Cukai Rokok 2025 Batal Naik, Kemenkes: Jumlah Perokok di Indonesia Masih Tinggi
Target dari Kemenkes di tahun 2030 penurunan jumlah perokok mencapai 5,4 persen di Indonesia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat suara terkait batalnya kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025. Keputusan tersebut dinilai bakal membuat target penurunan jumlah perokok di Indonesia cukup sulit tercapai.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, target dari Kemenkes di tahun 2030 penurunan jumlah perokok mencapai 5,4 persen di Indonesia dan saat ini jumlah perokok di Indonesia sekitar 9,4 persen yang cukup tinggi.
- Ancaman PHK Industri Rokok di Balik Kenaikan Target Penerimaan Cukai 2025
- Di Balik Hari Anak Nasional, Ada Jutaan Anak Indonesia Kecanduan Rokok
- Pelaku Usaha Beberkan Dampak Jika Tarif Cukai Rokok Naik Tiap Tahun
- Jumlah Perokok Aktif di Indonesia Capai 70 Juta Orang, Butuh Upaya dari Pemerintah untuk Mengurangi
"(Targetnya) 5,4 persen prevalensinya, itu seharusnya tahun 2030. (Sampai sekarang) makin jauh, sekarang ini masih sekitar 9,4 persen (jumlah perokok di Indonesia) dan terutama perokok pemula itu masih 7,4 persen, usia remaja dan anak-anak," kata Nadia, saat ditemui di acara peresmian Ngoerah Sun, di RSUP Prof Ngoerah, Kota Denpasar, Kamis (3/10).
Dia menyebutkan, bahwa sebenarnya cukai rokok itu adalah pengendalian jumlah perokok di Indonesia atau semacam hukuman bagi para perokok karena menyangkut kesehatan.
"Konsepnya itu bukan pajak seperti pendapatan tapi pengendalian. Jadi, diharapkan dengan ada cukai orang yang merokok itu dipajak seperti diberi hukuman karena masalah kesehatan," ujarnya.
Kendati demikian, persoalan pajak rokok bukan kewenangan Kemenkes tetapi Kementrian Keuangan (Kemenkeu). Karena, prinsipnya adalah pengendalian fiskal yang disinyalir akan membebani ekonomi masyarakat. Selain itu, juga yang lebih ditekankan adalah non-fiskal seperti penegakan kawasan tanpa rokok dan penertiban penjualan rokok ketengan atau eceran.
"Kembali sih mesti intervensi nggak bisa cuma kalau naiknya, kalau cukai nggak naik maka yang non fiskal itu tidak berkontribusi. Jadi artinya yang non fiskal harus makin kita kuatkan seperti penegakkan di kawasan tanpa rokok, misalnya penjualan (rokok) ketengan," ujarnya.
"Kalau cukai itu sepenuhnya kewenangan Kemenkeu karena itu fiskal jadi kami Kemenkes kan nggak mengatur. Karena, prinsipnya fiskal itu ada beban keuangan yang dia tanggung jadi kalau dia tidak mengendalikan fiskal maka beban ekonomi ke depan makin berat," ujarnya.
Keputusan Tak Naikkan Cukai Rokok 2025
Sebelumnya, Pemerintah tidak akan menaikkan tarif cukai pada 2025, namun pemberantasan rokok ilegal tetap mesti digencarkan karena mengganggu pertumbuhan Industri Hasil Tembakau (IHT).
Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Candra Fajri menyatakan, rokok golongan 1 memiliki elastisitas harga yang negatif yang ternyata lebih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan konsumen rokok golongan 2 dan 3.
"Hasil analisis tersebut selaras dengan perkembangan industri hasil tembakau (IHT), di mana penurunan produksi terjadi paling besar pada golongan 1 sehingga berdampak juga pada penurunan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT)," kata Candra, di Jakarta, Minggu (29/9).