Mengenal Tradisi Sekaten, Media Penyebaran Islam Sejak Zaman Majapahit
Melalui Sekaten, kita dapat melihat eratnya kaitan antara peristiwa ini dengan sejarah penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Sekaten selalu menyuguhkan berbagai hiburan yang tak pernah membuat warganya bosan.
Mengenal Tradisi Sekaten, Media Penyebaran Islam Sejak Zaman Majapahit
Perayaan Sekaten dikenal masyarakat di dua pewaris Kerajaan Mataram Islam, Surakarta (Solo) dan Yogyakarta.
Dalam waktu bersamaan kedua keraton selalu merayakan radisi Sekaten yang sejatinya untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
- Menguak Sejarah Banten pada Masa Pra Islam, Diduga Jadi Ibu Kota Kerajaan Kuno
- Mengulik Kitab Topah, Bukti Sejarah Perkembangan Agama Islam di Minangkabau
- Menelusuri Tradisi Menahan Hujan Masyarakat Tuban untuk Mengelak Turunnya Hujan, Punya Fungsi Religius
- Warisan Budaya Islam di Klaten, Ini Fakta Menarik Tradisi Sebar Apem Yaa Qowiyyu
Di Kota Solo, Sekaten selalu menyuguhkan berbagai hiburan yang tak pernah membuat warganya bosan. Yakni dengan hadirnya Pasar Malam Sekaten.
Sebuah perayaan yang menghadirkan beraneka hiburan, permainan hingga gemerlap panggung hiburan dengan penampilan artis dan musisi ternama.
Tahun ini ada penampilan dari OM Della, OM New Pallapa, OM Romansa, Rebellion Rose, After Shine, Gildcoustik dan artis ternama lainnya.
Pasar malam ini bukan sembarang acara, melainkan bagian dari upacara mangayubagya (menyambut) peringatan Sekaten 2023.
Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Surakarta, surakarta.go.id, Sekaten adalah peristiwa sakral yang selalu berlangsung pada bulan Mulud. Sebuah bulan yang penuh makna dalam agama Islam.
Tempat pusat pelaksanaan upacara adat Sekaten adalah Masjid Agung Keraton Surakarta.
Di mana Miyos Gongso (keluarnya gamelan pusaka), kondur Gongso (pulangnya gamelan pusaka), dan acara grebeg gunungan bulan Mulud menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Sekaten yang sebenarnya.
Terkadang, masyarakat terperangkap dalam kesalahpahaman bahwa Sekaten hanyalah pasar malam biasa.
Namun, sebenarnya, pasar malam ini adalah bagian pendukung yang sangat penting untuk memeriahkan perayaan Sekaten itu sendiri.
Sekaten bukanlah sebuah peristiwa biasa di Solo. Ini adalah sebuah tradisi tahunan yang telah dilangsungkan sejak abad ke-15.
Perayaan ini bermula dari tekad untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Melalui Sekaten, kita dapat melihat eratnya kaitan antara peristiwa ini dengan sejarah penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Wali Sanga, para tokoh agama yang sangat dihormati, adalah pionir di balik kelahiran tradisi Sekaten.
Mereka menggunakan Sekaten sebagai alat untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa.
Awalnya, Sekaten merupakan kelanjutan dari upacara tradisional yang dilaksanakan oleh para raja Jawa sejak zaman Majapahit. Sebuah ritual untuk menjaga keselamatan kerajaan.
Media utama untuk penyebaran agama Islam ini adalah gamelan. Salah satu kesenian yang sangat digemari oleh masyarakat Jawa.
Gamelan menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan agama Islam. Waktu itu, masyarakat Jawa sangat mencintai gamelan, dan inilah yang menjadi kunci keberhasilan penyebaran agama.
Akhirnya, peringatan Maulid Nabi Muhammad pada acara Sekaten tidak lagi ditemani oleh rebana, melainkan disertai dengan irama gamelan yang memukau saat melantunkan shalawat.
Pasar malam Sekaten sendiri telah dimulai sejak 8 September lalu, dan akan berakhir 8 Oktober mendatang. Sementara gamelan Sekaten yang merupakan salah satu pusaka kesayangan Raja Surakarta, Paku Buwono XIII, baru dikeluarkan Kamis (21/9) lalu.
Upacara adat Miyos Gangsa (keluarnya gamelan) Keraton Kasunananan Surakarta tempat penyimpan Langen Katong dibawa ke Masjid Agung telah dilakukan.
Keluarnya Gamelan Sekaten itu sebagai tanda makin dekatnya Hajad Dalem Grebeg Maulud (gunungan) yang akan dihelat Jumat (28/9) mendatang.
Dua gamelan yang sering disebut sekati atau sekaten tersebut dibunyikan secara bergantian dari halaman Masjid Agung Keraton seusai Salat Dzuhur. Ditabuhnya gamelan diikuti dengan prosesi rebutan janur dan kinang serta pembagian telur asin kepada masyarakat yang hadir.
Prosesi adat yang telah berjalan ratusan tahun ini masih menjadi daya tarik bagi sebagian besar masyarakat Jawa pada umumnya.
"Ditabuhnya dua gamelan ini sebagai pertanda puncak perayaan Sekaten dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW atau Grebeg Maulud. Sebelum ditabuh dilakukan upacara pembukaan dan doa bersama," ujar Pengageng Parental Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Dipokusumo.
merdeka.com
Dipokusumo menuturkan, gamelan Sekaten akan ditabuh hingga hari Kamis dan ditutup dengan Grebeg Maulud.
"Kalau rebutan janur, kinang, dan telur asin itu adalah simbol simbol yang penuh makna," pungkasnya.
merdeka.com