Gunung Berapi Bawah Laut Paling Aktif Diproyeksikan Meletus Akhir 2025, Seberapa Bahaya?
Perlu dipahami bahwa memprediksi letusan gunung berapi tidak dapat dilakukan dengan tepat.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa salah satu gunung bawah laut paling aktif di dunia, Axial Seamount, diprediksi akan meletus pada akhir tahun 2025. Gunung ini terletak di kedalaman Samudra Pasifik, sekitar 470 kilometer dari Pantai Oregon.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh LiveScience pada Selasa (7/1), para ahli meyakini bahwa letusan akan terjadi berdasarkan pemantauan yang dilakukan selama puluhan tahun serta pola vulkanik yang khas. Bill Chadwick, seorang geofisika dari Oregon State University, menggambarkan kondisi ini seperti panci presto yang hampir mencapai titik didihnya.
-
Kapan Gunung Semeru meletus? Gunung Semeru terus bergejolak dalam beberapa pekan terakhir. Terbaru gunung tertinggi di Pulau Jawa itu kembali erupsi pada Minggu (31/12) dini hari. Letusannya disertai lontaran abu yang mengarah ke arah selatan dan barat daya.
-
Apa yang ditemukan di gunung api bawah laut? Ilmuwan yang sedang meneliti gunung api kuno di bawah Laut Pasifik itu menemukan gunung itu masih aktif dan dipenuhi ribuan telur raksasa.
-
Kapan Gunung Merapi meletus? Awan panas guguran itu terjadi pukul 20.26 WIB yang mengarah ke barat daya (Kali Bebeng) arah angin ke timur.
-
Kapan Gunung Seulawah Agam meletus? Dari segi sejarah erupsinya, tidak diketahui pasti kapan terjadinya letusan tersebut.
-
Kapan Gunung Dempo meletus? Gunung Dempo Pagaralam, Sumatera Selatan, mengalami erupsi dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 2.000 meter di atas puncak, Selasa (25/7) pukul 21.15 WIB.
-
Kenapa Gunung Vesuvius meletus? Pada tanggal 24 Agustus 79 Masehi, Gunung Vesuvius meletus, menyemburkan lebih dari 4,8 kilometer kubik puing-puing hingga 32,1 kilometer di udara.
Perlu dicatat bahwa memprediksi letusan gunung berapi tidaklah mudah dan biasanya tidak dapat dilakukan dengan akurasi tinggi. Meskipun demikian, letusan gunung berapi cenderung mengikuti pola tertentu dan tidak berubah-ubah seperti aktivitas gempa bumi.
Sebagian besar prediksi hanya mampu memberikan peringatan beberapa jam sebelum letusan terjadi. Namun, Axial Seamount adalah kasus yang berbeda, karena gunung berapi ini menunjukkan pola letusan yang sangat teratur.
Letusan sebelumnya terjadi pada tahun 1998, 2011, dan 2015, menunjukkan bahwa dasar laut mengembang saat magma terakumulasi, diikuti dengan peningkatan aktivitas seismik hingga akhirnya terjadi letusan.
Konsistensi pola letusan ini menjadikan Axial Seamount sebagai laboratorium yang ideal untuk mempelajari perilaku gunung berapi. Selama lebih dari satu dekade, jaringan sensor telah merekam setiap getaran dan pertumbuhan tonjolan gunung tersebut.
Pada akhir tahun 2023, para peneliti menemukan bahwa tingkat inflasi gunung berapi ini telah meningkat dua kali lipat. Aktivitas seismik di Axial juga meningkat drastis, dengan lebih dari 500 gempa bumi tercatat hingga saat ini.
Para ilmuwan telah membangun jaringan pemantauan yang canggih untuk gunung ini, termasuk sensor tekanan dasar laut, kendaraan bawah air otonom (AUV), dan kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (ROV), yang memberikan pemahaman yang mendalam tentang perilaku gunung berapi ini.
Sebelumnya, para peneliti hanya bisa mengamati reservoir magma secara sekilas, tanpa kemampuan untuk melakukan pemetaan yang lebih detail. Dalam studi terbaru, mereka menggunakan teknik seismik mutakhir yang dikenal sebagai inversi bentuk gelombang penuh (FWI) untuk menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari bawah permukaan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya reservoir magma utama di bawah puncak gunung, dengan fraksi lelehan mencapai 37 persen, yang mendekati ambang batas untuk mobilisasi magma. Di bawah reservoir utama, terdapat saluran yang mengalirkan magma dari dalam kerak bumi dengan fraksi lelehan antara 4 hingga 11 persen.
Di sisi barat, ditemukan reservoir yang lebih kecil yang terhubung ke reservoir utama melalui saluran yang tipis. Sementara itu, di sisi timur, terdapat saluran berkecepatan rendah yang menghubungkan reservoir magma utama ke permukaan, mengarahkan magma menuju celah erupsi.
Struktur-struktur ini membentuk sistem asimetris yang mencolok, dengan aktivitas yang sebagian besar terkonsentrasi di bawah dinding kaldera timur, yang mungkin menjelaskan mengapa erupsi terbaru lebih sering terjadi di sisi timur Axial.
Mengguncang Ekosistem
Letusan gunung berapi bawah laut seperti Axial Seamount umumnya tidak mengancam keselamatan manusia. Namun, dampak letusannya dapat mengguncang ekosistem dan bahkan berpotensi memicu tsunami.
Sejarah mencatat bahwa letusan gunung bawah laut Hunga Tonga pada tahun 2022 mengakibatkan kerugian mencapai $90 juta, dan para ilmuwan menghadapi kesulitan dalam memahami konsekuensinya. Di Axial, para peneliti berupaya untuk memantau letusan yang sedang berlangsung.
Dengan mempelajari letusan berikutnya, mereka berharap dapat menganalisis pola dalam data seismik yang mungkin memungkinkan prediksi letusan hanya dalam hitungan jam. Jika upaya ini berhasil, hal tersebut dapat mengubah cara ilmuwan memantau aktivitas gunung berapi di seluruh dunia.
Temuan dari penelitian ini juga memiliki dampak yang lebih luas terkait dengan lempeng tektonik dan pembentukan kerak. Axial Seamount berada di persimpangan antara Juan de Fuca Ridge dan Cobb Hotspot, di mana pasokan magma sangat melimpah. Penelitian ini mengungkap proses akumulasi, pengumpulan, dan keluarnya magma, yang berkontribusi pada pertumbuhan kerak samudra.