5 Fakta angka kemiskinan menurun masa pemerintahan SBY
Angka kemiskinan turun melanda masa pemerintahan SBY.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja melansir data terbaru mengenai kemiskinan di Indonesia. Data yang dilansir adalah data kemiskinan hingga September 2014 atau masih masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam data yang dirilis BPS, 5 tahun pemerintahan SBY angka kemiskinan terus menurun. Langkah perbaikan ekonomi yang dilakukan SBY dinilai tepat sehingga jumlah orang miskin di Indonesia terus menurun.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Apa tugas utama dari BPS? Tugas BPS adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang statistik sesuai peraturan perundang-undangan.
-
Apa yang membaik di Sulawesi Utara berdasarkan rilis BPS? Kepala BPS Sulawesi Utara, Asim Saputra menjelaskan, daya beli petani di Sulawesi Utara membaik di Bulan Oktober 2023.
-
Di mana TPS yang paling rawan serangan KKB di Teluk Wondama? Distrik Naikere ada enam TPS sangat rawan, dan Distrik Wamesa dua TPS sangat rawan. Delapan TPS ini jadi perhatian khusus terutama Distrik Naikere
-
Bagaimana PPS membentuk KPPS? Membentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS): PPS membentuk KPPS yang bertugas dalam pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara.
Juni 2013 silam, semasa jadi presiden, SBY pernah menyebut Indonesia bakal berhasil mengentaskan kemiskinan dalam lima tahun mendatang. Caranya dengan meningkatkan ekonomi regional, kewirausahaan dan menambah lapangan kerja.
SBY menuturkan, kemiskinan sudah ada sejak dimulainya peradaban manusia ribuan tahun silam. Sejak berlangsungnya perang dingin, banyak negara-negara yang berlomba-lomba meningkatkan sosialisme atau model pembangunan dari masyarakat tradisional menjadi konsumen terbesar. Masing-masing model itu memperlihatkan kekuatan dan kelemahannya. Terutama setelah berakhirnya perang dunia kedua.
Pengentasan kemiskinan sangat diperlukan bagi setiap negara untuk mengurangi kesenjangan antara orang kaya dan miskin. Terlebih, setelah hantaman krisis ekonomi yang melanda dunia beberapa tahun terakhir.
"Saya berpendapat bahwa standar hidup harus diubah," ujarnya. Cara lain, kerja keras untuk melawan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi yang kuat. Mengoptimalkan potensi dan produktivitas. Serta pembangunan investasi, kolaborasi dan kemitraan.
Kini, BPS membeberkan data keberhasilan SBY dalam menurunkan angka kemiskinan. Merdeka.com merangkum 5 fakta menurunnya angka kemiskinan era SBY.
Jumlah orang miskin turun melandai
Dalam data yang dilansir BPS, Per September 2014, jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat sebesar 27,73 juta orang atau mencapai 10,96 persen dari keseluruhan penduduk.
Kepala BPS, Suryamin mengatakan, jumlah penduduk miskin di Indonesia turun dibandingkan Maret 2014 yang mencapai 28 juta jiwa atau 11,25 persen dari jumlah penduduk.
"September 2014, jumlah penduduk miskin 27,73 juta jiwa atau 10,96 persen. Jika dibandingkan September 2013 turun, di mana dulu 28,60 juta orang 11,46 persen," kata Suryamin di Kantornya, Jakarta, Jumat (2/1).
Melihat data BPS 5 tahun ke belakang, angka kemiskinan pada 2009 mencapai 32,53 juta penduduk atau 14,15 persen. Angka ini terus menurun di 2010 dengan jumlah orang miskin menjadi 31,02 juta penduduk dengan persentase 31,02 persen.
Penurunan angka kemiskinan masih terus terjadi. Pada September 2011 angka orang miskin turun menjadi 30,01 juta penduduk atau 12,36 persen. Angka kemiskinan terus menurun hingga September 2014 menjadi 27,73 juta penduduk atau 10,96 persen.
"Penurunan makin lama makin kecil penurunannya. Karena ini tinggal intinya atau hard core lah yang tinggal. Kalau tidak ada penanganan super khusus ya melandai saja," kata Suryamin.
Ekonomi membaik masa SBY
Penurunan angka kemiskinan masa pemerintahan SBY tidak lepas dari perbaikan ekonomi yang terjadi. Kepala BPS Suryamin menyatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi tren penurunan angka kemiskinan 5 tahun terakhir. Pertama adalah terjaganya inflasi masa pemerintahan SBY.
"Maret-September 2014 inflasi cenderung rendah cuma 2,26 persen pada masa itu," ucap Suryamin di Kantornya, Jakarta, Jumat (2/1).
