Ratusan Massa Unjuk Rasa Depan Gedung KPK Terkait Dugaan Selisih Harga Impor Beras
Kepala Badan Pangan NasionalArief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa demurrage merupakan hal yang lazim dalam kegiatan ekspor impor
Kepala Badan Pangan NasionalArief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa demurrage merupakan hal yang lazim dalam kegiatan ekspor impor
Ratusan Massa Unjuk Rasa Depan Gedung KPK Terkait Dugaan Selisih Harga Impor Beras
Sebanyak 500 massa menggeruduk gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (4/7). Unjuk rasa terkait dugaan skandal mark up atau selisih harga impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun.
Diduga kerugian negara mencapai Rp294,5 miliar imbas demurage atau denda keterlambatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, beberapa waktu lalu.
Koordinator Aksi, Fauzan mendesak Ketua KPK dapat segera menindaklanjuti laporan pihaknya terkait dengan skandal impor beras tersebut.
"Mendesak Ketua KPK RI untuk menindaklanjuti laporan SDR," kata Fauzan di depan Gedung merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam kesempatan itu, Fauzan juga mendesak agar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memerintahkan BPKP melakukan audit menyeluruh terkait pengadaan beras.
"Mendesak Presiden Jokowi untuk memerintahkan BPKP melakukan audit menyeluruh terhadap pengadaan beras," papar dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap turut tangan mendalami kasus biaya demurrage (denda) Rp350 miliar akibat tertahannya beras impor 490 ribu ton di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak,Surabaya.
“Menanggapi informasi terkait adanya biaya demurrage (denda) akibat tertahannya beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kami sampaikan bahwa KPK bersama 4 kementerian/lembaga lainnya (Bappenas, Kemendagri, Kantor Staf Presiden, Menpan RB) yang tergabung dalam STRANAS PK, terus mendorong reformasi tata kelola pelabuhan sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, Rabu (19/6).
Terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa demurrage merupakan hal yang lazim dalam kegiatan ekspor impor.
Arief Prasetyo menjelaskan, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan bongkar muat dan itu lumrah terjadi, sehingga bisa diperhitungkan secara business to business (B2B).
"Terkait demurrage nanti yang paling tepat untuk menjawab Bapak Dirut Bulog, karena demurrage itu belum selesai hitungannya, mencakup ada shipping line, ada insurance, untuk ekspor impor itu hal yang biasa. Jadi pada saat orang mengekspor atau mengimpor, bisa karena hujan atau hal lainnya, jadi tidak bisa bongkar," terang Arief, Jumat (22/6).
Selanjutnya Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menambahkan bahwasanya demurrage itu adalah biaya yang timbul karena keterlambatan bongkar muat di pelabuhan.
"Ini adalah hal yang biasa. Jadi misalnya dijadwalkan (bongkar muat) 5 hari, jadi 7 hari. Mungkin karena hujan, mungkin karena di pelabuhan itu penuh dan sebagainya," sebutnya.