan bukanlah sekedar pekerjaan, tapi hidup mereka juga," tulis CEO Gallup Jim Clifton di bab pembuka laporan, dikutip Vice. (mdk/azz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perubahan yang terjadi antar generasi adalah hasil yang diminta dari pekerjaan.
Baca SelengkapnyaTren ini mengancam akan merusak pasokan tenaga kerja di masa depan.
Baca SelengkapnyaSejumlah pekerja Gen Z mengalami kesulitan dalam mengelola beban kerja.
Baca Selengkapnya40 Persen dari Gen Z lebih memilih menganggur dari pada bekerja di pekerjaan yang tidak mereka sukai.
Baca SelengkapnyaSetidaknya, setiap lima tahun, generasi milenial memanfaatkan uang tabungan mereka untuk berlibur.
Baca SelengkapnyaSebanyak 60 persen perusahaan merasa kurang cocok bekerja dengan generasi Z.
Baca SelengkapnyaSurvei juga menunjukan generasi Z juga kerap menunda berlibur. Penyebabnya antara lain beban kerja yang membuat stres dan kendala keuangan.
Baca SelengkapnyaPerusahaan berpandangan jika generasi z belum siap bekerja.
Baca SelengkapnyaSurvei ini dilakukan Samsung and Morning Consult melibatkan 1.000 generasi Z berusia 16-25 tahun.
Baca SelengkapnyaCalon mahasiswa enggan mengambil jurusan kejuruan karena dianggap berstatus rendah, meski lebih diminati.
Baca Selengkapnya75 persen responden melaporkan merasakan pengaruh AI dalam pekerjaan mereka.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Jepang cenderung lebih memilih berkarir di sektor swasta.
Baca Selengkapnya