Berbahan Singkong, Ini Fakta Menarik Beras Analog dari Sumedang
Beras analog merupakan pangan alternatif pengganti beras (padi) yang dibuat dari bahan pangan non beras, tetapi bisa dikonsumsi dan dihidangkan seperti nasi
Sudah sejak zaman dulu masyarakat Indonesia aktif mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Beras pun terbagi atas beberapa jenis yakni premium, organik, beras hitam, beras merah dan beras ketan.
Seluruh jenis beras tersebut juga berasal dari satu tanaman sama, yakni batang tumbuhan padi yang dibudidayakan di sawah. Namun pernahkah mendengar jenis beras dengan nama unik yakni beras analog? Jika belum kiranya perlu mengenal jenis ini, karena ternyata menyehatkan.
-
Kapan Suwardi memulai budidaya belut? Ia sudah menjalankan usaha itu sejak 3 tahun lalu.
-
Di mana pisang Agung Semeru dipanen? Pisang andalan Lumajang ini banyak dipanen dari perkebunan di Kecamatan Senduro.
-
Kapan Sujadi memulai budidaya kepiting bakau? Sudah 30 tahun lamanya Sujadi, pria asal Desa Ori, Kecamatan Kuwarasan, Kebumen, menjadi pembudi daya ikan air tawar.
-
Kapan buah angkung matang? Buah angkung memiliki warna biru tua dan daging berwarna merah keunguan saat sudah matang.
-
Kapan sinetron "Ganteng-Ganteng Serigala" ditayangkan? Sinetron legendaris "Ganteng-Ganteng Serigala" yang tayang pada rentang waktu 2014-2015 telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam industri hiburan Indonesia.
-
Apa pengertian anak sulung? Anak sulung adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang lahir pertama atau yang tertua dalam suatu keluarga.
Beras ini diketahui bukan berasal dari tanaman padi, namun dibuat dari umbi-umbian jenis singkong. Beras analog kini bisa ditemui di wilayah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Berikut fakta menarik seputar beras analog.
Dibuat dari Singkong
Beras analog sendiri merupakan beras yang dibuat dari bahan utama non padi, yakni umbi singkong. Walau begitu, rasa dan tekstur tidak jauh berbeda dari nasi berbahan beras padi pada umumnya.
Karena dibuat dari singkong, beras ini memiliki kandungan karbohidrat dan serat yang kaya dan bermanfaat bagi tubuh.
"Beras analog merupakan pangan alternatif pengganti beras (padi) yang dibuat dari bahan pangan non beras, tetapi bisa dikonsumsi dan dihidangkan seperti nasi,” terang Pj Bupati Sumedang, Yudia Ramli, Sabtu (17/8), mengutip sumedangkab.go.id
Penganti Beras pada Umumnya
Jika beras kebanyakan menggunakan kemasan puluhan kilogram, namun beras mandala atau beras analog ini kemasannya ringan.
- 11 Alternatif Bahan Alami Pengganti MSG, Dijamin Lezat, Lebih Sehat dan Aman untuk Anak
- Serba 1 Bahan, Ini 5 Cara Membuat Daging Sapi dan Kambing Lebih Cepat Empuk dan Hemat Gas
- Bahaya Sering Makan Makanan Asin, Bisa Tingkatkan Tekanan Darah
- Harga Beras Melambung, Ketahui Sejumlah Bahan Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti Nasi Putih
Satu bungkus kecil itu bisa dibawa ke mana-mana, dengan berat 550 gram. Kemasannya juga tertutup rapat dan telah teruji keamanannya. Menurut Yudia, beras bisa bisa jadi alternatif pangan saat terjadi kelangkaan sembako.
“Produk olahan singkong ini berupa beras analog berpotensi menjadi pangan utama penganti beras terutama pada saat terjadi kelangkaan pangan,” kata Yudia lagi
Tidak Perlu Dicuci
Mengutip stp.ipb.ac.id, keunggulan lain beras analog adalah proses memasaknya yang mudah. Jika biasanya beras padi harus dicuci terlebih dahulu, namun beras analog bisa langsung dimasak di rice cooker.
Perbedaan dengan nasi, hanya terlihat pada warnanya yang lebih kecokelatan karena bahannya terdiri dari umbi-umbian. Beras analog diciptakan untuk memenuhi kebutuhan gizi karena beras ini disebut lebih sehat dibanding beras yang saat ini dijual di pasaran.
Bekerja Sama dengan Universitas
Dalam pengembangan pangan alternatif ini, Pemkab Sumedang bekerja sama dengan dua perguruan tinggi yakni Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Widyatama. Beras analog dikembangkan oleh IPB melalui kegiatan akademiknya.
Untuk pengembangan padi organik di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, dilakukan oleh Universitas Widyatama di lahan seluas 630,80 Hektare, dari 63,60% wilayahnya merupakan lahan petanian potensial
Universitas Widyatama turut menangani pasca panen seperti kurasi produk, packaging, promosi, marketing dan penjualan. Bahkan perguruan tinggi ini tak menutup kemungkinan terlibat dalam proses pra produksi seperti pengelolaan bibit unggul, pupuk organik dan lain-lain