Kisah Dzun Nun al-Mishri, Sufi Besar yang Tobat Karena Seekor Anak Burung
Dzun Nun al-Mishri merupakan salah satu sufi agung yang pertama kali menganalisis konsep ma'rifat.
Dzun Nun al-Mishri merupakan salah satu sufi terkemuka. Ia menempuh jalan tasawuf dengan cara yang sangat unik. Perjalanan spiritualnya tidak dimulai dari pertemuan dengan seorang mursyid atau karena menghadapi cobaan hidup yang berat, melainkan dipicu oleh seekor burung.
Sebelum mencapai statusnya sebagai sufi besar, Dzun Nun al-Mishri adalah seorang pemuda yang cenderung lalai, menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak berguna. Namun, Allah SWT membukakan matanya melalui pertemuan dengan seekor anak burung. Berikut adalah kisah lengkapnya yang dirangkum dari laman NU Online.
-
Apa arti dari kata "Islam"? "Mengutip dari situs mui.or.id, kata Islam berasal dari kata dari “aslama”, “yuslimu”, “islaaman” yang berarti tunduk, patuh, dan selamat. Islam berarti kepasrahan atau ketundukan secara total kepada ajaran-ajaran Islam yang diberikan oleh Allah SWT."
-
Apa yang dimaksud dengan ikhtiar dalam Islam? Ikhtiar dalam Islam merujuk pada usaha sungguh-sungguh yang dilakukan untuk mencapai tujuan, sambil menyadari bahwa hasil akhirnya tetap bergantung pada kehendak Allah SWT.
-
Siapa yang dilarang menyambung rambut dalam Islam? Nabi Muhammad SAW dengan tegas melarang umatnya untuk menyambung rambut, baik dengan rambut asli maupun rambut palsu. Hal ini berdasarkan beberapa hadis yang menyebutkan bahwa Allah mengutuk wanita yang menyambung rambut dan meminta untuk disambungkan.
-
Kenapa wanita Muslimah diibaratkan seperti berlian Islam? “Wanita Muslimah ialah berliannya islam. Karena taka da seorang pun yang akan mengungkapkan berlian mereka pada orang asing”
-
Apa yang dimaksud dengan 'ikhtiar' dalam Islam? Ikhtiar adalah suatu usaha yang dilakukan seorang hamba secara sungguh-sungguh untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dengan kata lain, orang yang berikhtiar adalah mereka yang memilih berusaha daripada berdiam diri, untuk mendapatkan apa yang sedang diinginkan dalam hidup. Orang yang berikhtiar akan berusaha sebaik mungkin, dengan mengharap rahmat kebaikan dari Allah agar hajatnya dimudahkan.
-
Apa itu aib dalam Islam? Aib dalam Islam merujuk pada kekurangan atau keburukan yang dimiliki seseorang, baik itu dari segi fisik, akhlak, maupun perbuatan.
Cerita Pertobatan Dzun Nun al-Mishr
Dalam kitabnya yang berjudul ar-Rislah al-Qusyairiyyah, Syekh Abul Qasim al-Qusyairi menceritakan bahwa suatu ketika Salim al-Magribi menghadiri majelis Dzun Nun al-Mishri. Ia kemudian bertanya, "Wahai Abul Fayd (nama asli Dzun Nun), apa yang mendorongmu untuk bertaubat?" Dzun Nun menjawab dengan nada misterius, "Sesuatu yang sangat menakjubkan, dan kau mungkin tidak akan percaya."
Al-Magribi pun mendesak, "Demi Tuhan yang kau sembah, ceritakanlah padaku." Dzun Nun al-Mishri lalu menceritakan, "Suatu ketika, aku berencana meninggalkan Mesir untuk menuju sebuah kota, namun aku tertidur di sepanjang jalan, tepatnya di sebuah padang.
Ketika aku terbangun, aku melihat seekor anak burung yang terjatuh dari sarangnya. Tiba-tiba, tanah terbuka dan mengeluarkan dua wadah; satu terbuat dari emas berisi biji-bijian simsim, dan satu lagi dari perak berisi air.
