Mengenal Pesta Adat Lom Plai, Simbol Rasa Syukur Berkat Panen Melimpah Ala Suku Dayak Wehea
Pesta adat sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen ala masyarakat Suku Dayak Wehea ini sampai sekarang masih terus dilaksanakan dan dilestarikan.
Pesta adat sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen ala masyarakat Suku Dayak Wehea ini sampai sekarang masih terus dilaksanakan dan dilestarikan.
Mengenal Pesta Adat Lom Plai, Simbol Rasa Syukur Berkat Panen Melimpah Ala Suku Dayak Wehea
Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang luar biasa, melainkan juga kekayaan dalam adat istiadat maupun budaya. Banyaknya suku di tanah ibu pertiwi ini menjadikan tradisi dan budaya sudah menjadi identitas masing-masing.
Tak seluruhnya adat istiadat setiap suku di Nusantara masih terus lestari di era gempuran teknologi. Namun, di Pulau Kalimantan tepatnya masyarakat Suku Dayak Wehea sampai sekarang masih melestarikan salah satu pesta adat bernama Lom Plai.
-
Bagaimana cara masyarakat Dayak Wehea menjaga budaya Lom Plai? Nah di sisi lain kearifan lokalnya adalah mereka sampai saat ini masih memelihara budayanya, salah satu budayanya Lom Plai itu salah satu budayanya. Ibarat hari raya, ini adalah lebarannya masyarakat Dayak Wehea. semua warga yang merantau untuk kuliah atau kerja, seolah harus wajib pulang merayakan bersama keluarga.
-
Apa itu Tradisi Adang? Tradisi ini diartikan sebagai memasak bersama yang terkadang diiringi ritus-ritus untuk nenek moyang. Biasanya adang diadakan untuk membantu warga yang tengah melakukan hajatan.
-
Bagaimana cara masyarakat Dayak melakukan Ritual Laluhan? Acara tersebut diawali dengan sejumlah kapal yang salah satunya ditumpangi Pejabat Bupati Kapuas, berlayar mengarungi Sungai Kapuas dari Dermaga Sei Pasah menuju Dermaga Danumare. Sementara pejabat dan masyarakat lainnya menunggu di Dermaga Danumare dengan batang suli yang siap dilemparkan. Saat kapal melintas, perangpun dimulai. Penumpang kapal dan masyarakat yang berada di dermaga saling melempar tombak dari batang suli.
-
Apa itu Tradisi Saptonan? Tradisi ini memiliki atraksi yang serupa ala koboi di Amerika, dengan nuansa kearifan lokal Sunda yang kental.Penunggangnya akan memacu kuda agar berlari cepat menuju garis yang ditentukan. Bukan senapan yang digunakan, melainkan tombak panjang yang kemudian akan dilemparkan ke titik tertentu. Saat pengguna kuda berhasil menombak dengan tepat sasaran, seketika para penontong langsung bersorak.
-
Apa yang dimaksud dengan Tradisi Peresean di Lombok? Tarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
-
Mengapa tradisi Ya Lail penting? Tradisi Yalil atau Ya Lail atau Buka Pintu yang dilakukan oleh masyarakat Pakuncen ini memiliki dua fungsi penting yang terkandung di dalamnya, yaitu : 1. Nasihat Tradisi Buka Pintu mengandung makna sebagai nasihat dan simbol bagi mempelai laki-laki dan perempuan dalam memulai serta menjalani kehidupan bersama.
Mengutip kutaitimurkab.go.id, Suku Dayak Wehea merupakan suku yang pertama kali mendiami di sekitar Sungai Wehea yang kini dikenal dengan sebutan Sungai Wahau. Tempat bermukim mereka bernama Desa Nehas Liah Bing yang menjadi desa tertua di antara desa Wehea lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu melekat hal-hal yang mengandung kesakralan dan juga kepercayaan. Hingga kini konsep ini masih tersemat di adat-istiadatnya seperti Lom Plai.
Ritual Setelah Panen
Pesta adat Lom Plai ini digelar setelah panen padi selesai. Secara umum, rangkaian acara adat ini berlangsung cukup panjang mulai dari ngesea egung atau pemukulan gong oleh keturunan raja sampai embob jengea atau pesta panen sebagai puncak acaranya.
Mengutip Liputan6.com, menurut kepercayaan masyarakat Suku Wehea, padi dianggap sebagai jelmaan manusia. Maka dari itu, mereka memberi penghormatan setinggi-tingginya kepada padi dengan serangkaian upacara adat.
Perlu diketahui, kegiatan panen padi di tanah Suku Wehea ini berlangsung hanya sekali dalam setahun. Dalam pesta Lom Plai ini seluruh elemen masyarakat mulai dari orang tua hingga anak-anak juga terlibat dalam kegiatan ini.
Hikayat Bencana Kekeringan
Dihimpun dari beberapa sumber, dalam sebuah hikayat yang berkembang di masyarakat Suku Dayak Wehea, pada zaman dahulu tanah mereka dilanda kekeringan hebat. Semua tanaman milik masyarakat mati sehingga mengakibatkan gagal panen.
Setelah fase kekeringan, mereka tidak memiliki makanan pokok selain dari hasil perkebunan tadi. Munculah fase kelaparan yang melanda masyarakat Suku Dayak Wehea. Banyak yang menderita sakit yang berujung meninggal dunia karena kekurangan pangan.
Salah satu warganya bernama Hepui Ledoh (Ratu Perempuan) bernama Diang Yung ini juga merasakan kesengsaraan yang begitu hebat. Ia terus berusaha mencari cara agar bisa menyelamatkan warganya dari kelaparan.
- Kisah di Balik Batu Betarup yang Melegenda di Sambas, Konon Bentuk Kutukan Warga Miskin yang Tak Diundang Pesta
- Maskot Pilkada 2024 dan Fungsinya dalam Pesta Demokrasi
- Usai Pesta Miras, Preman Bunuh Ngadiono dan Buang Mayat ke Sumur
- Rondang Bittang, Bentuk Rasa Syukur dalam Mengadakan Sebuah Pesta dari Adat Batak Simalungun
Meminta Bantuan
Pada suatu malam Hepui bermimpi didatangi Dohton Tenyiey atau Tuhan. Ia kemudian diminta oleh Dohton Tenyiey untuk mengorbankan putrinya agar menyelamatkan warga dari bencana kekeringan dan kelaparan.
Kemudian, Hepui merenung cukup lama dan terjaga dari tidurnya. Ada dua pilihan yang bisa diambil, pertama membiarkan sang putri yang cantik jelita itu hidup dan melanjutkan tahtanya namun warganya berangsur-angsur meninggal dunia. Atau menyelamatkan warga dengan mengorbankan putrinya itu.
Singkat cerita, diadakanlah sebuah musyawarah dengan tetua adat dan pemuka masyarakat. Akhirnya disepakati jika Putri Long Diang Yung yang harus dikorbankan demi menyelamatkan nyawa banyak orang.
Berubah Menjadi Padi
Setelah melakukan prosesi ritual untuk mengorbankan Putri Long Diang telah terjadi sebuah keajaiban. Ia kemudian berubah menjadi serumpun padi yang tumbuh meninggi dan mengeluarkan bulir yang sudah menguning.
Padi ini kemudian diberi nama Plai Long Diang Yung. Padi tersebut dibagikan kepada masyarakat sebagai benih atau bibit untuk ditanam. Berkat inilah, seluruh warga bisa terselamatkan dari bencana kelaparan dan memulai hidup yang lebih baik dan sejahtera.