Polda Metro Hentikan Penyelidikan Kasus Pencatutan KTP untuk Mendukung Dharma-Kun
“Forum gelar sepakat untuk menghentikan penyelidikan atas penanganan perkara aquo,” kata Ade Safri
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menghentikan penyelidikan laporan dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dipakai untuk mendukung pasangan independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana (Dharma-Kun) pada Pilgub Jakarta.
Keputusan itu disampaikan, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan penyelidik pada Senin, 19 Agustus 2024.
- Polda Metro Selidiki Laporan Aep yang Terintimidasi Akibat Konten Dede dan Dedi Mulyadi
- Polda Metro Jaya Proses Laporan Kasus Dugaan Penistaan Agama Pejabat Kemenhub
- Usai Jadi Tersangka KDRT, Asep Pegawai Kemenhub Dipolisikan karena Injak Alquran
- Polda Metro Limpahkan Berkas Dugaan Pemerasan Firli Bahuri terhadap SYL ke Jaksa
“Forum gelar sepakat untuk menghentikan penyelidikan atas penanganan perkara aquo,” kata Ade Safri dalam keteranganya, Senin (19/8).
Alasan Penyelidikan Dihentikan
Sementara itu, Ade Safri menyampaikan penghentian penyelidikan dilakukan berdasarkan pertimbangan dalam pasal 185 A Undang Undang RI nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang Undang.
Dimana dalam pasal itu turut berbunyi; “(1) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 dan paling banyak Rp72.000.000,00.”
Karena telah diatur dalam Pasal 185A sebagai tindak pidana pemilihan, maka dalam penerapan penegakan hukumnya berlaku asas asas hukum ‘lex consumen derogate legi consumte’ yang diterapkan kepolisian.
“Dimaknai perbuatan yang memenuhi unsur delik yang terdapat pada beberapa ketentuan hukum pidana khusus. Maka yang digunakan adalah hukum pidana yang khusus yang faktanya lebih dominan sehingga mengabsorbsi ketentuan pidana yang lain,” kata dia .
Maka dari itu, Ade Safri mengatakan perihal pencatutan data NIK warga sesuai Pasal 134 undang-undang Pilkada, laporan seperti itu lebih dahulu disampaikan ke Bawaslu dari tingkat pusat sampai daerah.
Nantinya setelah ada putusan dari Bawaslu terkait apakah ada tindak pidana dalam kasus ini. Maka sesuai aturan, bisa diteruskan kepada kepolisian paling lama 1 x 24 sejak diputuskan Bawaslu.
“Terhadap ketentuan penanganan Tindak Pidana Pemilihan. Maka satu-satunya lembaga yang berwenang menerima laporan pelanggaran Pemilihan adalah Badan Pengawas Pemilu. Sedangkan Polri adalah lembaga yang menerima penerusan laporan dari Badan Pengawas Pemilu,” jelasnya.
"Maka disampaikan agar pelapor melaporkan ke Bawaslu sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam UU yang berlaku. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) akan dikirimkan ke pelapor," tambahnya.
Sekedar informasi dalam kasus pencatutan NIK KTP, sempat dilaporkan seorang warga Jakarta Pusat atas nama Samson (45). Laporannya tercatat nomor: LP/B/4830/VIII/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 16 Agustus 2024.
"Makanya buat laporan polisi malam ini karena sama sekali tidak pernah membuat atau melakukan dukungan atau tanda tangan sesuatu terhadap dukungan pasangan calon yang dimaksud," kata Penasihat hukum Samson, Army Mulyanto di Polda Metro Jaya, Jumat (16/8).
Dalam laporannya, Army mengatakan, kliennya turut membawa tangkapan layar atau screenshot aplikasi cek KPU, kemudian dokumen identitas berupa KTP dan Kartu keluarga.