Kongkalikong dan upaya amankan Miryam agar tak buka suara soal e-KTP
Kongkalikong dan upaya amankan Miryam agar tak buka suara soal e-KTP. Dalam video itu Miryam menceritakan adanya pertemuan antara tujuh orang yang terdiri dari penyidik dan pegawai KPK dengan Komisi III DPR. Komisi III juga meminta Miryam tak mengaku soal korupsi e-KTP.
Sidang kasus dugaan korupsi KTP elektronik memunculkan fakta baru. Dari sidang yang menghadirkan Miryam S Haryani, jaksa memutar video pemeriksaan yang dilakukan penyidik Novel Baswedan dan Ambarita Damanik terhadap Miryam.
Dalam video itu Miryam menceritakan adanya pertemuan antara tujuh orang yang terdiri dari penyidik dan pegawai KPK dengan Komisi III DPR. Pertemuan itu diduga untuk 'mengamankan' Miryam sebagai saksi e-KTP. Novel bertanya kepada Miryam mengenai siapa penyidik yang dimaksud. Politisi Hanura itu mengaku tidak kenal, hanya saja dia menyodorkan secarik kertas. Ada satu nama yang diduga merupakan direktur.
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Apa yang ditemukan oleh KPK di kantor PT Hutama Karya? Penyidik, kata Ali, mendapatkan sejumlah dokumen terkait pengadaan yang diduga berhubungan dengan korupsi PT HK. "Temuan dokumen tersebut diantaranya berisi item-item pengadaan yang didug dilakukan secara melawan hukum," kata Ali.
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Siapa yang ditahan oleh KPK? Eks Hakim Agung Gazalba Saleh resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/11/2023).
-
Kenapa Hanan diperiksa KPK? Dirinya pun dicecar penemuan sejumlah uang pada saat penyidik KPK menggeledah rumah CEO PT Mulia Knitting Factory itu. "Pada saksi, tim Penyidik mengkonfirmasi antara lain kaitan temuan sejumlah uang saat dilakukan penggeledahan di rumah kediamannya," kata Ali kepada wartawan, Selasa (26/3).
-
Mengapa KPK menggeledah kantor PT Hutama Karya? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Penyelidikan tersebut berujung dengan penggeledahan kantor BUMN PT Hutama Karya (HK).
"Siapa namanya?" Tanya Novel saat itu.
"Enggak kenal," jawab Miryam.
"Nih coba nih ini Pak," kata Miryam memberikan secarik kertas pada Novel.
"Hmm Pak Direktur," ucap Novel saat melihat kertas yang diberikan Miryam.
Penyidik atau pejabat KPK tersebut juga disebut meminta uang untuk mengamankan Politikus Hanura tersebut.
"Dia yang malu, tapi saya enggak ngomong. Pokoknya ini ya kamu bayar dulu tapi saya enggak ngomong," ungkap Miryam saat menirukan pernyataan tersebut.
"Mereka minta berapa Bu?" Tanya Novel.
"Rp 2 miliar Pak. Terus Mbak, saya enggak ngomong, saya enggak ngomong," ungkap Miryam menirukan pernyataan pejabat KPK itu.
Fakta lain menyebutkan adanya upaya dari sejumlah anggota Komisi III DPR agar Miryam tak membeberkan kasus korupsi e-KTP saat diperiksa penyidik KPK. Anggota Komisi III itu adalah Desmond J Mahesa, Aziz Syamsuddin, Syarifuddin Sudding, Bambang Soesatyo, Hasrul Azwar dan Masinton Pasaribu.
Miryam menceritakan kepada penyidik soal apa saja yang dibicarakan saat itu. "Ee..Desmond, Aziz yang ngomong (suara batuk)...(suara tidak jelas) gue panggil luh. Gue yang malu, Pak," katanya.
"Jangan pernah sebut partai, jangan pernah sebut orang. Ya saya biasa saja, Oh iya, oke ke ke." lanjut Miryam.
