Kini Korporasi Raksasa Bernilai Ratusan Triliun, Awalnya Dagang Soft Drink dan ATK
Pada 2022, pendapatan usahanya mencapai Rp 301,4 triliun dengan laba bersih Rp 28,9 triliun. Rekor laba tertinggi dalam 5 tahun terakhir perusahaan! Di tiga bulan pertama tahun ini, pendapatannya tembus Rp 82,9 triliun dengan laba Rp 8,7 triliun.
Siapa yang tak kenal PT Astra International Tbk?
Kelompok usaha besar di Indonesia saat ini, selain idaman para pencari kerja.
-
Mengapa Toyota memilih Astra sebagai mitra di Indonesia? Toyota tidak pernah benar-benar memintai Astra, tetapi mereka menghendaki mitra dagang yang aman secara politis. Mereka memandang Astra, namun sesungguhnya mereka lihat adalah pemerintah (RI).
-
Bagaimana Toyota dan Astra berhasil menjalin kerjasama? Dan dibantu lobi Soedjomo Hoemardani, asisten pribadi Presiden Soeharto, jadilah Toyota memilih Astra sebagai mitra di Indonesia (hlm 76).
-
Kapan Toyota dan Astra mendirikan perusahaan patungan? Akhirnya Astra berjodoh dengan Toyota, yang dirayakan mendirikan perusahaan patungan: PT Toyota Astra Motor pada 12 April 1971 dengan kepemilikan saham Astra 51%.
-
Siapa yang mendorong kolaborasi Astra dan IPB melalui Kedaireka? Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikristek) melalui Kedaireka terus mendorong kolaborasi inovasi melalui kemitraan strategis antara dunia industri dengan perguruan tinggi.
-
Bagaimana Presiden Soeharto membangun industri otomotif di Indonesia? Presiden Soeharto punya cara pandang baru membangun ekonomi Indonesia. Dengan kebijakan pro pada modal asing, Presiden Soeharto memilih industri otomotif sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional.
-
Kapan Honda Astrea Star diperkenalkan? Honda Astrea Star diperkenalkan pada tahun 1985, memulai era baru untuk sepeda motor bebek dengan desain yang lebih modern.
Di pasar modal Indonesia, market cap-nya tercatat Rp 278,3 triliun.
Pada 2022, pendapatan usahanya mencapai Rp 301,4 triliun dengan laba bersih Rp 28,9 triliun. Rekor laba tertinggi dalam 5 tahun terakhir perusahaan!
Di tiga bulan pertama tahun ini, pendapatannya tembus Rp 82,9 triliun dengan laba Rp 8,7 triliun.
Grup Astra dirintis oleh William Soeryadjaya pada 22 Februari 1957.
Tahun ini, di usia ke-66, Astra menjelma menjadi korporasi raksasa dengan 270 anak usaha dan ratusan ribu karyawan.
Bisnis otomotif menjadi fondasi utama Grup Astra. Di bisnis otomotif, Grup Astra menguasai pasar otomotif nasional dengan pangsa pasar sekitar 51 persen.
Saat ini Astra mengelola merek otomotif global di Indonesia: Toyota, Daihatsu, Honda (sepeda motor), Isuzu, Peugeot, dan UD Trucks.
©2019 Merdeka.com
Dari bisnis otomotif, kini Astra berkembang menjadi perusahaan dengan banyak bisnis baru. Sebut saja beberapa jasa keuangan; alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi; agribisnis; infrastruktur dan logistik; teknologi informasi; dan properti.
Baru-baru ini, Grup Astra berinvestasi di GoTo, induk usaha Gojek dan Tokopedia.
Namun, siapa sangka, sebelum berstatus korporasi raksasa dan status' raja otomotif' Indonesia, Astra sempat memulai usahanya dengan menjual soft drink, alat tulis kantor (ATK), dan semen.
Masa-masa rintisan menjadi awal perjuangan. Bekerja keras, bersusah payah dilakoni oleh William Soeryadjaya saat membangun Astra dari nol.
Berikut kisah Astra, dikutip dari berbagai sumber:
Dari Jualan Soft Drink hingga ATK
©2018 Merdeka.com/Syakur Usman
Grup Astra dirintis oleh William Soeryadjaya alias Tjia Kian Liong dan adiknya, Tjia Kian Tie.
