Cerita di Balik Berdirinya Susteran Gedangan, Jadi Saksi Bisu Perkembangan Agama Katolik di Semarang
Dulunya bangunan itu difungsikan sebagai rumah sakit menular milik VOC
Dulunya bangunan itu difungsikan sebagai rumah sakit menular milik VOC
Foto: YouTube Tri Anaera Vloger
Cerita di Balik Berdirinya Susteran Gedangan, Jadi Saksi Bisu Perkembangan Agama Katolik di Semarang
Susteran Ordo Santo Fransiskus (OSF) Gedangan merupakan susteran tertua di Jawa Tengah yang dibentuk pada tahun 1870. Kompleks susterannya berada di kawasan Kota Lama Semarang.
Dulunya bangunan itu difungsikan sebagai rumah sakit menular milik VOC yang dibangun pada tahun 1732. Pada tahun 1830, bangunan itu difungsikan sebagai panti asuhan.
-
Siapa yang mengungkapkan kekagumannya terhadap Semarang? Sementara itu Prapan Disyatat mengaku terkesan dengan pelayanan yang ramah dan kebersihan sejak dari Bandara Internasional Ahmad Yani sampai Rumah Dinas Gubernur Jateng Puri Gedeh.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Kapan Hari Sirkus Sedunia diperingati? Hari Sirkus Sedunia yang diperingati setiap tanggal 17 April, adalah sebuah perayaan internasional yang didedikasikan untuk menghormati dan mengapresiasi seni pertunjukan sirkus serta para pemain dan seniman yang terlibat di dalamnya.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Di mana warugan lemah tercatat dalam sejarah? Dalam catatan sejarah, naskah itu sudah ada sejak 1846 dan dikenalkan oleh Bupati Bandung, Wiranatakusumah IV kepada Masyarakat Batavia. Namun diduga pembuatannya sebelum runtuhnya Kerajaan Padjajaran, sekitar tahun 1400-an masehi.
-
Di mana banjir terjadi di Semarang? Banjir terjadi di daerah Kaligawe dan sebagian Genuk.
Sebelum susteran itu berdiri, umat Katolik di Semarang belum memiliki gereja sendiri sebagai tempat beribadah. Saat itu mereka masih beribadah di sebuah gereja protestan yang sudah berdiri sejak lama yang saat ini dikenal dengan nama Gereja Blenduk.
Hingga pada tahun 1824, umat Katolik dapat memiliki gerejanya sendiri di bangunan Gedung Indische Llyod, sekarang dinamakan Gallery Semarang.
Saat Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud melawat ke Kota Semarang, ia mendapati bangunan gereja umat Katolik yang memprihatinkan.
Dari sana umat Katolik di Semarang mulai mendapat perhatian dari pemerintah Hindia Belanda dan kemudian membangun gerejanya sendiri.
Gereja itu dibangun di luar tembok kota, tepatnya di sebuah area perkebunan pisang. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Pastor Lijnen pada 1 Oktober 1870.
Masa suram menaungi kompleks gereja dan susteran Gedangan pada masa penjajahan Jepang.
Saat itu susteran itu menjadi kamp internian khusus anak-anak dan perempuan sebanyak 2.440 orang. Seiring berjalannya waktu, kompleks susteran itu kini masih berdiri kokoh.
Melalui video yang diunggah pada 13 Mei 2024, kanal YouTube Tri Anaera Vloger berkesempatan menjelajahi tempat itu. Ternyata di dalam susteran itu ada sebuah kapel tempat peribadatan dengan desain yang artistik.
- Cerita Rasisme Stasiun Tanjung Priok di Zaman Kolonial, Ruang Tunggu Penumpang Belanda dan Pribumi Terpisah
- Mengenal Pesantren Langitan Tuban, Didirikan Murid Pangeran Diponegoro, Awalnya Tempat Belajar Agama bagi Keluarga dan Tetangga
- Berziarah ke Makam Kyai Damar, Konon Utusan Wali Songo dan Tokoh Penyebar Agama Islam di Semarang
- Kisah Gereja Tua Kaliceret, Bangunan Kayu Tanpa Paku yang Telah Berusia Ratusan Tahun
Diketahui bahwa kapel itu masih asli sejak pertama kali dibangun. Selain untuk tempat peribadatan para suster, kapel itu juga disewakan untuk tempat pemberkatan pernikahan. Dikutip dari kanal YouTube Tri Anaera Vloger, kapel itu didirikan pada tahun 1892.
Pada masa pendudukan Jepang, Susteran Gedangan, dan juga banyak susteran lain di kawasan Semarang, menjadi kamp interniran. Jepang memang menyasar tempat-tempat yang sudah jadi untuk dijadikan kamp.
Saat itu suster-suster yang menghuni tempat itu ditugaskan untuk merawat para pengungsi maupun tawanan perang.