Ilmuwan Ungkap Apa yang Sebenarnya Terjadi pada Korban Letusan Pompeii Lewat DNA
Erupsi gunung api di Pompeii terjadi pada 24 Agustus 79.
Para peneliti yang mempelajari tulang belulang manusia korban letusan gunung api Pompeii menemukan rahasia genetik dari tulang seorang pria dan seorang perempuan yang terkubur ketika kota Romawi itu ditelan abu vulkanik.
"Genom manusia Pompeian" pertama ini adalah satu set "instruksi genetik" yang hampir lengkap dari para korban, yang dikodekan dalam DNA yang diekstraksi dari tulang mereka.
-
Apa saja manfaat dari tes DNA? Tes DNA sebenarnya tidak hanya bermanfaat sebagai itu saja. Tes DNA juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit tertentu.
-
Bagaimana cara mengambil sampel untuk tes DNA? Pada umumnya, tes DNA dilakukan dengan cara mengambil sampel darah maupun jaringan tubuh seperti rambut atau kulit.
-
Siapa yang menggunakan sidik jari DNA? Sidik jari DNA adalah metode yang digunakan oleh ahli forensik untuk menentukan paternitas. Ini juga digunakan untuk mengidentifikasi penjahat.
-
Apa yang ditemukan para ilmuwan dalam DNA organisme bersel tunggal? Para ilmuwan menemukan sisa-sisa genom yang ditinggalkan virus raksasa purba di dalam DNA organisme bersel tunggal yang nenek moyangnya sama dengan organisme kompleks seperti kita.
-
Kenapa penting untuk melakukan tes DNA? Oleh karena itu, penting untuk melakukan tes DNA agar bisa mengetahui struktur genetik dalam tubuh seseorang. Selain itu juga bisa mendeteksi kelainan genetik.
-
Apa yang diukur oleh tes IQ? Tes IQ sendiri sebenarnya mengukur berbagai keterampilan kognitif seperti logika, penalaran, pemecahan masalah, dan kemampuan memahami informasi.
DNA purba yang ditemukan dalam tubuh yang terbungkus abu itu mengeras karena waktu. Temuan ini diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports.
Dua orang itu pertama kali ditemukan pada 1933 di Casa del Fabbro atau Rumah Perajin. Mereka tertumpuk di pojok ruang makan dan diperkirakan mereka sedang makan siang ketika erupsi terjadi pada 24 Agustus tahun 79.
Salah satu penelitian terbaru menyatakan awan abu besar dari erupsi Gunung Vesuvius menewaskan para penduduk kota kurang dari 20 menit setelah erupsi terjadi.
Menurut ahli antropologi Dr Serena Viva dari Universitas Salenton, dua korban itu tidak berusaha melarikan diri dari terjangan abu vulkanik.
"Dari posisi (jasad mereka) tampaknya mereka tidak lari," ujar Viva kepada Inside Science BBC Radio 4.
"Jawaban mengapa mereka tidak lari bisa dikaitkan dengan kondisi kesehatan mereka," lanjutnya, dikutip dari laman BBC, Senin (30/5).
Petunjuk terkait kondisi dua orang tersebut terungkap dalam penelitian baru tulang belulang mereka.
"Pertama kali kami memeriksanya, dan kelihatannya menjanjikan, jadi kami memutuskan untuk mencoba (ekstraksi DNA)," jelas pemimpin penelitian, Profesor Gabriele Scorrano dari Lundbeck GeoGenetics Kopenhagen.
Penelitian genetik mengungkapkan, kerangka pria tersebut berisi DNA dari bakteri penyebab tuberkolosis. Sehingga para peneliti memperkirakan pria ini terkena penyakit tuberkolosis sebelum kematiannya. Dan sebuah fragmen tulang di dasar tengkoraknya mengandung cukup DNA utuh untuk menyusun seluruh kode genetiknya.
Ini menunjukkan pria itu memiliki "penanda genetik" yang sama - atau titik referensi yang dapat dikenali dalam kode genetiknya - dengan individu lain yang tinggal di Italia selama zaman Kekaisaran Romawi. Tetapi dia juga memiliki sekelompok gen yang biasa ditemukan di pulau Sardinia, yang menunjukkan bahwa mungkin ada keragaman genetik tingkat tinggi di seluruh Semenanjung Italia pada saat itu.
Harta karun
Profesor Scorrano mengatakan masih banyak hal yang perlu dipelajari terkait biologi Pompeii - termasuk dari DNA lingkungan purba, yang dapat mengungkapkan lebih banyak tentang keanekaragaman hayati pada masa itu.
"Pompeii seperti sebuah pulau Romawi," ujarnya.
"Kita punya gambaran soal satu hari yang berlangsung pada tahun 79 Masehi."
Viva menambahkan, setiap jasad manusia di Pompeei merupakan "harta karun".
"Orang-orang ini saksi bisu salah satu peristiwa bersejarah paling terkenal di dunia," ujarnya.
"Bekerja dengan mereka sangat emosional dan sebuah privilese besar bagi saya."
(mdk/pan)