Melihat Cara Orang Betawi Tempo Dulu Memberi Nama kepada Anak, Jadi Fenomena Sosial yang Unik
Masyarkat Betawi benar-benar sangat memperhatikan perihal nama. Mereka tak ingin nama tersebut sekedar bagus, namun juga mudah dikenal.
Mat Opik, Bang Beni, atau Ncang Omat belakangan familiar sebagai nama dari masyarakat Betawi. Penggalannya pun mudah dihapal, karena maksimal terdiri dari dua kata. Namun tahukah Anda bahwa ada cerita unik di balik kehadiran nama-nama tersebut?
Rupanya, kata-kata singkat yang kita kenal dan melekat sebagai nama orang Jakarta tulen itu merupakan panggilan yang memang disepakati khusus. Selain itu, para orang tua di zaman dulu juga tak pernah sembarangan memberi nama.
-
Kenapa budaya palang pintu muncul di Betawi? Budaya palang pintu muncul ketika daerah-daerah Betawi masih rawan. Dulu jauh sebelum seperti saat ini, orang melamar untuk nikah harus berangkat pada malam hari.
-
Apa yang dimaksud dengan Nyambat di budaya Betawi? Tradisi ini akan meringankan warga yang sedang memiliki hajat atau kegiatan yang berat, dengan adanya keterlibatan dari para tetangga.
-
Apa makna filosofis dari motif pucuk rebung dalam batik Betawi? Masyarakat Betawi menganggap motif pucuk rebung sakral karena memiliki nilai filosofis yang melambangkan keseimbangan hidup antara manusia, alam sekitar, dan Sang Maha Pencipta.
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi Tamat Qur'an di Betawi? Tradisi yang juga dikenal dengan nama Tamat Qur'an ini populer di kalangan warga pinggiran Jakarta, terutama yang masih kental dengan budaya Betawi. Biasanya, acara ini dirayakan oleh anak-anak yang mampu menyelesaikan sebanyak 30 juz. Yang menarik, anak-anak akan diarak keliling kampung sebagai ungkapan rasa bahagia sekaligus menjadi motivasi bagi anak-anak lainnya agar bisa turut menyelesaikannya.
-
Siapa yang melakukan peleburan budaya Arab, China, dan Melayu dalam pakaian pengantin Betawi? Pakaian yang dikenalan pengantin Betawi merupakan contoh peleburan budaya Arab, China, dan Melayu.
-
Apa saja filosofi hidup yang dipegang orang Batak? Melansir dari situs pmb.brin.go.id, orang Batak sangat menjunjung tinggi 3 filosofi hidup yaitu Hamoraon (kekayaan), hagabeon (memiliki keturunan sukses) dan Hasangapon (kehormatan dalam status sosial).
Mereka ingin anak-anaknya dikenal baik, sebagus nama yang diberikan. Itulah mengapa, masyarakat Betawi benar-benar memperhatikan perihal nama. Mereka tak ingin nama tersebut sekadar bagus, namun juga mudah dikenal. Berikut informasinya.
Memberikan Nama Harus Diiringi Selamatan
Mengutip buku “Betawi Tempo Doeloe: Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi” karya Abdul Chaer, pemberian nama kepada anak Betawi yang baru lahir perlu dilakukan dengan hormat. Hormat yang dimaksud adalah, diiringi dengan doa dan perayaan selamatan.
Sebelum disepakati tentang nama, orang tua perlu melakukan rembukan dengan keluarga besar. Ini karena keluarga akan memberikan banyak saran, tentang penamaan yang bagus dan sesuai syariat Agama.
“Mencari dan menentukan nama biasanya dibicarakan dalam satu sedekahan, dengan hidangan bubur merah putih,” catat Chaer, dikutip Merdeka.com, Senin (19/8).
Nama Biasanya Identik dengan Ajaran Agama
Sejak dulu, masyarakat Betawi sudah dekat dengan ajaran agama, terutama Islam. Ini tak terlepas dari proses percampuran banyak budaya, tertutama Timur Tengah dan India yang ketika itu membawa misi penyebaran ajaran Islam.
- Melihat Tradisi Pindahan Rumah Ala Orang Betawi Tempo Dulu, Wajib Lihat Cermin Sebelum Beraktivitas di Luar
- Belajar dari Orang Betawi Tempo Dulu Kenalkan Agama Islam ke Anak, Lewat Dongeng Sebelum Tidur hingga Syair
- Fenomena Anak Harus Cuci Darah, Menkes: Kurangi Minuman Gula
- 30 Pantun Palang Pintu Lucu, Bikin Senyum Mengembang
Perlahan-lahan, para keturunan mereka yang saat ini menjadi masyarakat Betawi masih meneruskan kebiasaan tersebut, yakni memasukkan unsur agama di namanya.
“Untuk anak perempuan biasanya digunakan unsur yang dekat nabi, seperti Maryam, Siti Zulaikha hingga Siti Sarah. Untuk laki-lakinya juga sama, yakni Ali, Umar, Usman atau bisa juga dari Asmaul Khusna seperti Khadir, Rahman, Latif, Gofur dan tak sedikit yang menambah kata Muhammad di depannya,” tulis Chaer.
Memiliki Panggilan yang Mudah Diingat
Dari nama-nama yang baik itu, komunitas Betawi biasanya menyepakati nama panggilan yang mudah diingat oleh keluarga atau masyarakat.
Agar tidak sulit diucapkan, nama yang cukup panjang bisa disingkat seperti Mamat atau Mat untuk Muhammad, Boim untuk Ibrahim dan lain-lain.
“Nama-nama yang bagus ini kelak dalam kehidupan sehari-hari akan berganti menjadi nama poyokan atau sapaan. Misalnya, Abdullah menjadi Duloh atau Uwo, Abdul Khodir menjadi Dading, Abdul Rahman menjadi Oman,” tambah Chaer.
Jadi Kebudayaan Unik Betawi Turun Temurun
Keunikan pemberian dan sebutan nama di kalangan masyarakat Betawi merupakan fenomena sosial yang unik.
Ini membuktikan bahwa nama tidak hanya harus bagus bagi warga sekitar, namun juga harus mudah diucap dan kehadiran nama juga bisa menjadi salah satu media perekat tali silaturahmi.
Nama lengkap juga menjadi bukti nyata bahwa masyarakat Betawi memegang teguh ajaran agama Islam, dengan tetap memakainya pada nama anak-anak mereka.