Mengenal Mama Sempur, Keturunan Rasulullah di Purwakarta dan Guru Ngaji Bagi Banyak Kiai Kampung
Mama Sempur merupakan sosok ulama yang dikagumi para Kiai hingga warga Jawa Barat. Ia adalah keturunan Rasulullah di tanah Pasundan.
Dalam bahasa Sunda, mama memiliki arti tokoh yang ditauladani atau boleh dibilang setara dengan ulama berilmu luar biasa.
Salah satu sosok mama yang mungkin belum banyak dikenal namun cukup berpengaruh di tanah Pasundan adalah Mama Sempur asal Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Mengapa Masjid At Taqwa Cirebon diganti namanya? Alasan renovasi juga karena posisinya sudah cukup melenceng dari arah kiblat, sehingga perlu diluruskan. Setelahnya, Koordinator Urusan Agama Cirebon, R. M. Arhatha, menginisiasi pergantian nama masjid agar tidak lagi menggunakan kata “Agung”. Ini karena saat itu sudah ada masjid bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ada di Alun-Alun Kasepuhan dan menjadi salah satu masjid kuno paling tua yang ada di sana.
-
Kenapa Masjid Nurul Islam Tuo Kayu Jao penting bagi sejarah Islam di Sumatra Barat? Masjid tertua di Sumatra Barat ini menjadi peninggalan dari penyebaran dan peradaban agama Islam.
-
Apa yang membuat makam Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi di Surabaya menjadi destinasi wisata religi penting? Makamnya jadi salah satu destinasi wisata religi penting di Surabaya
-
Kapan Maulid Nabi diperingati? Hari kelahiran Nabi Muhammad SAW jatuh pada 12 Rabiul Awal setiap tahunnya. Hal ini bersumber dari hadis yang diriwayatkan Imam Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas,وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيع الْأَوَّلِ، عَام الْفِيلِArtinya: "Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal dua belas di malam yang tenang pada bulan Rabiul Awal, Tahun Gajah."
-
Bagaimana Syekh Nurjati menyebarkan agama Islam di Cirebon? Mereka diterima baik oleh penguasa setempat bernama Ki Gendeng Tapa pada tahun 1420, dan diberikan izin untuk mendirikan permukiman di Pesambangan, Giri Amparan Jati (bukit kawasan Gunung Jati). Di sana ia bersama rombongan mulai giat berdakwah, dan mengenalkan Agam Islam secara baik, perlahan dan bijaksana.
Sosok ini merupakan salah satu keturunan Rasulullah yang hidup dan berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam di Indonesia. Ia banyak berkeliling di sepanjang wilayah Cianjur, Purwakarta dan sekitarnya.
Keluhuran ilmu yang dimiliki Mama Sempur membuat dirinya dijadikan panutan oleh banyak tokoh agama. Mama Sempur pun sering dijadikan guru oleh kiai-kiai di kampung untuk mengajarkan agama Islam di kalangan masyarakat.
Sosoknya kini dikenang lewat destinasi religi makam Mama Sempur di kampung kelahirannya, Citeko, Desa Sempur, Kecamatan Plered. Hampir setiap waktu, tempat ini ramai dikunjungi untuk diziarahi. Yuk kenalan dengan sosoknya berikut ini.
Punya Nama Lengkap KH Tubagus Ahmad Bakri Purwakarta
Mengutip laman resmi Nahdlatul Ulama (NU) Online, Mama Sempur sendiri memiliki nama lengkap KH Tubagus Ahmad Bakri Purwakarta. Ia lahir dari keluarga yang dekat dengan ajaran Islam pada 1829 masehi atau 1259 hijriyah.
Ada versi lain terkait penyebutan mama. Bagi masyarakat Sunda, mama juga berangkat dari kata Rama yang berarti bapak atau seseorang tokoh yang mengayomi. Sedangkan Sempur berasal dari nama desa yang ada di Kecamatan Plered.
Mama sempur masih memiliki garis kekerabatan dengan Kesultanan Banten, namun memilih memisahkan diri untuk mengenalkan ajaran agama Islam di Priangan.
Haus Ilmu Sejak Kecil
Sejak kecil, Mama Sempur memang haus ilmu. Orang tuanya yakni KH Tubagus Sayyida dan Umi sudah mengenalkan materi keagamaan tentang Islam sejak masa kanak-kanak.
Dari sana, dirinya kemudian mengembara ke banyak pesantren yang ada di Jawa Tengah hingga pulau Madura. Ilmu yang diperolehnya juga beragam, sehingga menjadi bekal hidup termasuk perjalan spiritualnya kelak.