Faktor lainnya, upah nominal harian buruh tani nasional, di mana per September 2014 naik 1,60 persen dibandingkan Maret 2014. "Kemudian buruh bangunan per hari juga naik 1,36 persen dibandingkan Maret. Naiknya dari Rp 75.961 jadi Rp 76.991 per hari," tambahnya.
Harga eceran komoditas juga mengalami penurunan di era pemerintahan SBY. Misalnya harga beras dari Maret ke September 2014 turun 1,13 persen. Ada pula cabai rawit yang juga turun 50,13 persen di masa itu.
"Pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDB dasar konstan di triwulan III 2014 dibanding triwulan I 2014 juga mencapai 5,52 persen," tutupnya.
Susah keluar dari kemiskinan karena rokok
Penurunan angka kemiskinan di era SBY dari 2009 - 2014 berjalan landai. Hal ini lantaran masih banyaknya penduduk yang sulit keluar dari garis kemiskinan. Salah satu faktornya adalah karena rokok dan beras.
Kepala BPS, Suryamin menyebut faktor yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan adalah beras dan rokok.
"Orang ini aduh, coba rokok dihilangkan dan dibelikan beras pasti berubah (keluar) dari kemiskinan. Rokok ini dikonsumsi tapi tidak menghasilkan kalori," ucap Suryamin dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Jumat (2/1).
Suryamin menjelaskan, komoditi makanan dan beras untuk orang miskin perkotaan memberikan pengaruh 23,39 persen. Sedangkan untuk orang miskin pedesaan, beras berpengaruh 31,61 persen.
Komoditi kedua adalah rokok kretek filter yang memberi pengaruh kepada orang miskin perkotaan mencapai 11,18 persen. Sedangkan untuk orang miskin pedesaan, rokok kretek filter memberi pengaruh sebesar 9,39 persen.
"Jika tidak merokok maka kalori akan meningkat, mungkin bisa keluar dari garis kemiskinan," katanya.
Kemiskinan masih menumpuk di Indonesia Timur
Jumlah orang miskin per September 2014 masih mencapai angka 27,73 juta jiwa atau 10,96 persen dari keseluruhan masyarakat Indonesia. Dari data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), persentase orang miskin terbanyak masih terdapat di Indonesia Timur.
Kepala BPS, Suryamin mengatakan persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia terdapat di Maluku dan Papua yang mencapai 21,86 persen dengan jumlah penduduk miskinnya 1,4 juta jiwa. Orang miskin di daerah ini tersebar di perkotaan sebesar 5,39 persen dan pedesaan sebesar 28,82 persen.
Persentase penduduk miskin terbesar kedua berada di wilayah Bali, NTB dan NTT yang mencapai 14,35 persen dengan jumlah penduduk miskinnya 2 juta jiwa. Ini tersebar 10,89 persen di perkotaan dan 13,88 persen di pedesaan.
"Selanjutnya di Sumatera dengan persentase 11,11 persen dengan jumlah penduduk miskin 6 juta penduduk," kata Suryamin di Kantornya, Jakarta, Jumat (2/1).
Suryamin menjelaskan, peringkat kemiskinan di daerah tidak mencerminkan daerah tersebut paling banyak memiliki penduduk miskin. Penghitungan berdasarkan persentase jumlah penduduk miskin dengan jumlah keseluruhan penduduk daerah tersebut.
Misalnya data di Sulawesi, persentase kemiskinan mencapai 11,07 persen dengan jumlah penduduk miskin mencapai 2,05 juta jiwa. Sedangkan di Jawa, persentase penduduk miskin hanya 10,52 persen dengan total penduduk miskin mencapai 15,143 juta jiwa.
"Sedangkan persentase terendah di kalimantan 6,34 persen dengan jumlah penduduk miskin 972 ribu orang," kata Suryamin, di Kantor BPS, Jakarta, Jumat (2/1/2014).
Indeks keparahan kemiskinan masih tinggi
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin mengatakan persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
"Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan," ucap Suryamin di Kantornya.
Dari data BPS, pada periode Maret 2014 hingga September 2014, indeks kedalaman kemiskinan (p1) dan indeks keparahan kemiskinan (p2) cenderung tidak mengalami perubahan. Indeks kedalaman kemiskinan para Maret 2014 adalah 1,75 dan pada September 2014 juga masih berada pada angka yang sama.
"Demikian juga untuk indeks keparahan kemiskinan dari Maret 2014 hingga September 2014 masih berada pada angka yang sama yaitu 0,44," tutup Suryamin.
(mdk/idr)