Rayakan Idulfitri Sehari Lebih Lambat, Begini Ritual Lebaran Masyarakat Islam Aboge di Banyumas
Perbedaan hari Lebaran tidak pernah mereka permasalahkan.
Perbedaan hari Lebaran tidak pernah mereka permasalahkan.
Foto: Liputan6.com
Rayakan Idulfitri Sehari Lebih Lambat, Begini Ritual Lebaran Masyarakat Islam Aboge di Banyumas
Berbeda dari umat muslim pada umumnya, biasanya ribuan penganut Islam Aboge yang tersebar di Kabupaten Banyumas dan Cilacap baru merayakan Lebaran sehari lebih lambat dari ketetapan pemerintah.
Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, apakah ritual Lebaran Islam Aboge juga berbeda dari ritual umat muslim lainnya?
-
Apa yang dilakukan masyarakat Betawi saat Iduladha? Biasanya orang Betawi merayakan Iduladha dengan memasak menu tradisional atau menjadi “Haji Gusuran“. Momen Iduladha atau lebaran haji menjadi hal yang ditunggu oleh banyak orang, tak terkecuali masyarakat Betawi. Mereka akan mempersiapkan segala sesuatunya dengan meriah sebagai sarana berkumpul bersama sanak saudara.
-
Bagaimana tradisi angpao lebaran di Indonesia? Tradisi Lebaran ini terpengaruh dari budaya Arab dan Tionghoa.
-
Apa tradisi unik jelang Iduladha di Banyuwangi? Tradisi masyarakat Suku Osing yang unik di Desa Kemiran, Glagah, Banyuwangi Tradisi ini dilaksanakan dengan menjemur kasur bersamaan di depan rumah.
-
Bagaimana cara orang Betawi merayakan Iduladha? Biasanya orang Betawi merayakan Iduladha dengan memasak menu tradisional atau menjadi “Haji Gusuran“. Momen Iduladha atau lebaran haji menjadi hal yang ditunggu oleh banyak orang, tak terkecuali masyarakat Betawi. Mereka akan mempersiapkan segala sesuatunya dengan meriah sebagai sarana berkumpul bersama sanak saudara.
-
Apa yang dirayakan di Idulfitri? IdulfitriBergema dalam ketundukan mengagungkan nama–MuSemua napas hanyut dalam menyebut nama–MuSemua larut dalam kemenangan yang hakikiIdulfitriSemua bertasbih untuk Mu Alam raya memuji keagungan-MuTunduk dan patuh dalam koridor-MuIdulfitriMenjadi magnet tersendiriSemua umat Muslim menikmatiBetapa indahnya dalam keberagaman yang begitu nyataIdulfitri Akankah kita berjumpa lagiMenikmati hari kemenangan yang sangat berartiTanpa paksaan dalam hatiMelekat sampai jiwa iniTerbawa sampai jasad tidak menyatu lagi
-
Bagaimana cara merayakan Idul Adha? Di waktu istimewa ini, saling berbagi ucapan menjadi hal yang tak boleh dilewatkan.
Salah satu komunitas Islam Aboge terdapat di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas. Penduduk di sana jumlahnya mencapai 5.000 jiwa dan mayoritas merupakan penganut Islam Aboge.
Di sana terdapat sebuah masjid kuno bernama Masjid Saka Tunggal. Di masjid itu, ibadah salat ied biasanya diikuti sekitar 500 orang. Jumlah itu merupakan kapasitas maksimal masjid hingga serambi dan pelatarannya.
Pada saat Salat Idulfitri ini pengeras suara masjid digunakan. Dalam setahun, pengeras suara di masjid itu hanya digunakan dua kali, yaitu pada saat Idulfitri dan Iduladha.
“Ya tidak ada maksud lain. Tidak juga anti pengeras suara. Cuma mempertimbangkan manfaatnya saja. Kalau jemaahnya sedikit kan tidak perlu pengeras suara,” kata Sulam, Imam Masjid Saka Tunggal sekaligus juru kunci generasi ke-12 masjid tersebut, dikutip dari Liputan6.com pada 6 Juni 2019 silam.
Sulam mengatakan tidak ada perbedaan berarti antara ritual Lebaran Islam Aboge dan Islam lainnya. Usai salat ied, jemaah akan saling bersalam-salaman.
Setelah itu, masyarakat akan berkunjung ke rumah tetangga. Lazimnya, warga yang lebih muda bersilaturahmi kepada warga yang usianya lebih tua.
Sama seperti komunitas Islam Aboge di Cikakak, komunitas Adat Banokeling di Desa Pakuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas juga melaksanakan Lebaran lebih lambat dari ketetapan pemerintah.
Juru bicara Komunitas Adat Banokeling, Sumitro, mengatakan bahwa masyarakat adat menggunakan kalender Alif Rebo Wage atau Aboge untuk menentukan jatuhnya hari besar Islam.
Dilansir dari Liputan6.com, dalam Almanak Aboge, rumus untuk menentukan jatuhnya 1 Syawal adalah Waljiro atau Syawal Siji Loro.
Satu Syawal akan tiba pada hari pertama atau hari yang sama dengan 1 Muharam. Bila 1 Muharam jatuh pada hari Kamis, maka 1 Syawal atau hari Lebaran juga jatuh pada hari Kamis.
Sementara di tahun itu, jika hari pasaran keduanya Pahing berarti hari Lebaran juga jatuh pada hari pasaran Pahing. Dengan kata lain, 1 Syawal akan jatuh pada hari Kamis Pahing.
Sama halnya dengan di Desa Cikakak, tradisi lebaran di komunitas Banokeling juga tak ada beda dengan umat Islam pada umumnya.
Di Desa Pakuncen sendiri, ada komunitas Islam yang mengikuti Lebaran seperti umat Islam pada umumnya.
Namun perbedaan hari lebaran tidak pernah mereka permasalahkan. Bagi Sumitro, perbedaan itu sudah biasa dan menjadi kekayaan tradisi masyarakat Pekuncen.