Aksara Langka Afrika Ini Ungkap Proses Evolusi Sistem Penulisan, Ditemukan Delapan Pria Buta Huruf
Aksara ini berasal dari Liberia, dibuat oleh pria buta huruf dengan tinta dari buah beri.
Aksara Langka Afrika Ini Ungkap Proses Evolusi Sistem Penulisan, Ditemukan Delapan Pria Buta Huruf
Penemuan tulisan pertama di dunia terjadi lebih dari 5000 tahun yang lalu di Timur Tengah, sebelum ditemukan kembali di China dan Amerika Tengah. Saat ini, hampir semua aktivitas manusia mulai dari pendidikan hingga sistem politik dan kode komputer bergantung pada tulisan.
-
Apa yang ditemukan oleh para peneliti yang mengubah pemahaman kita tentang evolusi ular? Spesies fosil ular yang baru ditemukan di Wyoming, Amerika Serikat tengah mengubah pemahaman kita tentang evolusi ular.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan di Afrika Selatan? Melansir Live Science, IFLScience, BBC Earth, dan Mongabay India, Rabu (3/7), ilmuwan-ilmuwan telah menemukan gundukan rayap aktif tertua di dunia yang telah dihuni selama puluhan ribu tahun.
-
Apa yang diteliti para ilmuwan terkait evolusi manusia berjalan tegak? Pertanyaan seputar evolusi sikap bipedal dari nenek moyang yang berjalan dengan empat kaki telah lama menjadi misteri yang menantang para ilmuwan.
-
Apa yang ditemukan para ahli paleontologi di Afrika Selatan? Para ahli paleontologi menemukan fosil bintang laut brittle atau biasa dikenal bintang rapuh, dari era Devonian di 'unit atas' Formasi Baviaanskloof di Afrika Selatan.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di Afrika Selatan? Arkeolog menemukan patung ikan pari yang terbuat dari pasir berusia 130.000 tahun.
-
Siapa yang menjelaskan evolusi ubur-ubur dalam bukunya? Kemudian, ahli zoologi dan naturalis Jerman Ernst Haeckel, dalam bukunya menjelaskan tentang evolusi yang terjadi pada banyak organisme.
Terlepas dari dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari, kita hanya tahu sedikit tentang bagaimana tulisan berevolusi pada tahun-tahun awalnya. Dengan sedikitnya situs asal, jejak-jejak tulisan pertama menjadi terpisah-pisah atau hilang sama sekali.
Dalam sebuah penelitian yang baru saja diterbitkan dalam jurnal Current Anthropology, tim peneliti di Max Planck Institute for the Science of Human History di Jena, Jerman, menunjukkan bahwa tulisan dengan sangat cepat ‘dikompresi’ agar membaca dan menulis menjadi efisien atau ringkas.
Untuk mencapai pemahaman ini mereka beralih ke sistem penulisan Afrika yang langka yang telah membuat orang luar terpesona sejak awal abad ke-19, dikutup dari Arkeonews, Selasa (16/1).
Foto: Max-Planck Institute
- Ini Alasan Mengapa Pria Menyukai Payudara Wanita, Ternyata Evolusi dan Biologis Memainkan Peran Penting
- Manusia Pertama yang Pergi ke Luar Angkasa Hampir Terbunuh dalam Misinya Gara-gara Teknologi Belum Canggih, Begini Kisahnya
- Prasasti Huruf Paku Berusia 5000 Tahun Diterjemahkan Pakai AI, Hasilnya Mencengangkan
- Ilmuwan Ungkap Suksesnya Sistem Kesehatan Mesir Kuno, Warga Kaya dan Miskin Tak Dibedakan
“Aksara Vai di Liberia dibuat dari awal sekitar tahun 1834 oleh delapan pria buta huruf yang menulis dengan tinta yang terbuat dari buah beri yang dihancurkan,” kata penulis utama Dr. Piers Kelly, yang sekarang berada di Universitas New England, Australia. Bahasa Vai belum pernah ditulis sebelumnya.
Sampai saat ini, aksara ini digunakan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan pandemi.
Foto: Public Domain
“Karena keterisolasiannya, dan perkembangannya hingga saat ini, kami pikir ini mungkin memberi tahu kita sesuatu yang penting tentang bagaimana tulisan berkembang dalam jangka waktu singkat,” kata Kelly.
“Ada hipotesis terkenal bahwa huruf berevolusi dari gambar menjadi tanda abstrak. Namun banyak juga bentuk huruf abstrak pada tulisan awal. Sebaliknya, kami memperkirakan bahwa tanda-tanda awalnya relatif rumit dan kemudian menjadi lebih sederhana pada generasi penulis dan pembaca baru.”
Tim meneliti manuskrip dalam bahasa Vai dari arsip di Liberia, Amerika Serikat, dan Eropa. Dengan menganalisis perubahan tahun demi tahun pada 200 suku kata hurufnya, peneliti menelusuri seluruh sejarah evolusi aksara tersebut mulai tahun 1834 dan seterusnya. Dengan menerapkan alat komputasi untuk mengukur kompleksitas visual, mereka menemukan huruf-huruf tersebut menjadi lebih sederhana secara visual dari tahun ke tahun.
“Para penemu aslinya terinspirasi oleh mimpi untuk merancang tanda-tanda individual untuk setiap suku kata bahasa mereka. Yang satu melambangkan wanita hamil, yang lain melambangkan budak yang dirantai, yang lain diambil dari lambang tradisional. Ketika tanda-tanda ini diterapkan pada penulisan suku kata lisan, kemudian diajarkan kepada orang-orang baru, tanda-tanda tersebut menjadi lebih sederhana, lebih sistematis, dan lebih mirip satu sama lain,” papar Kelly.
Pola penyederhanaan ini juga dapat diamati dalam skala waktu yang lebih lama pada sistem penulisan kuno.
“Kompleksitas visual sangat membantu jika Anda membuat sistem penulisan baru. Anda menghasilkan lebih banyak petunjuk dan kontras yang lebih besar antar tanda, yang membantu pelajar yang buta huruf. Kompleksitas ini kemudian menghalangi efisiensi pembacaan dan reproduksi, sehingga hal ini memudar,” kata Kelly.
Di tempat lain di Afrika Barat, para penemu yang buta huruf merekayasa balik tulisan untuk bahasa yang digunakan di Mali dan Kamerun, sementara sistem penulisan baru masih ditemukan di Nigeria dan Senegal.
“Aksara asli Afrika masih merupakan gudang informasi semiotik dan simbolik yang luas dan belum dimanfaatkan. Masih banyak pertanyaan yang harus ditanyakan," kata filsuf Nigeria Henry Ibekwe menanggapi penelitian ini.