Usia Kotanya Mundur 53 Tahun, Ini 8 Keunikan di Cirebon yang Jarang Diketahui
Di Cirebon terdapat penutur Jawa dan Sunda lo. Yuk intip 8 keunikan kota ini
Di Cirebon terdapat penutur Jawa dan Sunda lo. Yuk intip 8 keunikan kota ini
Usia Kotanya Mundur 53 Tahun, Ini 8 Keunikan di Cirebon yang Jarang Diketahui
Apa yang terbayang jika mendengar kata Cirebon? sebuah kota di pesisir utara Jawa Barat yang kental akan budaya dan pariwisatanya. Kota ini telah ratusan tahun berdiri, dan terus memancarkan pesonanya.
Berbagai kesenian dan budaya hadir mewarnai wilayah berjuluk kota udang ini, sebut saja tari topeng, sintren, tarling, sandiwara, jaran lumping dan lain sebagainya. Daerah ini juga diperkaya dengan bahasa Jawa Cirebonnya yang khas, serta keragaman kuliner lezat seperti empal gentong, nasi lengko sampai tahu gejrot.
-
Apa saja yang bisa ditemukan di wisata Cirebon? Cirebon menawarkan berbagai macam daya tarik yang akan membuat Anda terpesona. Namun, dengan begitu banyaknya tempat wisata di Cirebon, Anda mungkin bingung harus mulai dari mana.
-
Apa itu Tayuban Cirebon? Kesenian Tayuban menjadi salah satu warisan lokal yang punya banyak makna.
-
Bagaimana kesenian Tayuban Cirebon dipertunjukkan? Pertunjukkan Tayuban Dalam pementasannya, kesenian ini dilakukan oleh seorang penari yang disebut ronggeng dan diiringi pemusik karawitan seperti kendang, goong, kenong, gamelan, kecrek dan suling. Musiknya cenderung dinamis, namun didominasi tempo lambat. Penarinya juga menggunakan selendang yang akan diberikan kepada tamu yang disambut untuk ikut menari.
-
Apa yang menjadi ciri khas dari rotan Cirebon? Keunggulan dari rotan khas Cirebon ini adalah di motifnya yang beragam, dengan aneka hiasan dan warna.
-
Apa yang menjadi salah satu ciri khas budaya di Kecamatan Gegesik, Cirebon? Masyarakat Cirebon mengenal Gegesik sebagai salah satu kecamatan yang terletak di sisi barat kota tersebut. Selain identik dengan kuliner Gayamnya, ternyata wilayah ini juga dikenal sebagai pelestari budaya lokal, salah satu yang unik adalah berburu tikus.
-
Apa yang membuat Tahu Gejrot Cirebon unik? Jika di kota-kota besar tahu gejrot disajikan di sebuah piring kaca atau wadah cup plastik, lain halnya jika menyantap tahu gejrot di kota asalnya Cirebon. Di Cirebon, satu porsi tahu gejrot disajikan di atas piring gerabah.
Namun di luar itu, kota yang pernah menjadi pusat penyebaran agama Islam di pulau Jawa ini juga memiliki khazanah lainnya yang jarang diketahui, salah satunya usia kota yang mundur hingga puluhan tahun.
Cirebon pun wajib masuk list kunjungan, agar bisa menikmati keunikan-keunikan berikut ini yang mungkin belum banyak diketahui. Berikut selengkapnya.
Usia Kotanya Mundur 53 Tahun
Jika kebanyakan kota usianya mungkin akan bertambah seiring tahun, namun hal yang berbeda justru terjadi pada Cirebon. Di 2024 ini, usianya dikabarkan mundur hingga 53 tahun.
Hal ini dibenarkan oleh Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Budpar) Kota Cirebon Agus Sukmanjaya, yang menyebut jika terjadi kekeliruan penetapan hari jadi sebelumnya.
Acuan hari jadi kemudian berpatokan pada pendirian padukuhan Cirebon oleh Pangeran Cakrabuana selaku pemimpin pertama di kota itu.
