Begini Ngerinya Serangan Harimau di Sukabumi saat Zaman Belanda, Jadi Sorotan Media Asing
Biasanya warga yang menjadi korban harimau akan diterkam tiba-iba, diseret ke hutan dan keesokan hari jasadnya sudah dalam bentuk tulang belulang.
Biasanya warga yang menjadi korban harimau akan diterkam tiba-iba, diseret ke hutan dan keesokan hari jasadnya sudah dalam bentuk tulang belulang.
Begini Ngerinya Serangan Harimau di Sukabumi saat Zaman Belanda, Jadi Sorotan Media Asing
Saat Sukabumi masih bernama Jampang paruh abad ke-19, kondisinya belum semodern sekarang. Masih banyak wilayah tersebut yang merupakan hutan, serta kebun milik warga dengan pepohonan yang rindang.
Akses juga dekat dengan lereng gunung, yang merupakan habitat hewan liar salah satunya harimau. Di masa itu tak sedikit konflik antara warga dengan kucing besar tersebut, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.
-
Apa yang ditemukan warga di Desa Surotrunan, Kebumen? Warga Desa Surotrunan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen, dibuat heboh. Sebuah gundukan tanah misterius ditemukan pada salah satu pekarangan milik warga.
-
Kenapa Curug Cimarinjung di Sukabumi terkenal? Memotret diri dengan keindahan ngarai dan air terjun akan membuat hasil foto pengunjung semakin istimewa.
-
Siapa yang pamit dari jabatannya dan melakukan botram bareng warga di Sukabumi? Momen perpisahan usai menjabat selama lima tahun dibagikan Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum.Pria yang kerap disapa Kang Uu ini terlihat melakukan kegiatan botram bareng warga di pedesaan Sukabumi, Jawa Barat.
-
Bagaimana sejarah Museum di Puro Mangkunegaran? Museum ini terletak tak jauh dari Balai Kota Solo, berdasarkan sejarahnya, museum ini sudah dibangun sejak tahun 1867 dan dulunya digunakan sebagai kantor untuk De Javasche Bank Agentschap Soerakarta.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
Pemerintah Belanda belum memiliki kebijakan khusus, atau aturan terkait konservasi hewan liar jenis harimau karena populasinya dianggap belum kritis. Belum lagi, hewan tersebut kerap terbunuh setelah menyerang manusia sehingga mengancam keberadaannya.
Kasus penyerangan harimau terhadap manusia sendiri kala itu sampai mendapat sorotan koran asing milik Belanda, karena seringkali brutal dan korbannya sulit tertolong.
Berikut kilas baliknya.
Gambar: Youtube Nusa History
Tahun 1800-an Harimau Sering Masuk Permukiman Warga
Sejumlah surat kabar Belanda banyak memuat keganasan harimau yang menyerang warga secara brutal.
Gambar: Ig Sejarah Jampang.
Hewan besar itu langsung menerkam, mencabik dan mengigit seseorang yang kebetulan bersinggungan.
Dalam Instagram @sejarahjampang, wilayah yang kala itu merupakan Das Sungai Cimandiri tersebut dilaporkan berkali-kali terjadi serangan harimau Jawa. Datangnya secara tiba-tiba, dari kawasan hutan lereng gunung sekitar.
Dalam pemberitaan surat kabar De Staandard edisi 13 Februari 1883, diberitakan tentang seorang warga yang diterkam harimau dan jasadnya ditemukan di hutan.
Kronologis Kejadian
Wartawan koran Standaard melaporkan bahwa mulanya kejadian tersebut berlangsung pada malam hari. Jam sudah menunjukkan sekitar tengah malam, dan seorang warga yang tengah terlelap kemudian mendengar suara hewan ternaknya secara tak wajar.
- Kenalan dengan Gekbreng, Cara Orang Sukabumi Zaman Dulu Sindir Ketidakadilan Pemerintah
- Terlibat Pembunuhan Berencana, Caleg ini Terancam Hukuman Mati
- Meninggal Dunia, Balita Dipatuk Kobra Saat Masukkan Tangan ke Lubang
- 4 Sekeluarga Tewas Diduga Dirampok di Musi Banyuasin, Rumah Korban Jauh dari Permukiman
Kemudian, sang pemilik bergegas mengecek kondisi kandangannya dan mendapati hewan ternaknya sudah tak bisa diselamatkan.
Tak berselang lama, pria malang itu tiba-tiba disergap oleh hewan buas tersebut dan diseret ke dalam hutan. Tubuhnya terkoyak, hingga pagi hari jasadnya ditemukan dalam kondisi sudah menjadi tulang belulang.
Sering Tiba-tiba Menerkam Apapun
Lain lagi dalam pemberitaan Surat Kabar Spion dan Pemandangan yang terbit di Jampang, Sukabumi.
Dua koran itu juga memberitakan harimau yang masih menyerang warga sampai sekitar tahun 1930-an.
Dilaporkan sebuah kejadian mengerikan dirasakan oleh seorang warga Tionghoa saat hendak menuju Jalan Doea Ambtenaar (Doa Ambtenar – ejaan lama), Desa Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap.
Ia yang menaikki taksi pada malam hari, dikejutkan dengan serangan harimau yang datang tiba-tiba dari arah hutan.
Harimau bergerak begitu cepat, dan menabrak kendaraan taksi tersebut hingga bergoyang. Baik penumpang yakni warga Tionghoa, dan sang sopir bernama Ma’roef langsung terkejut dan mengendalikan laju kendaraan.
Beruntung mobil bisa kembali stabil, dan raja hutan itu langsung berlari ke arah hutan seberang dengan berlari cepat. Walau demikian, Ma’roef dan sang penumpang sempat syok karena hampir masuk ke dalam jurang.
Diyakini Habitatnya di Gua
Harian Spion dan Pemandangan sempat mewawancarai warga setempat. Ketika itu banyak yang percaya bahwa harimau tersebut tinggal di sebuah gua yang gelap dan besar.
Harimau biasanya akan keluar untuk mencari makan di malam hari, seperti kejadian yang dialami sopir taksi Ma’roef dan seorang penumpang Tionghoa tersebut.
Gerakannya cepat, lincah dan mengejutkan sehingga calon mangsa kebanyakan tak menyadari serangan tersebut.
Sampai pertengahan abad ke-20, harimau dan hewan buas lainnya kerap jadi musuh warga dan seringkali dibunuh saat dijumpai masuk ke permukiman masyarakat.
Ancaman Bagi Pejalan Kaki
Di masa itu harimau menjadi ancaman yang serius bagi para pejalan kaki. Dalam laporan koran Belanda saja banyak diberitakan tentang pejalan kaki yang tiba-tiba diterkam, tanpa diketahui posisi harimau sebelumnya.
Ketika pejalan kaki tidak membawa senjata, dapat dipastikan kondisinya tidak terselamatkan. Bisa saja, jasadnya diseret ke hutan lalu menjadi santapan koloninya. Keesokan hari, yang ditemukan hanya tulang belulang.
Kondisi ini lah yang menggambarkan kecemasan warga Jampang alias Sukabumi di zaman Hindia Belanda, ketika hewan liar dan buas masih sangat banyak dan kerap bersinggungan dengan masyarakat.
Ini kemudian memunculkan pertanyaan peranan pemerintah kolonial tentang jaminan keamanan warga yang rentan diserang, terutama yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan atau kampung pelosok.