6 TPS di Sulsel Tak Gelar Pemungutan Suara Ulang, Ini Penjelasan KPU
Ini terjadi akibat terlambatnya keluar rekomendasi dari Bawaslu.
Ini terjadi akibat terlambatnya keluar rekomendasi dari Bawaslu.
- Penjelasan KPU Sulsel Tak Jalani Rekomendasi Bawaslu untuk Pemungutan Suara Ulang
- KPU: 686 TPS Lakukan Pemungutan Suara Ulang, Tersebar di 38 Provinsi
- Bawaslu Usulkan 1.496 TPS Gelar Pemungutan dan Penghitungan Suara Ulang, Catat Lokasinya
- Puluhan TPS di Sulsel akan Gelar Pemungutan Suara Ulang, Ini Pesan Bawaslu untuk KPU
6 TPS di Sulsel Tak Gelar Pemungutan Suara Ulang, Ini Penjelasan KPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan (Sulsel) menjelaskan alasan terkait tidak terlaksananya pemungutan suara ulang (PSU) di enam tempat pemungutan suara (TPS) di Kabupaten Wajo, Bulukumba, Kepulauan Selayar dan Maros.
KPU Sulsel menyebut enam TPS yang tidak menggelar PSU akibat terlambatnya keluar rekomendasi dari badan pengawas pemilu (Bawaslu).
Ketua KPU Sulsel Hasbullah membenarkan ada enam TPS di empat kabupaten yang tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu Sulsel untuk digelar PSU. KPU beralasan, tidak digelarnya PSU di enam TPS akibat surat rekomendasi Bawaslu Sulsel masuk pada tanggal 23 dan 24 Februari 2024.
"Sementara di undang-undang nomor 7 Tahun 2017 menjelaskan itu (PSU) sepuluh hari setelah pencoblosan. Mekanisme yang kita harus tempuh sebelum pencoblosan ulang itu pembagian C pemberitahuan yang harus sampai kepada pemilih satu hari sebelum pemungutan suara ulang," ujarnya, Kamis (29/2).
Akibat waktu yang mepet, KPU empat kabupaten kesulitan membuat surat C pemberitahuan PSU ke warga. Padahal, untuk mencetak surat C pemberitahuan tidak bisa dilakukan asal-asalan.
"Pada saat tanggal 23 disampaikan (rekomendasi PSU), kapan kami punya waktu untuk mencetak C pemberitahuan. Itu kan tidak bisa dicetak sembarangan pada saat kegiatan rekomendasi PSU-nya. Jadi keterlambatan menyampaikan rekomendasi itu teman-teman di kabupaten/kota tidak sanggup untuk melaksanakan (PSU)," tegasnya.
Selain masalah C pemberitahuan, Hasbullah juga menjelaskan terkait logistik PSU. Ia menyebut untuk PSU, KPU perlu memesan untuk mencetak surat suara kembali.
"Belum lagi terkait dengan posisi logistik yang harus kita segerakan. Itu masalah teknis, dalam hal putusan MK sebelumnya disebut impossible performance. Jadi dia tidak memungkinkan untuk dilakukan," sebutnya.
Hasbullah mengaku KPU akan tetap menggunakan data hasil pencoblosan pada tanggal 14 Februari 2024.
"Hasilnya tetap masuk, tapi menggunakan yang sebelumnya (saat pencoblosan tanggal 14 Februari)," ucapnya.
Sementara Komisioner Bawaslu Sulsel akan mengkaji penyebab tidak melakukan PSU di enam TPS.
"Tentu kami akan pelajari dulu apa alasan mereka tidak melakukan PSU di enam TPS itu," ujarnya
Dalam surat yang diterima Bawaslu menyebutkan mereka tidak melaksanakan rekomendasi untuk PSU karena tidak ada waktu yang cukup untuk melakukan itu.
"PPK di masing-masing TPS tersebut menyampaikan, bahwa mereka tidak ada waktu yang cukup untuk melaksanakan PSU. Karena pada saat itu sudah tanggal 23 Februari. Mereka tidak mampu menyiapkan logistik begitu cepat," katanya.
Dari enam TPS tersebut, empat direkomendasikan PSU sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat bahwa ditemukan ada pemilih yang memberikan suara (memilih) lebih satu kali di TPS yang sama atau TPS berbeda, setelah dilakukan investigasi dan mengumpulkan keterangan dan bukti, pihak Panwaslu Kecamatan mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan PSU.
Dua TPS di Wajo, di rekomendasikan PSU sebagai tindak lanjut hasil pencermatan pada proses rekapitulasi tingkat kecamatan, di mana terjadi ketidak sinkronan antara jumlah pemilih yang hadir memilih dengan jumlah surat suara yang digunakan, setelah dilakukan pencermatan, ditemukan ada pemilih yang berasal dari luar (KTP provinsi lain) ikut diberi surat suara dan memilih di TPS tersebut.
Saran Perbaikan dan rekomendasi yang disampaikan Panwascam, keluar tanggal 23, atau hari kesembilan pasca pemungutan suara normal.
Saiful menjelaskan, secara umum penyebab keluarnya saran atau rekomendasi PSU karena ada pemilih yang tidak berdomisili setempat, tidak terdaftar dalam DPT atau DPTb, tetapi yang bersangkutan ikut memberikan suaranya di TPS.
Kedua, Pemilih DPTb, yang semestinya hanya memperoleh dua jenis surat suara (misalnya), tetapi diberi lebih dari seharusnya.
Ketiga, Pemilih yang memilih lebih dari satu kali di TPS sama atau TPS berbeda.
"Yang perlu ditegaskan, bahwa saran perbaikan atau rekomendasi yang dikeluarkan oleh jajaran pengawas untuk melakukan PSU, semata-mata untuk memastikan bahwa suara yang ada di TPS tersebut murni, tidak ada suara pemilih yang dianggap ilegal (tidak bersyarat),"katanya.
Ini juga, kata Saiful, upaya pengawalan dan pengawasan yang dilakukan oleh jajaran pengawas di TPS, maupun pengawasan yang dilakukan pada jenjang rekapitulasi di tingkat kecamatan, benar-benar dikawal dengan baik.
"Semoga dengan mekanisme ini, publik dapat menerima baik proses maupun hasil dari pelaksanaan pemilu yang tahapannya saat ini sudah memasuki tahap rekapitulasi tingkat kecamatan dan kabupaten,"jelasnya.
Diketahui, rekomendasi atau saran perbaikan yang disampaikan Panwaslu Kecamatan atau PTPS/PKD ke KPPS, PPK terkait 70 TPS yang diminta untuk PSU.
Dari 70, 64 TPS diantaranya telah dilakukan PSU sesuai tenggang waktu yang ditetapkan, tidak lebih dari 10 hari pasca pemungutan pada 14 Februari lalu.