Wacana Referendum Dinilai Tak Mewakili Aspirasi Masyarakat Aceh
Wacana referendum Aceh tersebut dinilai sebagai potret buram terhadap hegemoni politik yang berlangsung di Aceh. Bahkan dianggap tidak mewakili segenap lapisan masyarakat Aceh.
Ketua Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh, Muzakir menyuarakan referendum usai gelaran Pemilu 2019. Usulan lantaran dikarenakan Indonesia dinilainya sudah lagi tak jelas soal keadilan dan demokrasi.
Wacana referendum Aceh tersebut dinilai sebagai potret buram terhadap hegemoni politik yang berlangsung di Aceh. Bahkan dianggap tidak mewakili segenap lapisan masyarakat Aceh.
-
Siapa Abu Bakar Aceh? Abu Bakar Aceh, seorang tokoh intelektual tersohor asal Aceh yang telah melahirkan banyak karya di bidang keagamaan, filsafat, dan kebudayaan.
-
Kenapa Peusijuek dilakukan oleh masyarakat Aceh? Tradisi Peusijuek ini selalu hadir ketika masyarakat akan merintis suatu usaha, menyelesaikan persengketaan, hingga sesudah dari musibah. Selain itu, Peusijuek juga dilakukan saat menempati rumah baru, merayakan kelulusan, memberangkatkan dan menyambut kedatangan jemaah haji.
-
Bagaimana pasukan Aceh berhasil mengalahkan pertahanan Kerajaan Deli? Siasat pasukan Aceh saat itu adalah menebar uang emas di sekitar benteng pertahanan lawan. Otomatis, para pasukan penjaga pun saling berebut dan meninggalkan tugas utama, disitulah pasukan Aceh masuk dengan mudah.
-
Apa yang dilakukan di Aceh saat Meugang? Mereka pastinya tidak ketinggalan untuk melaksanakan Meugang bersama keluarga, kerabat, bahkan yatim piatu. Tak hanya itu, hampir seluruh daerah Aceh menggelar tradisi tersebut sehingga sudah mengakar dalam masyarakatnya.
-
Kapan Marsose resmi dikerahkan di Aceh? Satuan ini resmi diterjunkan di Aceh pada tahun 1890, tugasnya sama seperti satuan Kepolisian dan terkadang membantu tugas-tugas kemiliteran apabila dibutuhkan.
-
Apa yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di Aceh? Peristiwa menyedihkan terjadi di bumi serambi Mekkah Indonesia, Aceh. Pada tahun 2004 tepatnya pada hari Minggu pagi, tanggal 26 Desember. Kurang lebih 500.000 nyawa melayang dalam sekejap disapu bersih dari seluruh tepian dunia yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.
"Kepentingan di balik wacana referendum saat ini juga bukan lagi merepresentasikan tuntutan etnisitas yang terjadi beberapa dekade silam. Aspirasi politik ini, mencuat secara incidental disertai faktor-faktor politik elektoral," kata Pendiri The Atjeh Connection Foundation, Amir Faisal dalam keterangannya, Selasa (11/6).
Menurut Amir, pernyataan Mualem ini berpotensi memicu keresahan masyarakat. Selain itu, gagasan referendum juga dapat membangkitkan trauma pasca konflik hinggap kembali di pikiran masyarakat Aceh. Padahal, masyarakat Aceh kini tengah menikmati kondisi reintegrasi.
"Setelah perjanjian damai Helsinki, situasi juga relatif damai. Oleh karena itu, sangat tidak wajar, jika seorang tokoh publik di Aceh malah mengeluarkan wacana yang menggelisahkan sekaligus memancing kontroversi," kata dia.
Amir juga menilai bahwa wacana referendum ini sangat tidak relevan jika dikaitkan dengan situasi politik di bumi Serambi Mekah. Sebab menurut dia, wacana ini tidak muncul dari aspirasi kalangan akar rumput. Selain itu, referendum juga tidak mewakilkan hak-hak demokrasi.
"Wacana referendum kali ini tidak dimulai dari aspirasi etno-nasionalisme dari lapisan bawah masyarakat. Malahan, wacana referendum dimulai dari gagasan seorang elit politik yang memiliki motif politik nan kompleks serta tampak panik kehilangan nilainya di tengah masyarakat. Maka, jelas sudah isu referendum dihembuskan bukan untuk kepentingan masyarakat, namun sebagai katalisator kekecewaan Mualem terhadap dinamika politik yang terus menggusurnya dari panggung politik," kata Amir.
Diketahui, Ketua Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh, Muzakir yang juga mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menyuarakan referendum usai Pemilu 2019. Alasannya dikarenakan Indonesia dinilainya sudah lagi tak jelas soal keadilan dan demokrasi.
Pendapat dan keinginan itu disampaikan Mualem dalam sambutannya pada peringatan Kesembilan Tahun (3 Juni 2010-3 Juni 2019), wafatnya Wali Neugara Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Muhammad Hasan Ditiro dan buka bersama di salah satu Gedung Amel Banda Aceh, Senin (27/5) malam.
Sementara itu, Menko Polhukam Wiranto menduga wacana referendum yang diembuskan Ketua Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem, dilatarbelakangi kekalahan pada Pemilu Kepala Daerah 2017 dan Pemilu Serentak 2019. Saat kontestasi pemilihan gubernur Aceh 2017, Muzakir kalah bersaing dengan calon terpilih Iwandi Yusuf.
"Ya sangat boleh jadi, mungkin ada kekecewaan karena Pilgub kalah, dan Partai Aceh kursinya merosot ya," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (31/5).
Selain itu, perolehan kursi partai Aceh terus merosot. Dalam debutnya di tahun 2009, partai lokal Aceh mendapatkan 33 kursi. Kemudian pada Pemilu 2014, jumlahnya berkurang menjadi 29 kursi. Lalu, pada Pemilu 2019, jumlah kursinya hanya tersisa 18.
"Jadi ya sangat boleh jadi (karena pemilu) saya katakan," jelas dia.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko juga melihat, munculnya wacana referendum di Aceh sebagai bentuk kekecewaan pihak-pihak yang tidak menerima kekalahan Pemilu 2019.
"Isu itu kan bukan hal yang fundamental, itu hanya emosi saja. Emosi karena tidak menang. Apalagi Partai Aceh tidak menang di sana kan, partainya berkurang kursinya. Sehingga ada emosi," kata Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (31/5).
Baca juga:
Mahfud MD: Referendum Tidak Dikenal dalam Konstitusi dan Tata Hukum Indonesia
Ketua DPR Tolak Wacana Referendum Aceh
Wiranto Nilai Isu Referendum Muncul Karena Muzakir Kalah di Pilgub 2017 & Pemilu 2019
Eks presiden Catalunya enggan penuhi panggilan pemeriksaan Spanyol
Surat penahanan terbit, eks Presiden Catalunya berkeras enggan kembali ke Spanyol
Moeldoko Nilai Referendum Aceh Bentuk Kekecewaan Pihak Kalah Pemilu 2019
Wiranto Tegaskan Tap MPR dan UU Tentang Referendum Sudah Dicabut