Menguak Fakta Situs Watu Kelir, Pintu Gerbang Menuju Kompleks Percandian Dieng
Dulunya terdapat tiga buah candi di atas situs ini.
Dulunya terdapat tiga buah candi di atas situs ini.
Menguak Fakta Situs Watu Kelir, Pintu Gerbang Menuju Kompleks Percandian Dieng
Di kawasan Dataran Tinggi Dieng, tepatnya di Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, terdapat sebuah tembok tua yang ukurannya cukup besar. Masyarakat sekitar menyebut tembok besar ini “Watu Kelir”.
-
Bagaimana bentuk Situs Watukucur? Situs Watukucur ditemukan di tanah milik warga bernama Setyo Budi di Desa Dukuhdimoro, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang. Upaya pelestarian Situs Watukucur sudah dilakukan sejak tahun 1981. Namun, baru pada tahun 2017 diketahui denah Situs Watukucur berbentuk bujur sangkar, terdiri dari tiga lapisan yang semakin ke dalam semakin memusat.
-
Apa itu Situ Wulukut? Situ Wulukut sebenarnya awalnya bukanlah lokasi wisata. Sebelumnya lokasi ini merupakan kolam penampungan air untuk irigasi persawahan.
-
Di mana letak Situs Watukucur? Situs Watukucur ditemukan di tanah milik warga bernama Setyo Budi di Desa Dukuhdimoro, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang.
-
Apa yang menjadi ciri khas Situs Candi Watu Pawon? Situs Watu Pawon sudah ditandai dengan sebuah plang sebagai tanda bahwa situs tersebut merupakan kawasan cagar budaya. Situs itu berupa beberapa batuan peninggalan masa lalu, salah satunya adalah yoni yang ukurannya cukup besar.
-
Dimana lokasi Situ Wulukut? Untuk mengunjungi Situ Wulukut, pengunjung bisa mengarahkan kendaraannya dari pusat kota Kuningan ke arah Jalan Nanggeleng – Cirahayu atau Jalan Raya Cigadung.
-
Mengapa Situs Candi Watu Pawon dinamai demikian? Karena yoni tersebut letaknya miring, bentuknya tampak seperti tungku, yang dalam Bahasa Jawa disebut pawon. Itulah kenapa situs tersebut dinamakan Watu Pawon.
Watu Kelir diperkirakan memiliki panjang sekitar 600 meter dan tinggi lima meter. Tembok ini ditemukan bersamaan dengan ditemukannya kawasan candi di Dieng. Namun dari total panjang 600 meter, kini peninggalan tua itu hanya tersisa panjang 50 meter.
Kondisi bangunan ini juga tidak terawat. Apalagi keberadaannya sudah beralih fungsi menjadi pemukiman atau ladang pertanian warga.
Mengutip Instagram Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Wonosobo, situs Watu Kelir berada di ketinggian 2.080 mdpl dengan orientasi arah menghadap barat atau menghadap kompleks percandian Dieng.
Penampakan situs ini berupa susunan batu andesit yang dibentuk menyerupai dinding sepanjang 67 meter. Dinding tersebut dibangun menempel dan mengikuti pola atau sisi tebing bukit “Siti Hinggil”, terutama sisi yang menghadap barat.
Pada bagian tengah Watu Kelir terdapat dua struktur tangga yang dikenal dengan sebutan Ondo Budho (tangga suci) yang masing-masing setinggi 8,5 meter dan 4 meter.
Keberadaan struktur tangga kuno itu masih difungsikan sebagai akses menuju puncak bukit yang dikenal warga dengan istilah puncak Siti Hinggil. Sedangkan konstruksi talud situs Watu Kelir berfungsi sebagai penahan pergerakan tanah.
- Tak Bisa Dipindah, Begini Nasib Situs Yoni yang Terdampak Jalan Tol Jogja-Solo
- Menguak Fakta Artefak Kuno di Situs Kerto Bantul, Diduga Peninggalan Majapahit
- 5 Fakta Rencana Pembangunan Tol Cianjur, Bantu Wisatawan Nyaman ke Puncak
- Situs Liyangan di Temanggung Akan Jadi Cagar Budaya Nasional, Ini Faktanya
Mengutip Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo, keberadaan Situs Watu Kelir di Era Kolonial dapat diketahui dari catatan arsip Belanda berupa laporan perjalanan H.C Cornelius saat mengunjungi Dieng pada tahun 1814.
Kemudian diteruskan oleh H.N Sieburgh yang membuat sketsa lukisan tentang keberadaan tiga bangunan candi di atas situs Watu Kelir yang diidentifikasi bernama Candi Dwarawati, Candi Abiyasa, dan Candi Pandu.
Dari data tahun 1837 itu, dapat digambarkan bahwa dulunya Situs Watu Kelir digunakan untuk situs keagamaan dengan memperhatikan dewa yang dipuja yang kemudian diletakkan di dalam bangunan candi di atas struktur situs Watu Kelir.
Namun saat peneliti berikutnya, Isidore van Kinsbergen melakukan perekaman data di Dieng tahun 1857, keberadaan ketiga candi itu sudah tidak ditemukan.
Dalam catatan J.F Scheltema saat perjalanannya menuju Dieng pada tahun 1880, ada nama “Watu Rawit” di Desa Dieng yang disusun dari balok besar membentuk dinding dan di tengahnya terdapat tangga.
Sekarang situs itu telah berubah menjadi puskesmas dan rest area.
Lalu ada juga nama “Benteng Budha” sebagai istilah lokal untuk sesuatu yang berhubungan langsung dengan zaman Hindu-Budha.
Terlepas dari kondisinya yang memprihatinkan, keberadaan situs Watu Kelir memiliki arti khusus bagi sejarah antara lain sebagai penanda salah satu bentuk karya arsitektural saat perkembangan masa klasik di wilayah klasik dan tanah Jawa.