Menjelajahi Bangunan Tua Tionghoa di Banyumas yang Berusia Hampir 2 Abad, Terdapat Ruang Rahasia
Peradaban Tionghoa di Banyumas yang tertua berada di daerah Sokaraja
Peradaban Tionghoa di Banyumas yang tertua berada di daerah Sokaraja
Foto: YouTube Jejak Siborik
Menjelajahi Bangunan Tua Tionghoa di Banyumas yang Berusia Hampir 2 Abad, Terdapat Ruang Rahasia
Banyumas merupakan daerah penting di bagian selatan Pulau Jawa. Dulunya daerah itu merupakan kawasan terpencil. Daerah itu mulai dieksplorasi penjajah Belanda setelah masa Perang Jawa.
-
Apa yang terjadi pada jembatan kaca di Banyumas? Pecahnya wahana jembatan kaca di kawasan wisata Hutan Pinus Limpakuwus pada Rabu (25/10) mengundang perhatian banyak pihak.
-
Siapa yang Ganjar Pranowo temui di Banyumas? Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo menghadiri silaturahmi bersama Asosiasi Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (9/1/2024).
-
Kapan jembatan kaca di Banyumas pecah? Pecahnya wahana jembatan kaca di kawasan wisata Hutan Pinus Limpakuwus pada Rabu (25/10) mengundang perhatian banyak pihak.
-
Apa yang terjadi di jembatan kaca Wahana Wisata Banyumas? Pecahnya lantai jembatan kaca hingga kini masih dalam penyelidikan polisi Rabu (25/10), sebuah wahana wisata jembatan kaca di kawasan wisata The Geog, Hutan Pinus Limpakuwus, Banyumas, pecah. Insiden pecahnya jembatan kaca itu menyebabkan seorang pengunjung meninggal dunia dan seorang lainnya terluka.
-
Siapa yang dilantik sebagai Pj Bupati Banyumas? Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana melantik pejabat Bupati Banyumas, Hanung Cahyo Saputro di Gradhika Bhakti Praja Building, Komplek Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan No 9 Semarang pada Minggu (24/9) kemarin.
-
Kenapa jembatan kaca di Banyumas bisa pecah? Berdasarkan keterangan awal dari pengelola tempat wisata, diketahui bahwa jembatan itu dibangun selama 11 bulan dan tidak ada uji kelayakan dari pihak terkait.
Salah satu komoditas andalan Belanda di Banyumas adalah kopi. Di sana terdapat kawasan perkebunan kopi terutama di daerah perbukitan serta pabrik gula di daerah dataran rendah.
Seiring berjalanannya waktu, kawasan Banyumas menjadi pusat perekonomian di pulau Jawa. Hal ini salah satunya tak lepas dari permukiman Tionghoa yang berada di beberapa daerah seperti kota tua Banyumas, Purwokerto, dan Sokaraja.
Dalam videonya yang diunggah pada 17 April 2024, kanal YouTube Jejak Siborik menelusuri jejak peradaban Tionghoa di daerah Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Seperti apa penelusurannya? Berikut selengkapnya:
Pada zaman dulu, Sokaraja merupakan daerah pecinan. Di sana ada sebuah kelenteng bernama Ho Tek Bio. Kelenteng itu berdiri di atas tanah yang dihibahkan oleh pengusaha kaya bernama Kho Lie. Dia hidup sezaman dengan Raja Gula Asia asal Semarang, Oei Tiong Ham.
Di Kelenteng Ho Tek Bio, pemilik kanal YouTube Jejak Siborik bertemu dengan Bapak Agus. Dia merupakan “bio kong” atau penjaga kelenteng tersebut.
Agus berkata, di antara tiga kelenteng yang ada di Banyumas, Kelenteng Ho Tek Bio merupakan yang paling tua.
Agus menunjukkan sebuah patung Dewa Bumi berukuran kecil yang berada di atas sebuah altar. Walaupun kecil, namun menurut Agus usia patung itu sudah lebih dari dua abad.
- Menguak Jejak Bangunan Tua Peninggalan Belanda di Semarang, Kini Hilang Tak Berbekas
- Bangunan Tua di Pelosok Wonogiri Ini Diduga Peninggalan Kiai Tunggul Wulung, Begini Penuturan Sesepuh Setempat
- Bahaya Ulang Tahun saat Bertugas, Prajurit TNI Ini Dapat Kejutan Tapi Enggan Terima
- Kisah Gereja Tua Kaliceret, Bangunan Kayu Tanpa Paku yang Telah Berusia Ratusan Tahun
Dalam kesempatan itu, pemilik kanal YouTube Jejak Siborik juga bertemu Lei Tek Kim. Sehari-hari ia tinggal di Kelenteng Purwokerto dan bekerja sebagai perias mayat.
“Kalau nggak ada orang mati saya jual sate babi, usus ayam, gurami asam manis, untuk cari keuntungan demi anak cucu,” kata Lei Tek Kim.
Tak jauh dari Kelenteng Ho Tek Bio, terdapat sebuah gereja Tionghoa. Gereja ini dulunya merupakan rumah dari seorang saudagar kaya bernama Ko Giok Seng yang dibangun pada tahun 1895.
Gaya arsitektur bangunannya merupakan perpaduan antara Jawa-Tionghoa. Konon bagian bangunan itu tidak ada yang berubah alias masih asli seperti dulu.
Mas Heri, penjaga gereja tua itu, mengatakan bahwa bangunan tua itu kini dimanfaatkan untuk ruangan sekolah Minggu.
Bangunan dinding dan atapnya kebanyakan terbuat dari bahan kayu jati. Salah satu kamar digunakan untuk tempat bermain musik. Sementara ruang tengahnya sebagai tempat pertemuan.
Selain itu, masih ada beberapa ruangan lagi di bangunan itu. Bahkan ada satu ruangan rahasia yang tidak boleh dimasuki sembarang orang.
“Di atas sana ada sebuah ruangan yang dulunya sebagai tempat persembunyian. Itu atapnya seperti berkamuflase, padahal itu adalah pintu yang bisa didorong ke atas,” kata Heri dikutip dari kanal YouTube Jejak Siborik.