Sosok KRT Wongsonegoro, Gubernur Pertama Jateng Setelah Kemerdekaan yang Pernah Ditunjuk sebagai Menteri Era Soekarno
Setelah tak aktif dalam kabinet pemerintahan, ia lebih banyak terlibat dalam pengorganisasian para penghayat kepercayaan.
Setelah tak aktif dalam kabinet pemerintahan, ia lebih banyak terlibat dalam pengorganisasian para penghayat kepercayaan.
Sosok KRT Wongsonegoro, Gubernur Pertama Jateng Setelah Kemerdekaan yang Pernah Ditunjuk sebagai Menteri Era Soekarno
Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRT) Wongsonegoro lahir di Surakarta pada 20 April 1897. Ayahnya merupakan abdi dalem panewu bagi Sri Susuhunan Pakubuwono X.
-
Apa yang ditemukan di Sungai Winongo? “Kalau kita lihat sedimen di Sungai Winongo kandungan logamnya lebih tinggi di sekitar Kota Yogya. Kita mengambil sampel sampel di sedimen air sungai yang dekat dengan buangan bengkel,” kata Lintang.
-
Apa itu Gonggong? Gonggong khas Batam ini merupakan sejenis siput yang memiliki cangkang berukuran besar dan teksturnya yang keras.
-
Siapa yang dikaitkan dengan tanaman walisongo? Sembilan helai daun pada tanaman wali songo dikaitkan dengan sembilan tokoh penyebar agama Islam di Indonesia yang dikenal sebagai wali songo.
-
Mengapa Desa Wonorejo dikosongkan? Karena ada perluasan area tambang, kini penduduk Desa Wonorejo sudah dipindahkan ke desa terdekat, yaitu Desa Sumber Rejeki. Sementara lahan Desa Wonorejo kini sudah dikosongkan. Nantinya tempat itu akan jadi area tambang karena di dalam tanah desa itu terkandung batu bara.
-
Dimana lokasi Batu Wongwongan? Keberadaan batu ini tersembunyi di tengah hutan perkebunan, dan tak jauh dari Sungai Ciwongwongan.
-
Apa sebenarnya Sendang Wonodri itu? Sendang Wonodri merupakan sebuah kolam umum yang berada di tengah pemukiman penduduk Kota Semarang.
Sebagai keturunan priayi, Wongsonegoro punya kesempatan mengenyam pendidikan lebih besar dibandingkan anak keturunan pribumi lainnya.
Setelah lulus sekolah, ia kembali ke Surakarta pada tahun 1917 dan mendapat pekerjaan di Landraad Solo, setingkat Pengadilan Negeri.
Karena kiprahnya di bidang hukum cukup bagus, ia mendapat beasiswa dari Pemerintah Kasunanan Surakarta untuk bersekolah di Rechts Hogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) dari Pemerintah Kasunanan.
Pada tahun 1929, Wongsonegoro berhasil menamatkan tugas belajarnya dan berhak atas gelar akademik Meester in de Rechten (Sarjana Hukum).
Pendidikannya yang cemerlang membuat kariernya terus berlanjut. Pada tahun 1939, ia diangkat menjadi Bupati Sragen dengan nama Bupati Raden Tumenggung Djaksonogoro.
(Foto: Wikipedia.org)
Pada tahun 1945, Wongsonegoro masuk dalam salah satu anggota BPUPKI. Saat itu, ia ikut bekerja mempersiapkan berbagai hal terkait aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal lain yang diperlukan dalam usaha pembentukan Indonesia merdeka.
Dalam BPUPKI sendiri, Wongsonegoro masuk ke dalam tim kecil dari sidang panitia Perancang UUD pada 11 Juli 1945 yang diketuai Ir. Soekarno. Tim kecil itu beranggotakan tujuh orang yaitu Dr. Soepomo, Achmad Soebardjo, AA Maramis, Raden Panji Singgih, Agus Salim, Soekiman, dan Wongsonegoro sendiri.
Dalam sidang itu, Wongsonegoro memberi usulan perlunya menambah frasa ‘dan kepercayaannya itu’ pada Pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945.
Diketahui, Pasal 29 ayat 1 berbunyi : “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa''. Sedang Pasal 29 ayat 2 berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
- Dr. Soetardjo Kertohadikusumo, Anggota Volksraad yang Menjabat Gubernur Jawa Barat Pertama
- Sederet Kecurangan Pemilu 2024 yang Digulirkan Lewat Hak Angket, Bukan Untuk Pemakzulan Jokowi
- Sosok Harun Al-Rasjid Zain, Tokoh Kebanggaan Sumatra Barat yang Jadi Menakertrans di Era Orde Baru
- Sosok Dahlan Djambek, Letnan Kolonel yang Menjadi Mendagri Era Kabinet PRRI
Keberadaan frase ini memungkinkan pemerintah Indonesia semenjak awal kemerdekaan memberikan pengakuan resmi kepada keberadaan para penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Dengan demikian, Wongsonegoro secara tidak langsung telah meletakkan dasar pentingnya kerukunan agama-agama dan aliran kepercayaan.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Wongsonegoro ditunjuk menjadi Gubernur Jawa Tengah, menggantikan R.P. Soeroso, pada 13 Oktober 1945. Tugas ini dilaksanakannya hingga 13 Oktober 1949.
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Jawa Tengah, Wongsonegoro melanjutkan kiprah kebangsaannya di tingkat nasional. Kiprah ini ditandai dengan masuknya Wongsonegoro sebagai anggota sejumlah kabinet pemerintahan Indonesia yang terus berganti di masa itu.
Pada tahun 1949-1950, ia ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri mewakili Partai Indonesia Raya. Pada tahun 1950-1951, ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman.
Pada tahun 1951-1952, ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun 1953-1955, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri.
Setelah beberapa waktu terlibat dalam kabinet pemerintahan, Wongsonegoro selanjutnya lebih banyak terlibat dalam pengorganisasian para penghayat kepercayaan.
Kedekatannya dalam aliran kebatinan terlihat dari kepribadian sehari-harinya. Sikap perilaku semasa hidupnya dituliskan pada monumen makamnya di Astana Kandaran, Sukoharjo, yang berbunyi “Janma Luwih Hambuka Tunggal, “ yang berarti orang yang mempunyai kemampuan lebih akan selalu mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.
Selain itu, dalam monumen itu dituliskan juga “Haruming Sabda Haruming Budi,“ yang berarti orang yang selalu bertutur kata baik dalam arti yang benar, menggambarkan pribadi orang yang berbudi luhur.