Miryam kerap bertemu dengan mereka. Apalagi, mereka juga anggota Badan Anggaran DPR. "Jadi gini 'Ini nih Haruna ini pengamanan, pengamanan' gitu to, ngomongnya begitu 'pengamanan pengamanan' buat apa lagi pengamanan?."
"Saya belum dipanggil ya pak, dipanggil aja, 'Pak silakan kan lu belum dipanggil aja 'Kan saya belum dipanggil' gitu gitu. 'gue ngasih tau dan nanti ni ya, sampai diajarin Pak, 'Nanti Miryam, ruangannya kecil, yang nyidik nanyanya bolak-balik, terus pasti ditinggal. Trus pas itu nanti ditanya bolak-balik, gitu. Pokoknya apa yang ditanya jangan ngaku salah, jangan ngaku'."
Namun, Miryam mengakui kalau itu sulit karena merupakan mitra kerja. "Kenapa Giarto ke rumah? Ee misalnya Pak Giantro ketemu di mana, dipanggilnya ke di mana gitu," lanjut Miryam menceritakan saat bersama Desmond cs.
"Jangan jangan gitu. 'Ada titipan? 'Nggak ada titipan pokoknya, pokoknya di ujung pembicaraan tidak ada yang ngaku."
Kepada penyidik, Miryam pun mengakui kalau ternyata Komisi III ulahnya demikian. "Dia laur biasa Pak, Komisi tiga kok saya jadi waduh kacau ini mah. Luar biasa komisi tiga, gila. Cuma ama lu (penyidik KPK) gw kasih tahu kayak gini. Dipanggil bener, bener minggu lalu," ungkapnya.
Sidang yang menghadirkan Andi Narogong juga mengungkap fakta yang menyinggung keterlibatan Setya Novanto dalam pusaran kasus korupsi e-KTP. Uang sebesar USD 3.300.000 digelontorkan Andi Narogong untuk Badan Anggaran DPR. Uang itu sebagai tindak lanjut pertemuan Andi Narogong dengan Setya Novanto.
"Kemudian di ruang kerja Setya Novanto di DPR RI terdakwa mengalokasikan uang USD 3.300.000 untuk badan anggaran," ujar jaksa KPK Irene Putri saat membacakan surat dakwaan milik Andi di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/8).
Sebelum menyerahkan dana tersebut, Andi menemui Setya Novanto di ruang kerjanya bersama Irman, mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri sekaligus terdakwa terhadap kasus yang sama. Kedatangan keduanya sebagai bentuk penegasan Andi kepada Irman mengenai pembahasan proyek e-KTP tersebut.
"Ini sedang kita koordinasikan perkembangannya silakan nanti ke Andi," ujar jaksa saat menirukan pernyataan Setya saat ditemui Andi dan Irman.
Dari sidang itu terungkap, 51 persen atau senilai Rp 2.662.000.000.000 dari nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun akan dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek. Sedangkan sisanya sebesar 49 persen atau senilai Rp 2.558.000.000.000 dibagi-bagi. Rinciannya, 7 Persen atau senilai Rp 365.400.000.000 untuk Kementerian Dalam Negeri; 5 persen atau senilai Rp 261.000.000.000 untuk Komisi II DPR; 11 persen atau senilai Rp 574.200.000.000 untuk Andi Narogong dan Setya Novanto; 11 persen atau senilai Rp 574.200.000.000 untuk Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin; serta 15 persen atau senilai Rp 783.000.000.000 dibagi untuk rekanan pelaksana proyek.
Baca juga:
Isi rekaman ungkap cara Komisi III agar Miryam tak buka kasus e-KTP
Komisi III DPR ingin konfrontir Miryam dengan 3 penyidik KPK
Disebut tekan Miryam, Masinton bilang itu trik Novel Baswedan
Dituding KPK intimidasi Miryam, Bamsoet akan lapor Bareskrim
Penjelasan KPK soal sedikitnya nama anggota DPR di dakwaan Andi
Penyidik sebut Miryam diperiksa bisa tertawa, bukti tak ada paksaan
Fokus jerat Miryam, KPK tak tanggapi ada direktur temui anggota DPR