Jejak Bioskop di Kota Banda Aceh, Sudah Ada sejak Tahun 1930-an
Sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya, Banda Aceh memiliki kisah dan sejarah panjang tentang lahirnya bioskop dan perfilman di Indonesia.
Sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya, Banda Aceh memiliki kisah dan sejarah panjang tentang lahirnya bioskop dan perfilman di Indonesia.
Jejak Bioskop di Kota Banda Aceh, Sudah Ada sejak Tahun 1930-an
Hidup di zaman yang serba canggih dan modern seperti sekarang tentu tidak lepas dari aktivitas menonton film di bioskop kesayangan. Meski saat ini kita dapat menikmati film atau serial dari platform online, tetapi keberadaan bioskop tetap menjadi daya tarik tersendiri.
Lahirnya bioskop di Indonesia tidak lepas dari perkembangan film itu sendiri. Pada era kolonial Belanda, film dan bioskop hanya bisa dinikmati oleh kalangan elite dan orang-orang tertentu saja.
Bukan hanya di Pulau Jawa, bioskop zaman dulu sudah merambah ke Pulau Sumatra, salah satunya di Kota Banda Aceh.
-
Siapa yang meresmikan Gedung Kesenian Jakarta sebagai bioskop? Gedung Kesenian Jakarta lantas diresmikan sebagai gedung bioskop Diana yang amat populer ketika itu.
-
Bagaimana bioskop di Medan berlomba untuk menayangkan film bicara? Dengan berakhirnya era film bisu, bioskop-bioskop yang ada di Medan pun berlomba untuk menayangkan film bicara.
-
Kapan film Budi Pekerti tayang di bioskop? Film Budi Pekerti memasuki layar bioskop pada Kamis, 2 November.
-
Mengapa De Oranje Bioscoop mengiklankan film bicara di surat kabar? Uniknya, untuk mengundang animo masyarakat agar menonton film bicara di bioskop dengan cara memasang iklan di media-media cetak. De Oranje Bioscoop pun tidak ketinggalan untuk memasang iklan.
-
Di mana Museum Bioskop Jambi berada? Museum yang berada di dalam kawasan Pasar Hongkong Jambi ini bisa dikunjungi siapapun.
-
Kenapa Museum Bioskop Jambi penting bagi Indonesia? Tempoa Art Gallery atau yang dikenal dengan Museum Bioskop Jambi merupakan aset penting bagi bangsa Indonesia, bahkan dunia.
Sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya, Banda Aceh memiliki kisah dan sejarah panjang tentang lahirnya bioskop dan perfilman di Indonesia. Tak sekadar tempat pemutaran film, bioskop juga pernah digunakan sebagai panggung politik.
Sejak Tahun 1930
Bioskop di Kota Banda Aceh sudah sejak tahun 1930-an dan ada dua lokasi yaitu Deli Bioscoop dan Rex Bioscoop. Uniknya, kedua bioskop ini sudah masuk sebelum adanya listrik ke kota tersebut.
Dilansir dari artikel "Perkembangan Bioskop di Kota Banda Aceh (1930-2004)" karya Rizal Saivana dkk, pemutaran film pada kala itu masih dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan tenaga manusia dan masih termasuk film bisu.
Berbicara soal fasilitas, bioskop-bioskop ini masih terbilang sederhana. Kursi penonton masih sangat terbatas, dan terdapat beberapa pemain musik di depan bioskop sebagai pengiring saat film bisu tersebut diputar di layar.
Saksi Perkembangan Film
Di awal berdirinya bioskop-bioskop di Kota Banda Aceh ini ada banyak film barat dan film arab yang kerap sekali diputar. Di periode kedua berdirinya bioskop atau masa pendudukan Jepang, mulailah masuk pengaruh-pengaruh mereka.
Pada masa-masa itu, bioskop banyak dipenuhi film-film bertajuk edukasi tentang negara Matahari Terbit tersebut.
- Ketika Bioskop Pertama Hadir di Bandung, Tampilkan Film Bisu dengan Suara Orang Asli di Dalam Bioskop
- Bisnis Bioskop di Korea Selatan Terancam Bangkrut, Ternyata Ini Penyebabnya
- Kebun Binatang Pertama Indonesia ada di Jakarta, Dulu Dilengkapi Bioskop sampai Kolam Renang
- Mengunjungi Museum Bioskop Jambi, Punya Koleksi Film Lawas Terlengkap di Asia Tenggara
Letak Atjeh Bioscoop ini memang tidak jauh dari pusat hiburan. Banyak klub malam dan tempat pertunjukan musik, drama, dan juga pesta dansa oleh kalangan elit Belanda.
Dari Perfilman hingga Panggung Politik
Hadirnya bioskop di Kota Banda Aceh tentu menambah warna dan rasa dari perkembangan sosial maupun budaya. Selain sebagai media untuk menyebarkan paham-paham tertentu dari pihak kolonial, bioskop ternyata juga dimanfaatkan sebagai panggung politik.
Dilansir dari kanal Liputan6.com, waktu itu Presiden Soekarno pernah menggunakan gedung bioskop bernama Garuda Theatre sebagai panggung untuknya berorasi di depan khalayak banyak.
Ia pun menyuarakan soal manifesto politiknya sebanyak dua kali di lokasi yang sama. Peristiwa itu terjadi pada bulan Juni 1948 silam.
Kemunduran dan Hambatan
Seiring berjalannya waktu, kehadiran bioskop justru memicu adanya pro dan kontra di antara masyarakat sekitar. Banyak yang menganggap jika bioskop menjadi tempat maksiat bagi para pemuda yang belum sah secara agama dan negara.
Dikenal sebagai salah satu daerah yang kuat dengan nilai-nilai agama Islam, bisnis bioskop di Aceh pun lambat-laun menurun dan mati. Selain adanya tragedi Tsunami pada tahun 2004 lalu, faktor tutupnya bioskop juga diikuti dengan lahirnya televisi dan video-video bajakan.