Raih Doktor Teknik Geologi, Peneliti UGM Jelaskan soal Geopark Karangsambung
Jumat (27/1) merupakan hari bersejarah bagi peneliti BRIN Chusni Ansori. Dalam studi doktoralnya, ia meneliti tentang pengaruh keragaman geologi terhadap budaya era Megalitikum hingga Kolonial. Ia mengambil obyek studi di Geopark Karangsambung.
Jumat (27/1) merupakan hari bersejarah bagi peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Chusni Ansori. Pada hari itu, ia resmi meraih gelar doktor dari Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM. Dalam studi doktoralnya, ia meneliti tentang pengaruh keragaman geologi terhadap budaya era Megalitikum hingga Kolonial.
“Saya percaya bahwa budaya pasti dipengaruhi oleh alam. Cuma berapa besar pengaruhnya dan dari faktor apa yang berpengaruh, ini yang coba saya kawinkan dengan riset interdisipliner ini,” kata Chusni dikutip dari ANTARA.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Dalam riset itu, ia mengambil obyek penelitian di Kawasan Taman Bumi (Geopark) Karangsambung. Ia menyimpulkan bahwa keragaman geologi di daerah itu menjadi salah satu faktor yang mampu membentuk keragaman budaya dari era Megalitikum hingga Kolonial.
Berikut selengkapnya:
Ragam Situs Budaya di Karangsambung
©YouTube/LIPI
Chusni mengatakan, di Karangsambung setidaknya ada 11 situs budaya era Megalitikum, 12 situs era Hindu-Buddha, 31 situs era Islam, dan 83 situs warisan era Kolonial. Berdasarkan presentasenya, litologi atau karakteristik fisik batuan di kawasan itu telah mempengaruhi pembentukan budaya mencapai 2,3 persen pada era Megalitikum, 11,3 persen pada era Hindu-Buddha, 2,9 persen pada era Islam, dan 2,6 persen pada era Kolonial.
Pada era Megalitikum, ada warisan budaya lumpang batu yang berfungsi sebagai alat pengolahan pertanian tersebar di kawasan itu pada endapan alluvial di sekitar pasir besi, begitu pula pada era Hindu-Buddha, sebagian besar warisan budaya berupa tempat atau sarana ibadah di sana ditemukan pada endapan alluvial.
“Pada era Islam, makam juga berada pada endapan alluvial. Sedangkan pada era Kolonial situs yang berfungsi untuk ekonomi, pemerintahan, sekolahan, kesehatan, dan pertahanan mengelompok mengikuti pola sebaran situs pemerintahan di sekitar Kebumen, Karanganyar, Gombong, Kutowinangun, dan Prembun,” kata Chusni.
Sebuah Edukasi
©YouTube/LIPI
Chusni mengatakan, sejak tahun 2018 lalu, Karangsambung dan Karangbolong dikembangkan menjadi kawasan geopark oleh UNESCO sehingga nantinya akan berubah nama menjadi Geopark Kebumen karena letaknya yang berada di wilayah Kebumen. Ia menilai hasil risetnya akan bermanfaat dalam pengembangan itu.
Menurut Chusni, hasil riset doktoralnya itu juga penting sebagai bahan edukasi di kawasan geopark sekaligus mampu mengembangkan ekonomi masyarakat setempat.
“Sehingga bukan hanya wisata selfie, tapi juga geowisata yang memberikan pencerahan bagaimana batuan atau situs itu terjadi. Saya harap ini menjadi bagian dalam memperkaya proses edukasi dalam konteks geowisata,” kata Chusni.