Mengunjungi Kampung Brem Madiun, Jajanan Khas Sejak Zaman Kolonial Belanda
Brem sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dulu jajanan ini termasuk makanan mewah bagi masyarakat pribumi.
Belum lama ini brem ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB).
Mengunjungi Kampung Brem Madiun, Jajanan Khas Sejak Zaman Kolonial Belanda
Jajanan khas Madiun, Brem, konon sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Meskipun kini terkesan sederhana, dulu Brem adalah jajanan mewah bagi bangsa pribumi.
Kisah Mbah Marsiyem
Wanita lansia itu tak tahu kapan tepatnya ia lahir, jika ditaksir usianya kini lebih dari 90 tahun. Ia mengaku sudah mengalami hidup sengsara pada masa kolonial Belanda dan Jepang. Sejak kecil ia sudah akrab dengan jajanan Brem.
-
Apa ciri khas burung Cendet Madura? Mengutip Instagram @jatimpemprov, burung Cendet Madura memiliki tubuh yang ramping, panjang, dan proporsional. Burung ini memiliki bulu dominan hitam sampai ke tengkuk. Bulunya yang dominan berwarna hitam menyebabkan burung ini juga dikenal dengan sebutan Cendet Blangkon. Burung ini juga memiliki ekor lebih panjang dibandingkan Cendet jenis lain.
-
Kapan Hari Brimob diperingati? Bangsa Indonesia memperingati Hari Brimob setiap tanggal 14 November.
-
Apa yang terjadi pada Raden Ario Soerjo saat menuju Madiun? Saat hendak menuju Madiun, tanda-tanda buruk sudah mulai terlihat. Soerjo pun tidak percaya akan hal itu meskipun ban mobilnya pecah dan kehabisan bahan bakar saat perjalanan.
-
Kenapa BRI mendukung UMKM? Koordinator Rumah BUMN BRI Yogyakarta S. Condro Rini (34) sangat menyadari bahwa UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, mendorong pelaku UMKM untuk terus maju dan berkembang salah satunya lewat Rumah BUMN, merupakan pekerjaan besar dan mulia.
-
Kenapa Adrem Mawar Merah menggunakan Kupedes BRI? Selama mengenalkan adrem sebagai kuliner khas Bantul, Dewi mencoba berbagai upaya, salah satunya fasilitas pinjaman Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) dari BRI.
-
Kenapa BRImo diminati masyarakat? Keunggulan yang dimiliki BRImo membuat aplikasi perbankan seluler ini banyak diminati masyarakat.
Sementara itu, Marsiyem sudah bisa membuat Brem sejak usianya masih belasan tahun. Ia belajar membuat Brem pada Mbah Lurah Dusun Bodang. Marsiyem tidak tahu dari mana Mbah Lurah mendapatkan ilmu membuat Brem dan mengapa pula dinamai Brem.
Asal Mula Brem
Marsiyem menjelaskan, penamaan Brem mungkin karena panganan ini bahan utamanya sari tape ketan yang harus diperam selama tujuh hari tujuh malam sebelum diproduksi. Nama Brem lantas muncul begitu saja.
Peram yang dilafal perem dalam bahasa Jawa secara fonetik tak jauh dari kata Brem. Marsiyem mengingat, Mbah Lurah Dusun Bodang juga menyebutnya seperti itu.
Dulu untuk kulakan bahan baku dan peralatan membuat Brem, harus menempuh perjalanan cukup jauh menuju pusat kota Madiun. Marsiyem menumpang sepur kluthuk (kereta zaman Belanda berbahan bakar kayu) yang menyemburkan asap hitam pekat saat melaju. Saat turun dari sepur, hidung setiap penumpang akan tersumpal langes (jelaga) hitam.
Dari lima dusun di Desa Kaliabu tersebut, hanya Dusun Tempuran yang hingga kini masih memiliki perajin Brem paling banyak. Dusun-dusun lain sudah lama beralih profesi. Mereka memilih bercocok tanam atau bermigrasi ke kota Madiun dan kota besar Jawa Timur lain untuk mencari penghidupan lebih baik.
Marsiyem adalah salah satu generasi pertama yang masih setia mendampingi produksi panganan bercita rasa semriwing dan manis ini.
Perkembangan
Saat ini ada sekitar 47 perajin penganan Brem di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun ini. Tujuh belas di antaranya bergabung dalam kelompok perajin “Jaya Makmur”. Kelompok ini dikoordinir oleh Supiyati, anak Mbah Marsiyem. Tidak seperti pada zaman ibunya, Supiyati memodifikasi proses pembuatan Brem menjadi semi modern. (Foto: Wikipedia)
Cara Pembuatan
1. Pertama, ketan direndam lebih dahulu sekitar 30 menit.
2. Ketan dimasak hingga setengah matang. Baru setelah setengah matang didingingkan.
3. Jika sudah dingin, ketan dikukus selama 60 menit. Berikutnya diangkat, dan didinginkan kembali.
4. Setelah benar-benar dingin baru memasuki tahap peragian. Perbandingannya 24 kilogram ketan masak memmbutuhkan ragi 30 butir. Butir-butir ragi dihaluskan kemudian ditebar merata di atas ketan yang sudah masak tersebut.
5. Ketan yang sudah tercampur ragi ditempatkan di bak-bak khusus untuk diperam agar menjadi tape ketan. Waktu ideal yang dibutuhkan tujuh hari tujuh malam.
6. Tape ketan di-mixer lalu diuleni secara manual dengan tangan. Proses masih dipertahankan hingga kini. Saat dimixer perajin Brem kadang membubuhkan perasa atau esens, seperti cita rasa cokeat, melon, stroberi, dan lain-lain tergantung pemesanan. Agar mendapatkan rasa alami tape tidak perlu dibubuhi perasa macam-macam. Cukup ditiriskan untuk diambil sari-sarinya.
7. Tahap akhir sari tape berbentuk cairan direbus kembali sekitar 45 menit hingga mengental. Baru setelah itu diratakan dalam cetakan-cetakan Brem yang sudah disediakan. Biasanya cetakan melebar atau memanjang dengan ketebalan 0,5-1 cm. Setelah mengeras dipotong-potong sesuai pesanan dan kemasan.