Bersama sahabatnya, E Hardiman (Liem Peng Hong), kakak-adik ini memberanikan diri berdagang dengan membeli satu perusahaan kecil di Jalan Sabang 36A, Jakarta Pusat, pada 1956.
Sebagai pengusaha pemula, William pun mengubah bidang usaha perusahaan yang baru dibelinya menjadi perdagangan eceran. Modal usahanya sekitar Rp 2,5 juta.
Modal itu digunakan untuk menjual barang-barang, seperti minuman ringan (soft drink) prem club, kornet sapi, pasta gigi, odol, lampu bohlam, hingga tawas.
Alat-alat perkantoran seperti alat tulis (ATK) juga dijual Astra di periode rintisan itu.
Pada 20 Februari 1957, William mendaftarkan nama 'Astra' sebagai nama perusahaan yang baru kepada notaris Sie khwan Djioe.
Nama Astra terinspirasi dari nama dewi Astrea dalam mitologi Yunani. Maknanya 'terbang ke langit menjadi bintang'.
Dari usaha perdagangan eceran, Astra tumbuh saat mendapat proyek pemerintah: menjadi pemasok logam dan semen untuk proyek bendungan raksasa Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat, pada 1961.
Di proyek Jatilhur, Astra bertanggung jawab memasok bahan bangunan seperti semen, pipa baja, karet, dan sebagainya.
Berjodoh dengan Toyota
©2022 Merdeka.com
Pada 1969, William putar haluan usaha ke bisnis otomotif, setelah gagal total sebagai importir generator senilai US$ 2,8 juta.
Bisnis otomotif pertama Astra adalah berperan sebagai importir dan perakit truk merek Chevrolet dari General Motors (GM) asal Amerika Serikat.
William melihat 'bintang Astra' bakal bersinar di bisnis otomotif Indonesia.
Berbekal ini, dia pun menerima tawaran pemerintah Indonesia untuk menghidupkan kemballi pabrik Gaya Motor milik pemerintah. Lewat pinjaman sebesar US$ 3 juta, Astra menjadi pemegang saham mayoritas di Gaya Motor dengan kepemilikan saham 60 persen.
Pabrik peninggalan Belanda itu kemudian diperbarui dan digunakan untuk merakit truk Chevrolet.
Sayangnya, General Motors (GM) selaku prinsipal merek Chevrolet, menolak pinangan Astra untuk menjadi agen pemegang merek di Indonesia. Nissan juga demikian, menolak Astra.
Nasib baik berpihak pada William dan Astra, ketika Toyota sedang mencari agen tunggal pemegang merek (APM) di Indonesia. Syarat utamanya, perakitan mobil menggunakan fasilitas Gaya Moyor.
Perjodohan Astra dengan Toyota pun dimulai dari sini. Padahal tahun itu, pengusaha nasional Buntaran juga ingin menjadi APM Toyota di Indonesia.
“Waktu itu saya kira Astra berhasil mendapat klien tunggal Toyota, karena kebetulan Pak William berani membeli Gaya Motor yang lama. Kemudian saat zaman perang, ada orang Toyota bernama Kamyo bekerja di Gaya Motor. Faktor Kamyo inilah dan juga mungkin cocok serta berkenan, maka Astra pun diangkat menjadi perakit mobil Toyota di Indonesia,” ungkap TP Rachmat, Presiden Direktur PT Astra International Tbk periode 1984-1998 dan 2000-2002, dikutip dari buku Industri Otomotif Indonesia: Menjadi Pemain Utama Era Mobil Listrik (Pustaka Kaji, 2021).
Menurut TP Rachmat, saat itu Astra tidak punya apa-apa, hanya fasilitas perakitan tua, bekas PN Gaja Motor.
“Kami tidak punya apa-apa. Cuma assembling plant tua dan tidak punya fasilitas manufaktur. Tapi memang waktu itu peraturannya untuk menjadi agen pemegang merek, cuma memiliki assembling,” ujarnya.
Keberhasilan William menggandeng Toyota melempangkan jalan Astra untuk merambah lebih jauh di industri otomotif.
Dari merek Toyota, Astra pun menjadi APM merek Daihatsu, Honda (sepeda motor), Isuzu, UD Trucks, dan Peugeot.
Dari dagang eceran, Astra berkembang menjadi perusahaan otomotif bersama Toyota, hingga kini menjadi korporasi raksasa di Indonesia!