“Jadi tahun ini usianya berubah sehubungan dengan sudah adanya evaluasi terkait perda hari jadi, setelah menggelar banyak diskusi dengan sejarawan, budayawan dengan menggelar seminar, bahkan kami datangkan dua guru besar dari Unpad dan UI. Termasuk proses pembahasan di pansus DPRD Kota Cirebon juga seperti itu," terang Agus, mengutip Liputan6.
- Cerita Turis Jerman Kagum Lihat Langsung IKN
- Jelang Muktamar, Kiai-Kiai Cirebon Serukan NU dan PKB Berdamai Demi Bangsa Indonesia
- Terungkap Pesan Iptu Rudiana ke Dede Saksi Kunci Kasus Vina Cirebon 8 Tahun Silam, Begini isinya
- Berusia 332 Tahun, Begini Kisah Beduk di Masjid Jami Sabilul Huda Indramayu yang Suaranya Konon Terdengar Sampai Cirebon
Terdapat 4 Keraton
Setidaknya sampai saat ini Cirebon menjadi kota dengan keraton terbanyak. Ini mengacu pada jumlah keraton yang terhitung mencapai lima unit. Keraton-keraton ini di antaranya Kasepuhan, Kanoman, Kaprabonan dan Kacirebonan.
Merujuk kanal YouTube Dutch Studies Universitas Indonesia, Kasepuhan menjadi keraton tertua dan cikal bakal pemerintahan di sana.
Gapura dan keramiknya dibangun dengan struktur modern yang bahan bakunya didatangkan dari Amsterdam.
Keraton Kanoman merupakan keraton tertua kedua di Cirebon, yang terbentuk setelah terjadi perpecahan di Kasepuhan.
Ini karena politik adu domba Belanda. Yang ketiga adalah Keraton Kaprabon yang terbentuk pada 1679.
Terakhir adalah Keraton Kacirebonan yang berusia paling muda. Keraton ini memiliki nuansa khas lokal, dan jauh dari unsur Belanda seperti pada Keraton Kasepuhan dan Kanoman.
Ada Masjid dengan 7 Muadzin
Pernah dengar adzan pitu? Jika belum, adzan pitu merupakan ciri khas dari sebuah masjid bernama Sang Cipta Rasa yang berada di kompleks Keraton Kasepuhan, Lemahwungkuk.
Mengutip ANTARA, masjid ini memiliki arsitektur kuno, khas masa silam. Yang menarik selain dari bentuk bangunannya adalah jumlah muadzinnya sebanyak 7 orang. Namun azan ini hanya dilakukan setiap hari Jumat.
Asal mula adanya adzan pitu setelah masjid tersebut mendapat serangan dari salah satu sosok sakti bernama Menjangan Wulung. Ia tak senang karena banyak masyarakat yang memeluk agama Islam setelah dibangunnya masjid. Akhirnya atas inisiatif istri Sunan Gunung Jati, jumlah muadzin ditambah agar kekuatan sihirnya hilang.
Banyak Bangunan Bersejarah
Sepertinya setuju jika Cirebon menjadi salah satu kota bersejarah di Cirebon. Di kota itu terdapat ratusan bangunan peninggalan kolonial yang sebagian masih dapat disaksikan di masa sekarang.
Salah satu bangunan bersejarah itu adalah British American Tobacco (BAT) yang kini jadi daya tarik kaum muda. Di bangunan bekas pabrik rokok ini, banyak warga yang berfoto dan bersantai saat akhir pekan. Gedung memiliki ciri memanjang, dengan deretan fasad besar dan menjulang.
Lalu di wilayah timur juga terdapat pabrik gula legendaris yang merupakan peninggalan Belanda. Bangunan keraton-keraton di Cirebon juga jadi tempat bersejarah yang asyik dikunjungi. Belum lagi terdapatnya Gua Sunyaragi menambah sisi vintage dari kota berjuluk udang dari utara Sunda itu.
