Kenalan dengan Gekbreng, Cara Orang Sukabumi Zaman Dulu Sindir Ketidakadilan Pemerintah
Ini bukan sekedar hiburan biasa, melainkan salah satu media untuk melawan ketidakadilan pemerintah.
Gekbreng jadi salah satu tradisi lawas yang masih bertahan di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kehadirannya sudah bertahan sejak abad ke-20 silam, di mana pasukan kolonial Belanda masih berkuasa.
Ini bukan sekedar hiburan biasa, melainkan salah satu media untuk melawan ketidakadilan pemerintah. Penampilan Gekbreng juga terbilang unik, karena digelar melalui penampilan teater.
-
Apa Tari Cepet di Sukabumi? Tari Cepet menjadi kesenian lawas yang berkembang di Sukabumi, Jawa Barat. Banyak yang percaya jika hewan buas akan lari jika melihat tarian tersebut.
-
Dimana Kesenian Kutukuprak di Sumedang dulunya sering dipentaskan? Sebelumnya, kesenian ini lahir dan dirawat oleh warga di wilayah Jatigede dan sekitarnya yang sering dipentaskan.
-
Apa itu Tradisi Cikibung? Dahulu, tradisi Cikibung lazim dilakukan oleh ayah di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk melindungi anaknya. Tradisi ini biasanya digelar di kawasan leuwi atau sejenis sungai yang cukup dalam pada sore hari. Warga setempat juga menyebutnya sebagai kasidah air, lantaran pemainnya yang merupakan ayah dan anak laki-laki menepuk-nepuk air hingga menghasilkan nada tertentu mirip kasidahan.
-
Bagaimana cara masyarakat Bangka Belitung menjaga lingkungan melalui Kelekak? Kelekak dilakukan dengan sengaja agar lahan yang sudah tidak ditanami oleh suatu tumbuhan akan digantikan dengan tanaman buah seperti durian, cempedak, duku, dan jenis tanaman lainnya. Seluruh tanaman tersebut ditinggal dan dibiarkan tumbuh hingga menjadi hutan tanaman buah di kemudian hari.
-
Mengapa Tari Petake Gerinjing penting bagi budaya Indonesia? Kemudian, tarian ini bukanlah hanya sekedar seni tradisional saja, tetapi juga menjadi sarana menyampaikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan pesan moral.
-
Apa makna Tari Rayak-rayak Sukabumi? Disebutkan bahwa tari Rayak-rayak Sukabumian ini merupakan penggambaran dari rasa syukur oleh kaum muda di sana. Ini terlihat dari gerakannya yang banyak menyibakkan tangan sebagai tanda bentuk sorak sorak bergembira. Ini diartikan sebagai bentuk rasa syukur yang dihadirkan melalui ekspresi tarian suka cita.
Diiringi irama musik tradisional Sunda dan penampilan pemain yang energik, upaya menyindir penguasa pun kemudian dianggap berhasil. Seni Gekbreng kemudian terus dilestarikan hingga sekarang dan menjadi salah satu kekayaan budaya lawas khas Kabupaten Sukabumi.
Berawal Kekuasaan Pemerintah yang Tak Adil
Mengutip Instagram Disparbud Jabar, Gekbreng sebelumnya muncul atas keresahan rakyat di tahun 1918. Di masa itu banyak ketidakadilan yang diciptakan oleh pemerintah, sehingga kondisi masyarakat banyak yang tidak nyaman.
Kondisi ini kemudian ditangkap oleh pendiri pertama Gekbreng, Abah Ba’i, yang kemudian dikreasikan menjadi sebuah hiburan rakyat.
Agar menarik, Abah Ba’i juga mengemas Gekbreng melalui penampilan teater tradisional dengan harapan pesan yang tersirat bisa dilihat oleh masyarakat secara luas maupun pemerintah.
Dikemas dengan Humor dan Tarian
Dalam laman Budaya Indonesia, kegelisahan rakyat ini kemudian dikemas melalui beberapa adegan di teater. Kebanyakan, keluh kesah masyarakat ini dikemas melalui ekspresi tarian dan humor komedi yang segar.
Abah Ba’i menarikannya dengan penuh ekspresi lucu dan menghibur, sehingga tradisi ini mudal dikenal secara luas.
Pemerintah Belanda kemudian banyak yang tidak sadar, jika tindakan mereka sebenarnya sedang diprotes secara halus oleh warga. Sembari menari, Abah Ba’i juga menyampaikan sisindiran-sisindiran halus dalam bentuk nyanyian.
Gunakan Gerakan Silat hingga Jaipong
Pertunjukan Gekbreng biasanya diadakan di tempat terbuka seperti pendopo, lapangan maupun halaman rumah. Bukan tanpa alasan, karena dalam para pemainnya akan mengombinasikan sejumlah gerakan mulai dari pencak silat, jaipong hingga tarian luwes yang mengocok perut.
Pemain juga tidak ditentukan jumlahnya, bisa satu sampai tiga orang di atas panggung dengan memakai kostum berupa kebaya lengan pendek, kain batik, celana pangsi, dan selendang yang kadang-kadang dililitkan di pinggang.
Semakin meriah ketika lantunan instrumen musik Sunda dimainkan oleh nayaga seperti gamelan Sunda, kendang, terompet, rebab, sampai goong.
Dekorasi panggung pun tidak banyak, dan hanya diisi oleh pemain serta peralatan musik serta sang penari itu sendiri sembari membacakan narasi sesuai tema yang dibawakan.
Butuh Pelestari
Merujuk kanal YouTube Forum Kesenian Desa Mekarsari, saat ini kondisi kesenian Gekbreng butuh untuk dikenalkan. Salah satu pelestari Abah Adji mengaku pementasan Gekbreng tidak sebanyak dulu tahun 1980-an.
Ia berharap agar generasi muda bisa ikut aktif merawat dan melestarikan Gekbreng, sehingga kesenian ini tidak punah.
“Kalau anak-anak sekarang mah kesukaannya dangdut atau apa gitu, padahal Gekbreng kan warisan leluhur,” kata dia.
Cinta Mati Terhadap Gekbreng
Ditambah Abah Adji, dirinya benar-benar cinta terhadap kesenian ini sehingga ilmunya terus ia bagi. Ia sadar bahwa usia akan mati, namun kecintaan terhadap Gekbreng tak boleh selesai.
Dari sana, selama dirinya sehat, ia selalu semangat saat diundang untuk mementaskan kesenian Gekbreng. Hanya dengan cara ini, kesenian nenek moyang tersebut bisa bertahan di tengah kemajuan zaman.
“Ya kalau abah sehat, tidak ada keperluan, abah pasti siap tampil termasuk sama grup lain, sekarang mah paling penting bersatu,” katanya.
Sebagai salah satu kesenian yang hampir punah, Gekbreng baru-baru ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda tahun 2024.