Tolak Survei Masjid, Muslim India Bentrok dengan Polisi Hingga 4 Orang Tewas
Warga Muslim khawatir masjid ini akan diambil alih oleh kelompok lain dan dijadikan kuil.
Warga Muslim di distrik Sambhal, negara bagian Uttar Pradesh, India, menolak survei Masjid Shahi Jama yang dibangun di era Kekaisaran Mughal dan menggelar demonstrasi pada Minggu (24/11). Survei tersebut merupakan perintah pengadilan dan warga Muslim khawatir masjid tersebut akan diambil alih kelompok Hindu sebagaimana yang terjadi pada Masjid Babri di Ayodhya yang dijadikan kuil.
Demo tersebut berujung bentrok dengan anggota polisi, menewaskan empat orang. Akibat kejadian ini, polisi menangkap puluhan orang, memutus jaringan internet, menutup sekolah, dan memperketat pengamanan di distrik tersebut.
- Gara-Gara Tempat Salat Jumat, Kades di OKU Timur Tusuk Marbot Masjid hingga Kritis
- Toa Masjid di Lubuklinggau Ditembaki OTK, Ratusan Butir Peluru Diamankan Polisi
- Pemuda Dipukul dan Diancam Badik saat Salat Subuh di Masjid Smansa 81 Makassar, Pelaku Diburu Polisi
- Sudah 4 Kali Lakukan Aksi Pencurian Kotak Amal Masjid, Pria Ini Akhirnya Diringkus Polisi
Tiga pria Muslim yang tewas diidentifikasi bernama Naeem, Bilal, dan Noman, di mana ketiganya meninggal pada Minggu. Jumlah korban bertambah menjadi empat setelah seorang pemuda 19 tahun meninggal karena luka yang dideritanya.
“Semua sekolah dan perguruan tinggi telah ditutup dan pertemuan publik telah dilarang (di Sambhal)," kata seorang perwira polisi senior, Aunjaneya Kumar Singh, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (27/11).
Singh menambahkan, pihak berwenang juga melarang orang luar, organisasi sosial, dan perwakilan publik memasuki kota tanpa izin resmi sampai 30 November.
Sedikitnya 25 orang telah ditangkap dan pengaduan polisi telah diajukan terhadap sekitar 2.500 orang, termasuk Anggota Parlemen setempat Zia-ur-Rehman Barq dari Partai Samajwadi (SP) regional, menurut kepala polisi Sambhal, Krishan Kumar Bishnoi.
Barq dituduh menghasut massa, namun membantah tuduhan tersebut.
"Sangat disayangkan, ini adalah insiden yang sudah direncanakan sebelumnya. Di seluruh negeri, umat Muslim menjadi sasaran," kata Barq.
Kebuntuan Berujung Bentrok
Sebelumnya, pengadilan setempat mengizinkan survei masjid tersebut berdasarkan petisi yang diajukan delapan penggugat yang dipimpin pengacara pro-Hindutva, Hari Shankar Jain yang mengklaim masjid abad ke-16 itu dibangun di lokasi kuil Hindu, kata para pejabat.
Survei hari Minggu, yang kedua dalam lima hari, ditentang oleh masyarakat setempat yang khawatir survei itu merupakan upaya untuk mengambil alih masjid dan memicu ketegangan komunal. Survei pertama yang dilakukan pada tanggal 19 November diselesaikan dengan kerja sama masyarakat setempat. Umat Muslim mengatakan pengadilan terburu-buru melakukan survei dan mereka tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka.
Apa yang awalnya merupakan kebuntuan meningkat menjadi bentrokan ketika pengunjuk rasa melemparkan batu ke polisi, yang dibalas dengan tembakan gas air mata, menurut polisi. Polisi mengatakan sedikitnya 16 petugas "terluka parah" selama protes tersebut.
Video yang beredar di media sosial menunjukkan adegan pelemparan batu dan kendaraan dilalap api saat polisi menggunakan senjata api.
Penyelidikan Yudisial
Politisi dan aktivis oposisi menuduh pemerintah negara bagian, yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata (BJP), yang berhaluan nasionalis Hindu, telah "mengatur" survei tersebut untuk memecah belah umat Hindu dan Muslim.
Akhilesh Yadav, mantan Kepala Menteri Uttar Pradesh dan pemimpin SP, menyalahkan pemerintah negara bagian atas kerusuhan tersebut.
"Insiden ini sangat disayangkan," katanya.
Partai oposisi Kongres menyerukan penyelidikan yudisial atas kekerasan tersebut.
"Insiden Sambhal adalah hasil dari politik kebencian yang dilakukan oleh pemerintah ini. Dengan terbunuhnya lima orang di sana, penyelidikan yudisial harus dilakukan terhadapnya," kata kepala Kongres negara bagian, Ajay Rai.
"Kekerasan yang terjadi di sana, di mana tiga Muslim ditembak mati, adalah sesuatu yang sangat kami kecam. Ini bukan penembakan, ini pembunuhan," kata Asaduddin Owaisi, presiden partai All India Majlis-e-Ittehadul Muslimeen, kepada wartawan di luar gedung parlemen.
Owaisi, yang mewakili daerah pemilihan selatan Hyderabad di Lok Sabha, majelis rendah Parlemen, mengatakan masjid yang dimaksud berusia 200-250 tahun dan pengadilan mengeluarkan “perintah ex-parte” mengenai masjid tersebut tanpa mendengarkan pengurusnya.