Laporan Reuters: 4 Dari 10 Orang di Dunia Tidak Mau Lagi Baca Berita, Mereka Lebih Memilih Konten Ini
Survei: 4 Dari 10 Orang di Dunia Tidak Mau Lagi Baca Berita, Mereka Lebih Memilih Konten Ini
Laporan dari Institut Reuters Universitas Oxford, Inggris, mengungkap sebagian orang di seluruh dunia mulai berpaling dari berita.
-
Kapan survei Indikator Politik Indonesia dilakukan? Survei tersebut melibatkan 810 responden dengan metode simple random sampling dan margin of error sekitar 3,5 persen.
-
Kapan survei Litbang Kompas tentang citra Polri dilakukan? Mahasiswa Apresiasi Polri atas hasil survei Litbang Kompas baru-baru ini.
-
Bagaimana metode survei Litbang Kompas dilakukan? Survei dilakukan Litbang Kompas pada 29 November hingga 4 Desember 2023 terhadap 1.364 responden yang dipilih secara acak. Metode penelitian yaitu dengan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia.
-
Siapa yang melakukan survei mengenai dai pilihan netizen? Menurut hasil survei Jayabaya Engine X Dai kondang Gus Miftah menjadi dai pilihan netizen menurut hasil survei Jayabaya Engine X dalam kontekstual perbincangan Ulama dan Dai Pilihan Netizen Indonesia (Mix Base).
-
Bagaimana cara Utting Research melakukan survei? Survei tersebut dilakukan menggunakan metode multi stage random sampling, dengan margin of error sebesar 2,8 persen pada tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
-
Siapa yang paling teratas dalam survei? Dalam survei tersebut, Prabowo-Gibran yang paling teratas.
Laporan Reuters: 4 Dari 10 Orang di Dunia Tidak Mau Lagi Baca Berita, Mereka Lebih Memilih Konten Ini
Banyak yang menganggap berita saat ini terasa menyedihkan, tiada henti dan membosankan.
Menurut laporan itu, hasil survei mengungkap 4 dari 10 (39%) orang di seluruh dunia mengatakan mereka kadang-kadang atau sering secara aktif menghindari berita. Angka ini naik sebesar 10% dibandingkan dengan hasil pada 2017, yang mencapai sekitar 29%.
Para penulis laporan ini memperkirakan kenaikan angka ini disebabkan oleh berita perang di Ukraina dan Timur Tengah. Saat ini, penghindaran berita berada pada tingkat rekor tertinggi.
Studi ini melibatkan sebanyak 94.943 orang dewasa dari 47 negara yang disurvei oleh YouGov pada Januari dan Februari untuk Laporan Berita Digital tahun ini.
- Jumlah Situs Berita Hoaks di AS Lebih Banyak Dari Surat Kabar Resmi, Ini Perbandingan Jumlahnya
- Kesabaran Seluas Angkasa, Perempuan Ini Rawat Suaminya Selama 10 Tahun Sampai Terbangun dari Koma
- Bulan Terbuat dari Apa? Ilmuwan Akhirnya Punya Jawabannya, Ternyata Mirip Bumi
- Ilmuwan Gali Lubang Terdalam di Dunia, Terdengar Ada 'Suara Neraka'
Dilansir BBC, Senin (17/6), laporan ini menyatakan pemilihan umum meningkatkan minat terhadap berita di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat.
Namun, hasil survei mengungkap tren keseluruhan tetap menurun.
Pada 2017, sekitar 63% orang di seluruh dunia tertarik pada berita, namun saat ini, hasil survei menunjukan angka tersebut turun hingga 46%.
Di Inggris, minat terhadap berita telah berkurang hampir separuhnya sejak 2015.
"Agenda berita jelas sangat sulit dalam beberapa tahun terakhir," kata penulis utama laporan tersebut, Nic Newman, kepada BBC News.
"Anda telah mengalami pandemi dan perang, jadi ini adalah reaksi yang cukup alami bagi orang-orang untuk berpaling dari berita, apakah itu untuk melindungi kesehatan mental mereka atau hanya ingin melanjutkan hidup mereka."
Newman mengatakan mereka yang memilih untuk menghindari berita secara selektif juga sering melakukannya karena mereka merasa "tidak berdaya".
"Mereka adalah orang-orang yang merasa tidak memiliki kuasa atas hal-hal besar yang terjadi di dunia," katanya.
Beberapa orang merasa semakin kewalahan dan bingung dengan banyaknya berita yang ada,
sementara yang lain merasa lelah dengan politik, tambahnya.
Wanita dan orang-orang yang lebih muda lebih cenderung merasa lelah dengan banyaknya berita yang ada, menurut laporan tersebut.
Sementara itu, kepercayaan terhadap berita tetap stabil di angka 40%, tetapi secara keseluruhan masih 4% lebih rendah dibandingkan dengan puncak pandemi Covid-19.
Di Inggris, kepercayaan terhadap berita sedikit meningkat tahun ini, yaitu 36%, tetapi masih sekitar 15 poin persentase lebih rendah daripada sebelum referendum Brexit tahun 2016.
BBC adalah merek berita yang paling dipercaya di Inggris, dari semua merek yang disurvei, diikuti oleh Channel 4 dan ITV.
Laporan tersebut menemukan pemirsa untuk sumber berita tradisional seperti TV dan media cetak telah menurun tajam selama satu dasawarsa terakhir. Orang-orang yang lebih muda memilih mendapatkan berita secara daring atau melalui media sosial.
Di Inggris, hampir tiga perempat orang (73%) mengatakan mereka mendapatkan berita secara daring, dibandingkan dengan 50% untuk TV dan hanya 14% untuk media cetak.
Platform media sosial yang paling penting untuk berita masih tetap Facebook, meskipun sedang mengalami penurunan dalam jangka panjang.
YouTube dan WhatsApp tetap menjadi sumber berita yang penting bagi banyak orang
sementara TikTok sedang naik daun dan kini telah mengambil alih posisi X (sebelumnya Twitter) untuk pertama kalinya.
Tiga belas persen orang menggunakan aplikasi berbagi video untuk mencari berita, dibandingkan dengan 10% yang menggunakan X.
Angka untuk TikTok bahkan lebih tinggi untuk usia 18-24 tahun secara global, yaitu 23%.
Terkait dengan pergeseran ini, video menjadi sumber berita daring yang lebih penting, terutama di kalangan anak muda. Video berita pendek memiliki daya tarik yang paling besar, menurut laporan tersebut.
"Konsumen mengadopsi video karena mudah digunakan, dan menyediakan berbagai macam konten yang relevan dan menarik," kata Newman.
"Namun, banyak ruang redaksi tradisional yang masih berakar pada budaya berbasis teks dan kesulitan untuk mengadaptasi cara bercerita mereka."
Laporan tersebut mengatakan , bagi para penerbit, podcasting berita merupakan sebuah titik terang. Namun, ini adalah "aktivitas minoritas secara keseluruhan", yang menarik terutama audiens yang berpendidikan tinggi.
Sementara itu, bagi para jurnalis - sebuah kabar baik. Laporan tersebut menemukan adanya kecurigaan publik yang meluas tentang bagaimana kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat digunakan dalam pelaporan, terutama untuk berita-berita yang sulit seperti politik atau perang.
"Ada lebih banyak kenyamanan dengan penggunaan AI dalam tugas-tugas di belakang layar seperti transkripsi dan penerjemahan; dalam mendukung dan bukannya menggantikan jurnalis," tambah laporan tersebut.