Dari situ, burung kecil itu mendapatkan makanan dan minumannya." "Aku pun berkata, 'Cukup!', dan seketika itu juga aku bertaubat. Aku terus mengetuk pintu taubat-Nya hingga Allah menerima taubatku." (Abul Qasim al-Qusyairi, ar-Rislah al-Qusyairiyyah, [Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyah, 2018], h. 24).
Kisah pertaubatan Dzun Nun al-Mishri ini menunjukkan betapa luar biasanya rahmat Allah. Muhyiddin Muhammad Ali Muhammad bin Umar dalam bukunya al-Kaukabud Durr f Manqibi Dzinnun al-Mishr menekankan bahwa meskipun kisah ini terdengar aneh, namun hal itu bisa dipahami.
- Beragam Tafsir Mimpi dalam Agama Islam, Bisa jadi Pertanda hingga Petunjuk dari Allah SWT
- Tafsir Mimpi Meninggal Menurut Islam, Apakah Pertanda Buruk?
- Terungkap Isi Wejangan Penasihat MUI ke Pramono Anung
- Kisah Arda Naff Suami Tantri Kotak Pernah Dihina Gara-gara Tak Berpendidikan, Nangis Merasa Paling Melarat
Peristiwa tersebut adalah hadiah indah dari Allah bagi hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Ini sejalan dengan yang dinyatakan dalam Al-Qur'an: "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. Bagi mereka ada kabar gembira di dunia ini dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Itulah kemenangan yang besar." (QS. Yunus: 63-64) (Muhyiddin Muhammad Ali Muhammad bin Umar, al-Kaukabud Durr f Manqibi Dzinnun al-Mishr, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, tanpa tahun], h. 14).
Petuah dari Dzun Nun al-Mishri
Salah satu ujian berat yang pernah dihadapi oleh Dzun Nun adalah pengasingan yang dilakukan oleh para ulama Mesir pada zamannya, yang menuduhnya sebagai zindik.
Dalam kitabnya Mianush Shufiyyah, As-Sulami menceritakan bahwa Dzun Nun merupakan orang pertama di tanah airnya yang membahas tentang urutan awal dan tingkatan para wali.
Namun, pernyataannya tersebut ditolak oleh ulama besar bermazhab Maliki, Abdullah bin Abdul Hakam, yang menganggapnya sesat. Sejak saat itu, Dzun Nun diisukan telah mengemukakan ide-ide baru yang belum pernah diungkapkan oleh ulama-ulama sebelumnya.
Akibatnya, ia diasingkan oleh ulama-ulama Mesir pada masa itu dan dituduh sebagai seorang zindik (seseorang yang tersesat dan murtad) (Adz-Dzahabi, Siyaru A'lmin Nubal', [Beirut: Mu'asssasah ar-Risalah, 1987], juz 11, h. 534). Sebagai seorang sufi terkemuka, tentu saja nasihat-nasihat Dzun Nun al-Mishri banyak dipengaruhi oleh pemikiran sufistiknya. Berikut adalah beberapa petuahnya.
: : . : . : . : . : . :
Artinya: "Istighfar memiliki banyak makna, yaitu (1) menyesali semua kesalahan yang telah dilakukan, (2) bertekad untuk meninggalkan perbuatan maksiat, (3) melaksanakan kewajiban-kewajiban Allah yang telah diabaikan, (4) mengembalikan hak-hak orang yang telah dirugikan, baik berupa harta, kehormatan, maupun kemaslahatannya; (5) menjauhi semua yang diperoleh dengan cara yang haram, dan (6) merasakan kesakitan dalam beribadah seperti halnya merasakan kenikmatan dalam berbuat maksiat."
Artinya: "Orang yang telah mencapai ma'rifat tidak hanya mau berada dalam satu keadaan, tetapi ia siap untuk melaksanakan semua perintah Allah dalam berbagai kondisi" (Adz-Dzahabi, h. 535).
Tontonlah Video Unggulan ini:
Berikut adalah versi lain dari kalimat tersebut tanpa mengubah konteks: