Bermodalkan Rp2 Juta, Aksim Cuan Jutaan Rupiah dari Budi Daya Pepaya, Bisa Beli Mobil dan ke Makkah
Pepatah Arab man jadda wa jadda menegaskan siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil. Artinya, usaha takkan pernah mengkhianati hasil.
Pepatah Arab man jadda wa jadda menegaskan siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil. Artinya, usaha takkan pernah mengkhianati hasil. M. Aksim telah membuktikannya.
Bermodalkan Rp2 Juta, Aksim Cuan Jutaan Rupiah dari Budi Daya Pepaya, Bisa Beli Mobil dan ke Makkah
Petani asal Dusun Wayuhrejo, Desa Pasuruhan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng), itu bisa membeli mobil hingga berangkat ke Makkah dari usahanya membudidayakan pepaya dengan bermodalkan Rp2 juta. Penasaran, berikut ulasannya.
- Pecahkan Kaca Mobil, Uang Rp450 Juta untuk Bayar Rumah Sakit Raib Digondol Maling
- Tak Punya Lahan dan Hanya Modal Rp2 Juta, Pria Magelang Ini Sukses Bertani Pepaya Hasilnya Bisa Buat Beli Mobil dan Umrah
- Rumah Mewah dan Mobil Berderet, Wanita Pengusaha Sapi Ini Setiap Bulan Raup Keuntungan Ratusan Juta
- Modal Awal Rp 4 Juta, Pemuda Usia 22 Tahun di Purworejo Ini Sukses Beternak Itik, Hasilnya Bisa Buat Mobil dan Rumah
Kesuksesan tersebut tidak dibangun dengan mudah dan instan seperti membalikkan telapak tangan. Kegagalan bertubi-tubi dialaminya terlebih dahulu sebelum bisa seperti sekarang.
Mulanya, Aksim adalah seorang pegawai swasta yang jenuh dengan rutinitasnya. Ia lantas banting setir menjadi wirausaha.
"Awal saya berwirausaha berternak lele. Saya mengalami kegagalan. Yang kedua, saya suplier ayam di warung-warung Lamongan, berjalan setengah tahun. Saya gagal juga," ungkapnya, melansir kanal YouTube CapCapung, Rabu (17/4).
Seiring waktu, ada temannya yang memesan pepaya dan Aksim mencoba peruntungan. Seperti sebelumnya, ia pun tidak langsung memetik keuntungan.
"Saya mau usaha pepaya dengan modal Rp2 juta dan sepeda motor hanya satu kita jual buat modal," katanya.
Ia bahkan berniat transmigrasi ke luar Jawa apabila usahanya kali ini kembali gagal.
Aksim berhasil mendapatkan 5 kuintal pepaya dari modal ala kadarnya tersebut. Sayangnya, pembeli tidak tertarik sehingga pepaya tersebut terpaksa dijual murah hingga merugi Rp500 ribu.
"Dari kegagalan pertama, saya evaluasi. Ternyata saya ada kegagalan di sini. Saya mencoba lagi, alhamdulillah saya untung Rp50 ribu satu pick up," ujarnya.
Pada kesempatan berikutnya, Aksim kembali merugi hingga Rp200 ribu. Namun, tidak menyurutkan semangatnya. Ia justru makin paham dalam menggeluti bisnisnya karena sudah tahu di mana kesalahan yang harus dikoreksi dan potensi yang mesti dimaksimalkan agar cuan.
"Di antara kerugian dan keuntungan ada sisi positifnya, harus diketemukan mana kerugian. Saya ternyata kerugian saya di transportasi saat mobil masih sewa, jadi (pengeluaran) transportasi yang terlalu besar," jelasnya.
Aksim juga mencoba mengembangkan pasar untuk memperluas distribusi pepaya yang dihasilkannya. Seiring waktu, ia akhirnya bisa memproduksi pepaya dengan kualitas baik sekalipun harus menyewa lahan.
"Saya harus sewa semua. Pertama, sewa 1.000 m2. Setelah sewa itu, saya olah, ternyata hasilnya sangat menjanjikan," kata dia.
"Satu tahun kemudian, saya sewa lagi 2.000 m2 dan saya sewa lagi untuk mengembangkan lahan itu. Lama-kelamaan naik-naik," dia menambahkan.
Adanya dukungan dari keluarga, terutama istri dan anak, membuat Aksim termotivasi untuk terus membudidayakan pepaya sehingga sukses menggeluti bisnisnya kali ini.
"Keberhasilan itu bisa menutupi biaya anak sekolah. Dari modal sepeda motor satu, sekarang sudah punya mobil dan mengembangkan bisnis pepaya dan alhamdulillah bisa ke Makkah," ucapnya.
Ada 2 jenis pepaya yang dibudidayakannya, pepaya Thailand dan California. Dari total 8 ha, Aksim bisa memproduksi 3 ton pepaya setiap pekan.
"Dari dari petani mitra, ada 50 hektaran lebih, sehari itu bisa 15 ton panen," imbuhnya.
Aksim kini berani memasarkan pepaya yang dihasilkannya, termasuk dari petani mitra, ke sejumlah supermarket karena produksi melimpah. Ini berbanding terbalik dengan pengalaman sebelumnya, yang sempat ditolak berkali-kali di pasar tradisional.