Fakta Menarik Wisma Perdamaian, Bangunan Kuno Milik Pemprov Jateng yang Dulu jadi Tempat Tinggal Petinggi VOC
Kini Wisma Perdamaian lebih sering digunakan untuk kegiatan budaya, seni atau pendidikan.
Kini Wisma Perdamaian lebih sering digunakan untuk kegiatan budaya, seni atau pendidikan.
Fakta Menarik Wisma Perdamaian, Bangunan Kuno Milik Pemprov Jateng yang Dulu jadi Tempat Tinggal Petinggi VOC
Tak jauh dari kawasan Tugu Muda, Kota Semarang, terdapat sebuah bangunan tua yang dikenal masyarakat dengan nama Wisma Perdamaian.
Bangunan yang berdiri di Jalan Imam Bonjol No. 209 itu memiliki luas lahan sekitar 15.000 meter persegi dan luas bangunan 6.500 meter persegi.
-
Di mana VOC mendirikan kantor? Memasuki abad ke-17, seluruh wilayah Pariaman berada di bawah kedaulatan Kesultanan Aceh. Sampai akhirnya pada tahun 1663 kongsi dagang Belanda yaitu VOC tiba dan mendirikan kantor di Kota Padang.
-
Di mana VOC membangun benteng di Jepara? Tak jauh di sebelah utara pusat Kota Jepara, terdapat sebuah bukit yang cukup terjal. Warga sekitar menamainya Bukit Donoreja. Di atas bukit ini terdapat sebuah benteng peninggalan Belanda.
-
Apa yang dibangun VOC di Jepara? VOC kemudian membangun loji di Jepara dan rampung pada tahun 1618.
-
Dimana VOC membangun loji perdagangan di Sumatera Barat? Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah yang menjadi basis besar perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Tak heran jika Belanda serta Portugis banyak mendirikan sebuah loji yang difungsikan sebagai pendukung perdagangan rempah serta emas.
-
Dimana Rumah Bersejarah itu berada? Rumah sederhana itu berada di lereng Gunung Prau sebelah timur, tepatnya di Desa Purwosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal.
-
Mengapa VOC pindah kantor dagang ke Jepara? Pendaratan itu dilakukan karena mereka hendak memindahkan kantor dagang mereka di Gresik karena mendapat gangguan dari pedagang Islam.
Wisma Perdamaian dulu dikenal dengan nama De Vredestein yang artinya istana perdamaian. Dulu Belanda memberi nama itu karena saat itu kehidupan terasa begitu damai.
Kini, gedung yang pertama kali dirancang oleh Nicholas Harting itu telah mengalami beberapa perubahan.
Mengutip Jatengprov.go.id, hingga pertengahan abad ke-19, Wisma Perdamaian masih berupa bangunan tunggal dua lantai yang berarsitektur klasik.
Hal ini dicirikan dengan adanya pilar-pilar rangkap dengan kapitel berornamen dan bermotif bunga. Pada masa itu diduga terdapat courtyard yang kemudian ditutup.
Menjelang abad ke-20, ditambah serambi bangunan di samping kanan kiri serta atap yang diubah menjadi limasan penuh. Pada tahun 1940, terdapat serambi beratap pada bagian depan bangunan. Pada awal abad ke-20, bangunan samping dibongkar dan kemudian ditambahkan tritisan atau luifel gantung dengan rangka besi yang berpenutup seng.
Pada tahun 1970-an, ditambahkan lagi bangunan dua lantai di bagian belakang dari kiri bangunan induk. Bangunan ini digunakan untuk Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN).
Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 1978 dengan mengganti luifel gantung dengan plat dan konsol beton dengan banyak ornamen ukiran, serta mengganti daun pintu dan jendela dengan bahan baru, termasuk membuat tangga layang pada ruang depan.
Menurut Guru Besar Arsitektur Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Totok Roesmanto, secara arsitektur bangunan Wisma Perdamaian mengalami banyak perubahan menyesuaikan fungsi bangunan itu sendiri.
Apalagi bangunan itu digunakan sebagai tempat pendidikan APDN pada tahun 1978, Kantor Sosial pada tahun 1980-an, serta untuk Kantor Kanwil Pariwisata Jawa Tengah pada tahun 1994.
Pada zaman dulu, Wisma Perdamaian digunakan sebagai rumah dinas petinggi VOC yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Utara bagian Pesisir Timur. Gedung itu pertama kali digunakan sebelum tahun 1755 menjelang Perjanjian Giyanti.
Bangunan itu juga merupakan bagian dari rancangan pelebaran kota dari wilayah Kota Lama menuju ke arah Karang Asem.
Pada masa abad ke-19, Gedung Wisma Perdamaian erat kaitannya dengan sejarah Perang Jawa. Bangunan itu sangat penting keberasaannya mengingat di sanalah tempat kedudukan Gubernur Hindia Belanda yang menguasai pantai utara Jawa.
Setelah direvitalisasi pada tahun 1994, gedung itu sempat menjadi Rumah Dinas Gubernur Jateng pada era Gubernur Soewardi. Namun setelah era Gubernur Soewardi, para gubernur lebih suka menggunakan Puri Gedeh sebagai rumah dinas mereka. Kini Wisma Perdamaian lebih sering digunakan untuk kegiatan pemerintah provinsi atau dimanfaatkan untuk kegiatan budaya, seni, ataupun pendidikan.