Pindahkan Pusat Kerajaan Medang dari Jateng ke Jatim, Ini Kisah Raja Mpu Sindok
Di Dusun Kedawung, Desa Gemekan, Sooko, Mojokerto, terdapat sebuah prasasti yang ditemukan pada kedalaman 130 sentimeter dari permukaan tanah. Prasasti ini merupakan salah satu peninggalan Mpu Sindok. Ia adalah raja Kerajaan Medang yang memindahkan pusat kerajaan dari Jateng ke Jatim.
Di Dusun Kedawung, Desa Gemekan, Sooko, Mojokerto, terdapat sebuah prasasti yang ditemukan pada kedalaman 130 sentimeter dari permukaan tanah. Prasasti itu berbentuk segi lima yang melebar ke bagian atas. Bagian puncaknya meruncing atau berbentuk prisma. Bagian dasarnya diduga datar karena sebagai dudukan prasasti. Tinggi prasasti itu 91 cm, lebar 88 cm, dan tebal 21 cm.
Beberapa kalimat yang sudah diterjemahkan antara lain menyebut angka tahun 852 Saka atau 930 Masehi dan juga menyebut Sri Maharaja Rakai Hino Mpu Sindok. Prasasti itu berisi tentang pembelian lahan dengan tiga kati emas, serta nama-nama daerah sebagai utusan yang menyaksikan peresmian prasasti.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Berdasarkan namanya, prasasti itu diperkirakan dikeluarkan oleh Raja Mpu Sindok, yang tak lain adalah raja Kerajaan Medang atau Mataram Kuno. Lalu siapakah sebenarnya Raja Mpu Sindok? Dan bagaimana pula sepak terjangnya? Berikut selengkapnya:
Memindahkan Pusat Kerajaan dari Jateng ke Jatim
©2014 merdeka.com/parwito
Mpu Sindok merupakan raja yang sangat terkenal karena meninggalkan banyak prasasti pada masa pemerintahannya. Ialah tokoh yang memindahkan pusat kekuasaan Kerajaan Medang dari Bumi Mataram di Jateng menuju Jawa Timur.
Peristiwa pemindahan ini diperkirakan dilakukan pada tahun 929. Pemicunya bermacam-macam, seperti letusan Gunung Merapi atau ancaman serangan dari Kerajaan Sriwijaya.
Pusat kerajaannya kemudian dipindahkan ke Watugaluh, sebuah daerah di tepi Sungai Brantas. Sejak saat itulah ia memerintah Kerajaan Medang hingga tahun 947.
Peninggalan Mpu Sindok
©2021 Merdeka.com/ http://www.disparbud.jabarprov.go.id/
Saat menjadi raja, Mpu Sindok memiliki dua istri yang salah satunya adalah Sri Parameswari Dyah Kbi, yang merupakan putri dari Dyah Wawa, raja Kerajaan Medang sebelumnya. Dengan demikian, Mpu Sindok berhasil naik tahta karena pernikahannya.
Pada masa pemerintahannya, Mpu Sindok banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti yang tersebar di Pulau Jawa khususnya wilayah Jawa Timur. Ada Prasasti Poh Rinting yang berisi tentang penetapan desa perdikan, ada Prasasti Waharu dan Prasasti Sumbut yang berisikan anugerah yang diberikan pada sebuah desa, ada Prasasti Gulung-Gulung yang berisikan permohonan agar sebuah sawa bisa dibangun sebuah bangunan suci, dan prasasti sejenis lainnya.
Akhir Hayat Mpu Sindok
Dikutip dari Wikipedia, Mpu Sindok meninggal pada tahun 947 Masehi dan dicandikan di Isanabajra. Meskipun ia merupakan seorang penganut Hindu aliran Siwa, namun Mpu Sindok memiliki rasa toleransi yang besar terhadap agama lain.
Salah satu contohnya, ia menganugerahkan desa Wanjang sebagai sima swatantra kepada seorang pujangga bernama Sri Sambhara Suryawarana, yang telah berjasa menulis kitab Buddha aliran Tantrayana berjudul Sang Hyang Kamahayanikan.
Menurut Prasasti Pucangan, Mpu Sindok digantikan oleh putrinya yang bernama Sri Isana Tunggawijaya. Raja perempuan ini memerintah bersama suaminya, Sri Lokapala.