2 Polisi di Makassar Diduga Terlibat Jaringan Fredy Pratama, Pelantikan jadi Perwira Ditunda
Dua anggota polisi di Kota Makassar yakni Bripka SY dan WD diduga terlibat dalam jaringan kartel narkoba Fredy Pratama.
Dua anggota polisi di Kota Makassar yakni Bripka SY dan WD diduga terlibat dalam jaringan kartel narkoba Fredy Pratama.
2 Polisi di Makassar Diduga Terlibat Jaringan Fredy Pratama, Pelantikan jadi Perwira Ditunda
Dua anggota polisi di Kota Makassar yakni Bripka SY dan WD diduga terlibat dalam jaringan kartel narkoba Fredy Pratama. Akibatnya, dua polisi tersebut harus tertunda dilantik menjadi perwira.
- DPR: Polisi Terlibat Jaringan Narkoba Freddy Pratama Enggak Mungkin Main Sendirian!
- Polda Kalteng Usut Satu Warga Seruyan Diduga Tewas Tertembak Polisi
- Usai Diperiksa, Zul Zivilia Akui Kenal Gembong Narkoba Fredy Pratama
- Perwira Polri jadi Kurir Narkoba Fredy Pratama, Kapolri Jenderal Sigit: Risikonya Kita Pecat!
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Komisaris Besar Komang Suartana membenarkan ada dua polisi yang harus tertunda pelantikannya menjadi perwira. Padahal dua polisi tersebut telah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Inspektur Polisi (SIP).
"Iya, pelantikannya mereka ditunda karena sedang diperiksa oleh Propam. Ada dua orang,"
ujarnya kepada wartawan di Mapolda Sulsel.
Komang tak merinci penyebab Bripka SY dan WD diperiksa Propam Polda Sulsel. Beredar kabar Bripka SY dan WD tertunda pelantikan menjadi perwira karena diduga terlibat jaringan kartel narkoba Freddy Pratama.
"Masih dalam tahap penyelidikan, kita belum memiliki hasilnya. Kami akan menunggu hasil dari Propam Polda Sulsel sebelum mengambil tindakan selanjutnya," tuturnya.
Sekadar diketahui, Bareskrim Polri membongkar sindikat narkoba internasional kelas kakap jaringan Fredy Pratama. Pengungkapan itu bekerjasama dengan Royal Malaysia Police, Royal Malaysian Customs Departement, Royal Thai Police, Us-Dea, dan instansi terkait lainnya, sekaligus membongkar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil peredaran narkotika jenis sabu dan ekstasi lintas negara itu.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyampaikan, pengungkapan kasus tersebut dimulai dengan adanya operasi bersama atau join operating yang bahkan hingga kini masih dilakukan. Pasalnya, tersangka Fredy Pratama selaku aktor utama dalam perkara ini masih berstatus DPO alias buron dan diduga berada di Thailand.
"Ditelusuri bahwa sindikat narkoba ini mengedarkan narkoba dan bermuara pada satu orang yaitu Fredy Pratama dan masih DPO, dan berada di Thailand,"
tutur Wahyu di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/9).
merdeka.com
Menurut Wahyu, sejak 2020 sampai dengan 2023 terdapat 408 laporan polisi dengan 884 tersangka yang sudah ditangkap, yang keseluruhannya pun terkait dengan Fredy Pratama. Jaringan tersebut nyatanya memang menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran narkoba dan dikendalikan oleh Fredy Pratama yang bersembunyi di Thailand.
"Sindikat ini memang rapi dan terstruktur. Siapa berbuat apa, ada bagian keuangan, bagian pembuat dokumen, dan sebagainya," jelas dia.
Selain itu, lanjutnya, jaringan narkoba Fredy Pratama menyusun komunikasi dengan sangat rapi melalui penggunaan aplikasi yang jarang digunakan oleh masyarakat umum. Selain itu, banyak pula rekening dari berbagai bank yang digunakan.
"Rekening yang digunakan 406 dengan saldo Rp28,7 miliar dan sudah dilakukan pemblokiran," katanya.
Wahyu menyatakan, total aset dari sindikat narkoba internasional Fredy Pratama mencapai Rp10,5 triliun. Adapun total penyitaan yang dilakukan terhadap barang bukti narkotika dalam kasus ini adalah 10,2 ton sabu, dengan perkiraan yang sudah masuk ke Indonesia untuk diedarkan mencapai 100 hingga 500 kilogram.
Sementara, TPPU yang dikenakan terhadap tangkapan kali ini sebesar Rp273,45 miliar. Masih ada aset lainnya yang dalam proses penyitaan di Thailand.
"Jumlah aset yang telah disita ini secara keseluruhan sekitar Rp273,45 miliar," Wahyu menandaskan.