Mengenal Thomas Karsten, Arsitek di Balik Bangunan Heritage di Pulau Jawa
Pembangunan kota-kota di Pulau Jawa sudah masif dilakukan sejak zaman Hindia Belanda. Pada zaman itu ada sosok arsitek terkenal bernama Thomas Karsten. Beberapa bangunan heritage yang masih berfungsi sampai sekarang adalah karya arsitekturnya.
Pembangunan kota-kota di Pulau Jawa sudah masif dilakukan sejak zaman Hindia Belanda. Pada zaman itu ada sosok arsitek terkenal bernama Thomas Karsten. Beberapa bangunan heritage yang masih berfungsi sampai sekarang adalah karya arsitekturnya.
Dilansir dari Wikipedia, Thomas Karsten lahir di Amsterdam pada 22 April 1884. Ia berangkat ke Hindia Belanda pada tahun 1914 karena ajakan seniornya, Henri Maclaine Pont, yang memiliki biro arsitektur.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Di Hindia Belanda Karsten ia menjadi perencana dan penasihat beberapa proyek bangunan publik pada beberapa kota yang mulai berkembang di antaranya Batavia, Meester Cornelis, Bandung, Buitenzorg, Semarang, Surakarta, Malang, Purwokerto, Magelang, dan masih banyak lagi.
Gaya arsitektur bangunan khas Karsten adalah kepeduliannya terhadap lingkungan hidup dan menghargai nilai kemanusiaan. Dia tidak pernah melupakan kalangan berpenghasilan rendah, sesuai yang jarang ditemui pada orang-orang Belanda pada waktu itu. Lalu bagaimana sepak terjang Karsten selama ikut dalam proyek pembangunan Pulau Jawa pada waktu itu?
Filosofi Arsitektur Karsten
©ipb.ac.id
Pada tahun 1921, Karsten menikah dengan Soembinah Mangunredjo dan dikaruniai empat orang anak yaitu Regia (1924), Simon (1926), Jons (1928), dan Barta (1929). Pada waktu itu, dia juga bergabung dengan Instituut de Java, sebuah perkumpulan yang peduli terhadap budaya Jawa. Dalam banyak diskusi, Karsten mengkritik banyak arsitek Belanda sebelumnya yang lebih berkonsep “menaruh Belanda di Jawa”. Baginya, Jawa adalah Jawa, bukan Belanda.
Dalam setiap perencanaan pembangunan kota atau pemukiman penduduk, Karsten selalu menganggap penting keberadaan taman-taman kota serta ruang terbuka. Akibat filosofi ini, munculah gaya arsitektur “indisch” yang populer pada masa pra-kemerdekaan.
Penasihat Tata Kota Malang
©2022 Merdeka.com
Pada tahun 1914-1929, Thomas Karsten diangkat sebagai penasihat Tata Kota Malang oleh Walikota Malang pertama, Bussemaker. Salah satu karya Karsten yang masih terlihat di Kota Malang adalah Idjen Boulevard atau Jalan Ijen. Ia membangun jalan itu dengan konsep Boulevard, yaitu jalan kembar dengan pembatas berupa taman di bagian tengah.
Selain itu, antara jalur pejalan kaki dengan jalan kendaraan diberi taman yang ditanami deretan pohon palem. Penataan jalan dan akses-akses ke jalan-jalan sekitar seperti semeru, kawi, salak, juga sangat diperhatikan baik dalam segi keindahan maupun kemudahan.
Thomas Karsten Membangun Kampung di Magelang
©2022 Merdeka.com
Salah satu karya pembangunan karya Thomas Karsten selama menetap di jawa adalah Kampung Kwarasan yang ada di Kota Magelang. Dilansir dari uki.ac.id, topografi kampung yang berkontur justru dimanfaatkan Karsten untuk membuat sebuah pemukiman yang indah.
Rumah-rumah di sana sengaja dibangun menghadap ke arah Gunung Sumbing, Sindoro, dan Sungai Progo. Dari pola yang ada di Kwarasan, terlihat Thomas Karsten ingin mentransformasikan kehidupan masyarakat Jawa tradisional ke dalam lingkungan sosial kolonial yang modern. Tak lupa dia juga membangun lapangan kecil di kampung itu sebagai fasilitas publik.
Pembangunan Pasar Gede
©2020 Merdeka.com/Arie Sunaryo
Selain membangun pemukiman, Thomas Karsten juga membangun beberapa bangunan heritage yang masih berfungsi hingga kini. Di antara bangunan itu ada Pasar Gede. Thomas Karsten membangun Pasar Gede pada tahun 1927.
Dilansir dari surakarta.go.id, bangunan Pasar Gede dilihat dari segi arsitekturnya memiliki langgam arsitektur kolonial yang beradaptasi dengan langgam arsitektur khas Jawa. Dari sejak dibangun hingga kini, fungsi bangunannya tidak berubah. Yaitu sebagai tempat berniaga para pedagang di Kota Solo dan sekitarnya.
Pembangunan Pasar Johar
©2022 fimela.com
Salah satu mahakarya arsitektur Thomas Karsten adalah bangunan Pasar Johar. Ia mendirikan pasar terbesar di Kota Semarang itu pada tahun 1933. Dalam membangun pasar itu, ia mempertimbangkan banyak aspek seperti kondisi iklim, cuaca, dan perilaku masyarakat Semarang.
Dengan rancangan Thomas Karsten, sinar matahari bisa masuk ke seluruh penjuru pasar tanpa ada efek panas yang ditimbulkan. Dengan arsitektur dan manajemen yang bagus, pada tahun 1955 Pasar Johar disebut-sebut sebagai yang terbaik di Asia Tenggara.
Karya-Karya Thomas Karsen yang Lain
©ipb.ac.id
Selain karya-karya arsitektur yang sudah disebutkan di atas, masih banyak karya Karsten lainnya selama ia tinggal di Hindia Belanda seperti Pasar Jatingaleh Semarang, Stasiun Solo Balapan, Museum Sonobudoyo Jogja, dan lain-lain.
Selain berkarya di bidang arsitektur, pada tahun 1941 Karsten diangkat sebagai staf pengajar di Technische Hoogeschool te Bandoeng yang kemudian dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Murid-muridnya banyak yang menjadi arsitek generasi pertama Indonesia.