Beberapa guru yang dijadikan acuan oleh Mama Sempur di antaranya, Sayyid Utsman bin Aqil bin Yahya dari Batavia, Syekh Soleh Darat bin Umar, Syekh Syaubari dan Syekh Ma’sum bin Salim asal Semarang. Di Cirebon, ia belajar dengan Syekh Ma’sum bin Ali dan Syekh Soleh, Raden Haji Muhammad Roji Ghoyam di Tasikmalaya lalu Raden Haji Muhammad Mukhtar dari Bogor.
Di Bangkalan, terdapat Al-‘Aalim Al-‘Allaamah Asy-Syekh Al-Haajji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi’i, yang lebih dikenal dengan sebutan Syaikhona Kholil atau Syekh Kholil.
Sementara itu, Al-Imaam Al-‘Allaamah Asy-Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani at-Tanari asy-Syafi’i juga merupakan tokoh yang dihormati dalam tradisi keilmuan Islam.
Berangkat ke Mekkah
Selain di pulau Jawa, Mama Sempur kemudian melakukan perjalanan menimba ilmu ke negeri Mekkah. Mengutip disipusda.purwakartakab.go.id, di sana, ia dipertemukan dengan banyak ulama seperti Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Syekh Ahmad Zaini Dahlan, Syekh Sa’id Babshil, Syekh Umar bin Abi Bakar Bajunaidi dan Sayyid Abdul Karim ad-Daghustani.
Lalu, Syekh Sholih Bafadhol al-Hadhromi, Syekh Sholih al-Kamal (mufti: al-Hanafi), Syekh Ali Al-Kamal al-Hanafi, Syekh Jamal al-Maliki, Syekh Ali bin Husain al-Maliki, Sayyid Hamid (qadi: Jiddah) asal (mufti: al-Hanafi fil Makatil Musyarofah), Tuan Ahmad Khotib.
Kemudian, Syekh Sa’id al-Yamani, Syekh Muhammad Mahfudz, Syekh Mukhtar bin Athorid, dan terakhir Syekh Muhammad Marzuq al-Bantani.
Mengajar Ngaji Kiai di Kampung
Setelah dirasa keilmuannya cukup, Mama Sempur kemudian kembali ke tanah kelahirannya di Purwakarta. Ia lantas menjadi pengajar bagi kiai-kiai di kampung dan masyarakat umum.
Kemudian, Mama Sempur juga mendirikan pondok pesantren bernama As Salafiyyah Sempur dengan fokus ke bidang kajian Tauhid, Fiqih, Tasawuf, Nahwu, Sharaf, Hadits dan Tafsir.
Mama Sempur kemudian mengajarkan mahzhab Syafi’I sebagai salah satu acuan dalam melaksanakan ibadah sehari-hari.
Keturunan Rasulullah di Purwakarta
Mengutip Liputan6, Mama Sempur memiliki garis keturunan dengan pendahulu-pendahulunya yang langsung ke Rasulullah SAW dari ayahnya yakni KH Tubagus Sayyida.
Adapun garisnya sebagai berikut, Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri bin Syekh Tubagus Sayida bin Syekh Tubagus Hasan Arsyad al-Bantani bin Maulana Muhammad Mukhtar al-Bantani bin Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah (Sultan Ageng Tirtayasa) bin Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad bin Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulqadir bin Sultan Maulana Muhammad Nashruddin.
Lalu, Sultan Maulana Yusuf bin, Sultan Maulana Hasanuddin bin Sultan Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bin Sultan Syarif Abdullah Umdatuddin Azmatkhan bin Sultan Syarif Ali Nurul Alam Azmatkhan bin Jamaluddin Akbar al-Husaini bin Maulana Ahmad Syah Jalaluddin bin Maulana Abdullah Azmatkhan bin Sultan Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath.
Kemudian, Sayyid Ali Khali Qasam bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Imam al-Muhajir ilallah Ahmad bin Sayyid Isa an-Naqib bin Sayyid Muhammad an-Naqib bin Sayyid Ali al-‘Uraidli bin Imam Ja’far ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain bin Sayyidatina Fatimah az-Zahra binti Rasulullah SAW.
Daya Tarik Wisata Religi Makam Mama Sempur Plered Purwakarta
Mama Sempur diketahui meninggal dunia pada hari Senin, 27 Dzulqaidah 1395 Hijriyah, yang jatuh pada 1 Desember 1975 Masehi. Saat itu usianya diperkirakan sekitar 140 tahun menurut kalender Hijriyah atau sekitar 136 tahun menurut kalender Masehi.
Kemudian ia dimakamkan di Desa Sempur, Kecamatan Plered yang saat ini menjadi salah satu destinasi religi yang ada di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dalam laman sempur.desa.id, disebutkan bahwa makam Mama Sempur memiliki daya tarik yang tak boleh dilewatkan.
Salah satu acara yang selalu dinanti adalah acara haul yang digelar setiap tahun dan dibanjiri oleh pengunjung. Selain itu, banyak juga warga yang berziarah di sana sebagai bentuk refleksi diri dan mendekatkan kepada Tuhan.