PPATK: Sekitar 190 Ribu Anak Usia 17-19 Tahun Terlibat Judi Online, Total Transaksi Rp282 miliar
Sebanyak 1.160 anak berumur kurang dari 11 tahun melakukan 22 ribu transaksi judi online dengan nilai sedikitnya Rp3 miliar.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa sebanyak 191.380 anak berusia 17-19 tahun terlibat judi online dengan 2,1 juta transaksi yang mencapai Rp282 miliar.
- Temuan PPTAK: Ada Masyarakat yang Habiskan 70 Persen Gajinya untuk Judi Online
- Anak Terpapar Judi Online Naik hingga 300 Persen, Terbanyak di Jakarta Barat
- PPATK: Transaksi Judi Online Lebih Tinggi dari Penipuan dan Korupsi
- PPATK Catat Transaksi Judi Online Rp600 Triliun Lebih, Dikirim ke Sejumlah Negara
"Kami menemukan luar biasa banyak transaksi yang terkait dengan anak-anak yang melakukan judi online" kata Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Jumat.
Selain itu, sebanyak 1.160 anak berumur kurang dari 11 tahun melakukan 22 ribu transaksi judi online dengan nilai sedikitnya Rp3 miliar.
Sementara ada 4.514 anak usia 11-16 tahun yang melakukan 45 ribu transaksi judi online dengan nilai Rp7,9 miliar.
"Semua itu anak-anak sekolah, anak-anak yang sedang menimba ilmu ataupun yang sedang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan Indonesia," kata Ivan Yustiavandana.
Ia menyebutkan secara keseluruhan terdapat 197.054 anak dari usia kurang dari 11-19 tahun yang melakukan deposit judi online senilai Rp293,4 miliar dan 2,2 juta transaksi.
Ivan mengatakan permasalahan ini harus ditangani bersama.
Untuk itu, PPATK bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan penandatanganan nota kesepahaman sebagai wujud komitmen dan kolaborasi terhadap perlindungan anak dalam konteks kejahatan pencucian uang yang melibatkan anak.
Penandatanganan dilakukan Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kantor KPAI, Jakarta, Jumat.
"Kerja sama ini merupakan langkah penting dalam melindungi anak-anak Indonesia dan manipulasi untuk keuntungan finansial," ujar Ai Maryati.