Lestarikan Budaya Leluhur, Masjid Tua di Banyumas Ini Ternyata Punya Tradisi Unik saat Ramadan
Saat dzikir, mereka mematikan lampu masjid agar prosesi ibadah itu berjalan lebih khusyuk
Saat dzikir, mereka mematikan lampu masjid agar prosesi ibadah itu berjalan lebih khusyuk.
Lestarikan Budaya Leluhur, Masjid Tua di Banyumas Ini Ternyata Punya Tradisi Unik saat Ramadan
Masjid Saka Tunggal merupakan salah satu masjid tua di Banyumas. Masjid itu konon sudah dibangun pada tahun 1288 Masehi. Namun ada versi lain yang menyebutkan kalau masjid itu berdiri pada tahun 1522 Masehi.
-
Apa yang spesial dari tradisi tadarus di Masjid Agung Baiturrahman, Banyuwangi? Masjid Agung Baiturrahman di Kota Banyuwangi, Jawa Timur, juga memiliki tradisi tadarus Alquran selama bulan suci Ramadan. Namun, menariknya adalah Alquran yang digunakan terlihat tak biasa. Alquran tersebut berukuran cukup besar dan tersimpan pada kotak kayu.
-
Bagaimana warga Bantul membersihkan tikar masjid dalam tradisi umbah-umbah kloso? Tikar tersebut dicuci di sebuah saluran irigasi. Tikar tersebut dicuci dengan sabun cuci seadanya.
-
Apa tradisi unik yang dijalankan oleh masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas ketika Lebaran? Tradisi itu dinamakan Bada Riaya. Tradisi itu dilaksanakan setelah mereka melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan.
-
Kenapa Masjid Saka Tunggal dibangun? Untuk memperingati 1.000 hari meninggalnya Adipati, didirikanlah masjid tersebut.
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan.
-
Kapan Masjid Saka Tunggal didirikan? Dilansir dari Kebumenkab.go.id, masjid itu didirikan pada tahun 1722 oleh Bupati Kendurenan, putra Adipati Mangkuprojo, seorang Wrongko Dalem Keraton Kartasuro.
Terlepas dari sejarahnya, masjid ini punya tradisi unik, terutama saat Bulan Ramadan. Salah satunya adalah tradisi mematikan lampu saat zikir setelah melaksanakan Salat Tarawih.
Pada momen itu, lampu masjid dimatikan selama lima menit, setelah itu kembali dinyalakan. Konon tradisi mematikan lampu ini sudah dimulai sejak ratusan tahun lalu. Tujuan dari tradisi ini tak lain agar doa dapat dilaksanakan lebih khusyuk.
Setelah Salat Tarawih selesai, para jemaah akan berdiri. Mereka kemudian menyanyikan lagu salawat dengan diiringi tabuhan rebana.
Foto: Liputan6.com
Tradisi lainnya saat Bulan Ramadan bagi para jemaah Masjid Saka Tunggal Banyumas adalah makan nyamikan atau makanan kecil yang dibuat oleh warga secara bergilir.
Dilansir dari Liputan6.com, memasuki 10 hari terakhir Bulan Ramadan, atau malam likuran mulai dari selikur (malam 21), relikur (malam 23), selawe (malam 25), dan seterusnya ada tradisi lain yaitu kepungan.
- Mengintip Tradisi Bada Riaya, Lebaran-nya Masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas
- Mengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
- Mengenal Basuluak, Ritual Berdiam Diri saat Bulan Ramadan dari Minang yang Kini Mulai Ditinggalkan
- Mengenal Balimau Kasai, Tradisi Bersuci Sambut Hari Ramadan Khas Masyarakat Kampar Riau
Tradisi kepungan yang rutin digelar pada akhir-akhir Ramadan memiliki makna tersendiri. Saat tradisi ini dilakukan, itu berarti para jemaah bersyukur telah melewati sebagian Ramadan dan tinggal sepertiganya. Mereka percaya bahwa sisa-sisa Ramadan yang dimulai dari hari ke-21 itu merupakan malam-malam penuh berkah.
Tradisi Saat Salat Jumat
Tak hanya pada Bulan Ramadan, Jemaah Masjid Saka Tunggal Banyumas punya tradisi yang sulit ditemukan di tempat lain khususnya saat ibadah Salat Jumat. Saat Salat Jumat, khotbah disampaikan dengan irama seperti sedang melantunkan kidung.
Selain itu, seluruh rangkaian Salat Jumat dilakukan secara berjamaah mulai dari Salat Tahiyatul Masjid, Salat Qobliyah Jumat, Salat Jumat, Salat Ba’diah Jumat, Salat Dhuhur, dan Salat Ba’diyah Dhuhur.
Tanpa Pengeras Suara
Dilansir dari Islamic-center.or.id, hingga kini Masjid Saka Tunggal Banyumas masih mempertahankan tradisi untuk tidak menggunakan pengeras suara. Meski demikian suara azan yang dilantunkan oleh empat orang muadzin sekaligus tetap terdengar begitu lantang dan merdu di masjid tersebut.