Mengenal Dusun Malandang, Kampung Adat di Sumedang yang Pantang Sebut Kata "Salam”
Menurut tokoh setempat, akan ada hal yang tidak diinginkan terjadi jika aturan tersebut dilanggar.
Dusun Malandang di Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, memiliki sebuah pantangan unik. Sejak turun temurun, warga setempat diminta untuk tidak mengucapkan kata “Salam”.
Tradisi ini masih diterapkan sampai sekarang dan dipercaya oleh generasi sepuh (para orang tua), termasuk kalangan muda. Menurut tokoh setempat, akan ada hal yang tidak diinginkan terjadi jika aturan tersebut dilanggar.
-
Apa saja yang ditawarkan tempat wisata di Sumedang? Tempat wisata Sumedang akan memberikan pengalaman seru dan menarik selama liburan. Tempat wisata Sumedang ini sayang untuk dilewatkan.
-
Apa saja tempat wisata yang bisa dikunjungi di Sumedang? Sumedang, sebuah kabupaten di Jawa Barat yang terkenal dengan tahu dan sambalnya, ternyata memiliki banyak tempat wisata yang menarik dan populer. Mulai dari wisata alam, budaya, hingga religi, Sumedang menawarkan berbagai pilihan destinasi yang bisa Anda kunjungi bersama keluarga, teman, atau pasangan.
-
Kenapa aturan di Baduy Dalam sangat ketat? Tujuannya agar manusia tidak terjerumus keserakahan duniawi dan melupakan tatanan hidup nenek moyang.
-
Dimana lokasi wisata alam yang menawarkan sensasi berpetualang di Sumedang? Tempat wisata Sumedang ini adalah sebuah bendungan yang berada di Desa Cimarias, Kecamatan Pamulihan.
-
Apa nama tempat mandi warga Baduy? Masyarakat adat Baduy sendiri menyebut tempat mandi ini dengan nama Tampian.
-
Kenapa tempat mandi warga Baduy tradisional dan unik? Tempat ini masih tradisional dan menyatu dengan alam. Warga Baduy di pedalaman Lebak, Banten memiliki tempat mandi khas yang masih dirawat.
Dusun Malandang sendiri memang dikenal sebagai kampung adat yang masih memegang teguh tradisi budaya Sunda. Banyak yang menyebut jika kampung ini memiliki kesamaan dengan wilayah Baduy di Kanekes, Lebak.
Itulah mengapa masyarakat luar juga diminta untuk menghormati dan melestarikan budaya nenek moyang, termasuk untuk ikut tidak menyebut kata “Salam”. Sebenarnya ada apa dengan kata “Salam” sampai dilarang diucapkan di Malandang? Berikut informasinya
Terdapat Makam Pendiri Dusun
Di kampung tersebut, terdapat sebuah makam dari leluhur yang merupakan pendiri dari Dusun Malandang bernama Raden Agus Salam. Ia dahulu melakukan babad alas agar wilayah tersebut bisa dijadikan sebagai permukiman warga.
Merujuk laman Pemkab Sumedang, sosoknya memiliki keberanian dan keteguhan yang kuat. Raden Agus Salam juga disegani termasuk oleh Pemerintahan Kerajaan Mataram di masa lampau.
Dari sosok Raden Agus Salam ini, pantangan untuk tidak mengucapkan kata “Salam” terus dipercaya dan dipelihara sampai sekarang.
- Belajar dari Kepala Desa di Kuningan, Rawat Puluhan ODGJ Karena Panggilan Hati
- Menilik Adat Perkawinan Lampung, Mulai dari Perundingan Sampai Pelepasan Anak Gadis
- Mengenal 3 Burung Unik Asli Madura, Ada yang Bersuara Aneh dan Menakutkan saat Malam Hari
- Desa di Tuban Ini Larang Warga Bangun Rumah Hadap Utara hingga Sembelih Kambing, Ini Alasannya
Tak Boleh Ucapkan Kata “Salam”
Diungkap tokoh adat setempat, Komar, dilarangnya menyebut kata “Salam” sebenarnya merupakan upaya untuk menjaga sopan santun dan rasa hormat terhadap sesepuh dusun yakni Raden Agus Salam.
Dalam budaya Sunda, menyebut kokolot atau orang yang disepuhkan dan dihormati dengan langsung “nama” adalah hal tidak sopan. Itulah mengapa, warga tidak berani melanggar pantangan karena dianggap tidak menghormati jasa leluhur tersebut sampai generasi sekarang nyaman tinggal di dusun.
“Kan Salam itu nama orang tua kita, yang harus dihormati,” kata Komar, mengutip Youtube Trans7, Kamis (29/8).
Berjasa Bagi Kampung dan Disegani Kerajaan Mataram
Hadirnya pantangan ini juga terkait sosoknya yang memiliki pengaruh besar di masa Kerajaan Mataram hendak menyerang Batavia pada abad ke-17.
Ketika itu, Raden Agus Salam yang masih keturunan kerajaan Sumedang Larang diminta untuk menyambut ribuan pasukan dari Mataram menuju markas besar kongsi dagang Belanda VOC.
Saat menjalankan tugas untuk menyiapkan hidangan dan memberikan tempat beristirahat, pasukan Mataram kagum dan merasa nyaman dengan sambutan Sumedang. Dari sana, Sultan Agung memberi kehormatan kepada sosok Raden Agus Salam.
“Ketika ada yang menyebut nama, ini kan dianggap tidak menghormati dan katanya beliau marah besar lewat angin, pohon tumbang, petir yang menyambar,” tambah Komar.
Bagian Budaya Unggah-Ungguh
Sampai sekarang, masyarakat di Dusun Malandang masih terus menjaga kearifan lokal nenek moyangnya di masa silam.
Pantangan untuk mengucapkan salam di kampung tersebut sebenarnya menjadi salah satu budaya dan etika kesopanan yang wajib dimiliki oleh siapapun. Ini merupakan salah satu jalan untuk menghormati sosok yang memiliki usia lebih tua.
Sebenarnya, dalam budaya Sunda menyebut nama adalah hal yang kurang baik, itulah mengapa tradisi ini juga berlaku di ranah keluarga orang Sunda.
“Kalau di Sunda, suami biasanya menyebut istri dengan “ibunya anak-anak” dan suami mengenalkannya dengan sebutan “bapaknya anak-anak”,” kata Sejarahwan, Miftahul Falah.
Jadi Destinasi Religi di Sumedang
Adapun, Dusun Malandang di Buah Dua saat ini mulai dikenal sebagai salah satu destinasi religi yang ada di Kabupaten Sumedang.
Tak jarang ada pengunjung yang berziarah ke makam tersebut, atau untuk sekedar mengingat sejarah. Dusun Malandang pun belakangan mulai dikenal sebagai desa adat Sunda yang masih memegang teguh ajaran leluhur.
Bagi yang ingin berkunjung, posisinya ada sebelah utara kota Kabupaten Sumedang arah menuju Majalengka-Cirebon. Jarak tempuhnya sekitar satu jam, dengan rute yang sudah cukup baik.