Kisah aktivis UI marah diminta kirim mahasiswi temani presiden nonton
Kisah aktivis UI marah diminta kirim mahasiswi temani presiden nonton. Surat itu dikirimkan Menteri Koordinator Pendidikan dan Kebudayaan Profesor Prijono pada Senat Fakultas Sastra UI agar mengirimkan 20 orang mahasiswi untuk nonton wayang kulit di Istana semalam penuh.
Presiden Jokowi sempat diacungi 'kartu kuning' oleh mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Mereka memprotes penanganan kasus campak dan gizi buruk di Asmat.
Jokowi sendiri tidak mempersoalkan masalah itu. Menurutnya memang tugas mahasiswa untuk mengingatkan pemerintah.
-
Kapan Soekarno diasingkan di Bengkulu? Masa pengasingan Soekarno mulai tahun 1938 sampai 1942 ini telah muncul jalinan asmara dengan Fatmawati setelah sang presiden aktif dalam kegiatan kepemudaan Bengkulu.
-
Apa yang dilakukan Soekarno untuk menyerap aspirasi warga Bandung? Menyandang gelar baru sebagai pemimpin partai dia mulai bergerilya, menjadwalkan mencari aspirasi dari kampung ke kampung.
-
Kenapa Soekarno dipenjara di Jalan Banceuy? Di tahun 1929, orator ulung itu sempat ditawan Belanda karena gerakan pemberontakannya terhadap kolonialisme di Partai Nasional Indonesia (PNI).
-
Dimana Soekarno diasingkan? Penganan Pelite rupanya juga menjadi kue favorit Bung Karno saat berada dipengasingan di Kota Muntok sekitar tahun 1949.
-
Bagaimana reaksi Soekarno saat bertemu Kartika? Bung Karno yang mengetahui kedatangan istri dan putrinya, seketika mengulurkan tangan dan seolah-olah ingin mencapai tangan Kartika.
-
Bagaimana cara Soekarno meresmikan Hotel Indonesia? Sukarno menggunting pita sebagai tanda peresmian hotel ini, setelah merencanakan pembangunannya selama 2 tahun.
"Ya yang namanya aktivis muda ya namanya mahasiswa dinamika seperti itu biasalah, saya kira ada yang mengingatkan itu bagus sekali," kata Jokowi.
Ada kisah menarik bagaimana dulu mahasiswa UI melawan Presiden Soekarno di akhir Orde Lama. Di tahun 1960an, ekonomi Indonesia terpuruk, harga barang-barang melambung, sebagian bahan makanan langka di pasaran.
Saat itulah ada undangan dari Istana. Surat itu dikirimkan Menteri Koordinator Pendidikan dan Kebudayaan Profesor Prijono pada Senat Fakultas Sastra UI agar mengirimkan 20 orang mahasiswi untuk nonton wayang kulit di Istana semalam penuh.
Para aktivis FS UI tersinggung dengan cara permintaan itu. Herman Lantang dan Soe Hok Gie, dua pentolan aktivis FS UI kala itu tak terima dengan undangan dari istana. Apalagi tak ada mahasiswa yang diundang.
"Seolah-olah Fakultas sastra adalah pemasok wanita untuk konsumsi istana," tulis Gie kesal.
Soe Hok Gie menyoroti kelakuan para pejabat di Istana dan wanita di sekeliling mereka. Dia menyebut ada yang terus menjauhkan Presiden Soekarno dari rakyat dengan terus mengenalkannya pada wanita-wanita cantik. Saat itu Presiden Soekarno sudah punya empat istri.
Gie menyebutkan para pengawal Soekarno membuat birokrasi makin sulit. Soekarno tak bisa lagi ditemui sembarang orang. Seolah-olah dia menjadi tawanan dalam sangkar emas.
"Dalam suasana seperti ini, ada suatu otak yang secara sistematis berupaya 'mendekadensikannya'. Dia terus menerus disupply dengan wanita cantik yang lihai," kata Gie buku hariannya yang diterbitkan menjadi Catatan Seorang Demonstran.
"Seolah-olah Bung Karno mau dialihkan hidupnya dari insan yang cinta tanah air menjadi kaisar-kaisar yang punya harem. Tiap minggu diadakan pesta di istana dengan omongan cabul dan perbuatan-perbuatan cabul," kata Gie.
Badai politik itu datang setelah G30S PKI, kekuatan militer Jenderal Soeharto dibantu gerakan mahasiswa kemudian menumbangkan Orde Lama. Presiden Soekarno pun dipaksa meninggalkan istana.
Dia diasingkan di Wisma Yasoo. Rumah yang dulu ditempatinya bersama Ratna Sari Dewi, istrinya yang berasal dari Jepang. Dalam sepi Presiden Soekarno meninggal 21 Juni 1970.
Baca juga:
Cerita Sertu Ishak Bahar, ajudan Letkol Untung sesaat sebelum G30S
Kisah cinta Letnan Pierre Tendean-Rukmini yang berakhir pilu
Lonceng kematian untuk jenderal pendukung Gerakan 30 September
Omar Dhani, kisah tragis panglima termuda loyalis Soekarno