Pernah Didatangi Laksamana Cheng Ho
Daya tarik sejarah masih belum berakhir. Ini karena Kota Cirebon pernah menjadi lokasi kunjungan dari salah satu diplomat dan pelayar handal dari Kekaisaran Tiongkok bernama Laksamana Cheng Ho.
Pada abad ke-14 masehi, hampir seluruh wilayah ini jadi daerah metropolitan. Perputaran ekonomi terjadi di hampir seluruh wilayah termasuk di barat Cirebon yakni Desa Jamblang. Menariknya di masa itu Laksamana Cheng Ho pernah mendarat di Jamblang.
Mengutip Jejaring Wisata Desa (Jadesta) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) saat itu kapal miliknya mengalami kerusakan dan harus ditambal. Cheng Ho lantas melakukan penyusuran ke wilayah Jamblang melalui sungai untuk mencari kayu.
Punya Kuliner Sate Kalong dan Tongseng Jagal
Di kuliner, Cirebon tak kehilangan pamor. Kuliner andalan di sana banyak mendapat tempat di masyarakat. Namun selain empal gentong dan tahu gejrot, terdapat kuliner lainnya yang jarang diketahui bernama Sate Kalong dan Tongseng Jagal.
Sate kalong sebenarnya merupakan sate yang bukan berbahan daging kalong atau kelelawar. Sate ini memakai daging kerbau yang ditusuk secara pipih lalu dibakar.
Uniknya sate kalong memiliki cita rasa yang manis, dan berbeda dengan sate lainnya yang cenderung asin. Dinamakan kalong karena sate ini hanya bisa dijumpai di Cirebon pada malam hari di atas jam 21:00 WIB malam.
Selain itu terdapat juga tongseng jagal yang khas. Menu ini pun berbeda dengan tongseng lainnya, karena tidak memakai sayuran.
Lalu rasanya juga cenderung asin dan tidak manis. Yang menarik, menu ini disajikan di samping rumah pemotongan hewan wilayah Plered, Cirebon.
Bahasanya Bukan Sunda
Karena berada di wilayah Jawa Barat, maka Cirebon kerap dicap sebagai daerah dengan penutur bahasa Sunda. Namun hal ini tidak sepenuhnya benar, karena masyarakatnya memiliki bahasa sendiri yakni Jawa Cirebon.
Bahasa ini mirip dengan Jawa yang ada di Jateng dan Jatim, namun akhirannya adalah “A”. Sehari-hari bahasa ini dikenal sebagai dialek Cirebon. Contoh yang menggunakan akhiran “A” adalah Sira: kamu, Ora Papa: nggak apa-apa, Kita: saya.
Bahasa ini mirip dengan Jawa yang ada di Jateng dan Jatim, namun akhirannya adalah “A”. Sehari-hari bahasa ini dikenal sebagai dialek Cirebon. Contoh yang menggunakan akhiran “A” adalah Sira: kamu, Ora Papa: nggak apa-apa, Kita: saya.
Lalu ada juga yang akhirannya adalah “O”, namun dengan nada dan penyebutan yang unik. Biasanya akhiran “O” ini dituturkan oleh warga di Plered, Kabupaten Cirebon.
Contohnya adalah Kito Siro: saya dan kamu, Anak Kito Manjing Teko: Anak saya masuk sekolah TK. Dan lain sebagainya.
Satu Daerah Dua Bahasa
Terakhir, Cirebon juga menjadi daerah dengan dua penutur bahasa terbesar yakni Jawa dan Sunda.
Pembagian ini terjadi di wilayah timur dan barat, di mana wilayah timur yang berbatasan dengan Brebes banyak yang menuturkan bahasa Jawa.
Sedangkan di wilayah barat yang berbatasan dengan Majalengka dan Sumedang penuturnya sebagian besar adalah Sunda.
Itu semua merupakan keunikan yang mungkin hanya ditemukan di wilayah Cirebon, Jawa Barat, sebagai kekayaan budaya.