Walhi DKI Jakarta: RUU DKJ Sarat Muatan Nepotisme
Walhi DKI Jakarta menyoroti adanya dewan kawasan aglomerasi dalam RUU DKJ
Walhi DKI Jakarta: RUU DKJ Sarat Muatan Nepotisme
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta menyoroti adanya dewan kawasan aglomerasi dalam Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Walhi menyebut RUU tersebut sarat nepotisme.
- Kadis Kebudayaan DKI Diperiksa Kejati Jakarta Terkait Dugaan Korupsi Rp150 Miliar
- Bawaslu Nyatakan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Tak Terbukti Catut NIK KTP Warga Jakarta
- Kejati DKI Tahan 6 Tersangka Korupsi Dana Pensiun Bukit Asam, Kerugian Rp234 Miliar
- 92 Ribu NIK Warga Jakarta akan Dinonaktifkan, Begini Cara Ajukan Keberatan
"RUU DKJ sarat muatan nepotisme. Siapa yang akan memimpin Indonesia akan berkuasa di Jakarta dan daerah di wilayah aglomerasinya. Hal itu sangat berbahaya bagi demokrasi dan masyarakat," kata Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Suci Fitriah Tanjung dalam keterangan resmi, dikutip (15/3).
Walhi menuntut pembahasan RUU DKJ ditangguhkan, dalam agenda sidang paripurna DPR masa sidang IV.
Walhi DKI Jakarta menilai, masih ada beberapa substansi di RUU DKJ yang perlu dibahas lebih lanjut, terutama dengan masyarakat Jakarta. Walhi pun memberikan catatan kepada pemerintah terkait RUU DKJ.
Pertama, proses pembahasan RUU DKJ dianggap terlalu buru-buru. Hal tersebut, dipandang juga telah mengesampingkan keterlibatan masyarakat secara bermakna dalam pembahasan RUU DKJ.
"Proses ini hanya mengulangi pola buruk yang telah terjadi dalam sejumlah kebijakan sebelumnya, seperti pengesahan UU (Undang-Undang) Minerba dan UU Cipta Kerja yang melegitimasi kerusakan lingkungan," terangnya.
Selain itu, Walhi DKI Jakarta juga menilai RUU DKJ menjadi prejudice buruk demokrasi, menindas hak politik warga Jakarta, serta disebut bisa mengancam kepentingan kelompok rentan karena tidak bisa memilih secara langsung kepala daerah yang dianggap mewakili dan mengakomodir kebutuhan.
Tidak hanya itu, Walhi juga menyayangkan RUU DKJ yang menyebut gubernur dan wakil gubernur Jakarta bakal ditunjuk oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
"Pasal ini tentu akan merusak semangat negara demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik kuasa tertinggi. Pasal tersebut juga berpotensi merusak prinsip otonomi daerah dan desentralisasi sebagaimana mandat dan agenda reformasi," ucap Suci.